"Gabut …."
Juna merebahkan dirinya di lantai ruang tengah. Ia bosan berdiam diri di kamar. Ini weekend dan Papanya pergi untuk menemui klien, alhasil ia sendirian di rumah.
Ini sudah dua minggu sejak tes di Bhakti Husada. Hasilnya akan keluar siang nanti. Terbilang cukup cepat. Namanya kampus elit, semua harus perfect.
Ia berguling-guling di lantai, benar-benar bosan. Padahal, Andre mengajaknya keluar tadi pagi, tapi ia terlalu malas.
Juna mengambil ponsel untuk melihat akun sosial medianya. Jarinya terus menggeser layar, mencari sesuatu yang sekiranya bisa menghilangkan bosan. Matanya terfokus pada sebuah postingan.
"Apa aku pernah ke sana?" gumamnya. Pasalnya, ia merasa pernah ke tempat yang Fauzan lukis.
Juna mengendikkan bahu lalu pergi ke dapur. Ia memeriksa stok makanan yang ada di kulkas. "Lapar …."
"Masak apa aja, lah. Yang penting makan." Juna mengeluarkan daging dan beberapa jenis sayur serta telur. "Semoga Papa gak marah pas liat dapur nanti."
Setelahnya, di kediaman Wira Angkasa mulai terdengar suara ribut. Siapa pun yang lewat dan mendengar mungkin akan mengira kalau di sana tengah ada keributan rumah tangga.
•••
Juna pergi ke kampus selepas makan siang untuk menerima surat pengumuman hasil tes. Mereka akan menerimanya secara langsung dari para senior yang bertugas.
Juna berangkat dengan motornya, hadiah dari Papanya saat berulang tahun ke-17 sekaligus dengan SIM.
Setengah jam, ia sudah tiba di pelataran gedung serba guna kampus yang akan digunakan untuk pembagian hasil tes.
"Jun!"
Juna menoleh saat ada yang memanggilnya. "Gi? Udah dari tadi?"
Egi mengangguk, keduanya berjalan beriringan. "Gue sempet jajan cilok di depan."
Mereka masuk ke dalam gedung dan mencari tempat duduk yang strategis.
"Juna!"
Pemuda itu kembali menoleh saat namanya dipanggil oleh seorang gadis.
"Mita, hai!" Egi berinisiatif menjawab.
Juna sendiri malah mengambil tempat duduk yang jauh dari gadis itu, Mita yang melihatnya hanya merengut kecewa.
"Selamat siang dan selamat datang di Universitas Bhakti Husada, semuanya."
Juna mengenali suaranya, itu adalah suara ketua BEM.
"Gimana kabar kalian? Baik, 'kan?" ujar Adji berbasa-basi.
Mata Juna melirik ke sekitar panggung.
"Itu dia!" seru batinnya setelah menemukan yang ia cari. Segera, ia mengeluarkan ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
(This Is Not) A Ray Of Hope
RandomCover pict : Pinterest with a little light editing