Egi dan Juna ikut berdiri di depan aula bersama beberapa anggota BEM sambil mengatur napas.
"Sialan!" geram Egi. Ia memukul lengan Juna.
"Sakit, Bego!" Juna mengelus lengannya yang agak keram. "Bayangan gue jadi kenyataan, Gi."
Beberapa pasang mata menatap keduanya. Dengan segera Juna mengenakan almamater dan merapikan penampilannya, begitu juga dengan Egi.
Keduanya masuk setelah mengisi buku kehadiran. Mereka mengambil tempat duduk sesuai fakultas.
Setelah Adji memberi kata sambutan, seorang mahasiswi berpenampilan agak tomboy naik ke atas panggung.
"Bagi kelompok sesuai fakultas. Setiap fakultas berisi tiga kelompok," seru mahasiswa itu.
Tanpa suara, para kandidat maba mulai terbagi menjadi beberapa kelompok. Juna berdiri terlebih dahulu di antara fakultasnya, ia mengacungkan tangan bermaksud untuk menarik perhatian yang lain. Tentu saja, Mita dan Egi yang duluan menjadi kelompok Juna.
"Pisah! Jangan kayak nasi," cibir Juna melihat kedua orang itu terus mempersempit jarak dengan dirinya. "Aduh ... PENGAP!!" Juna kelepasan berteriak hingga beberapa orang di sekitarnya terkekeh.
Juna tak menyadari bahwa ada sepasang mata terus menatapnya sejak tadi.
"Kedip, Sa."
"Ini ngedip, Dji." Fauzan mengedipkan matanya beberapa kali. "Gak ke panggung lagi?"
"Masih ribut."
"Ada agenda apa lagi abis ini?" tanya Fauzan yang kembali memperhatikan Juna.
Adji menatap wakilnya dalam diam.
Merasa sebuah tatapan mengarah padanya, Fauzan menoleh. "Kenapa?"
"Sakit, Sa? Istirahat aja sana."
Fauzan menaikkan alisnya sebelah. "Keliat kayak yang sakit?"
"Enggak, sih." Adji mengusap tengkuknya. "Cuma ... gak biasanya kamu lupa sama agenda kita."
Diam-diam, Fauzan meeuntuki dirinya. Adji benar, tak biasanya ia lupa dengan agenda BEM.
"Aku gak pegang note dari tadi, jadi nanya kamu."
"Kamu emang gak pernah pegang note, Sa. Are you ok?" Sungguh, Adji merasa bersalah melihat Fauzan linglung begini, pasti karena dirinya nunggak tugas.
"Aku ...."
"Sa, ada Rosa ke sini!" pekik Adji sambil menunjuk mahasiswi yang baru saja masuk dari pintu samping.
Fauzan menghela napas dan pergi menjauhi Adji, menjauhi aula, ke mana saja, asal tak ada Rosa. Ia melepas jas serta name-tag miliknya.
"Sa!" Adji ingin sekali mengejar wakilnya, tapi dalam suasana seperti ini, tentu sangat sulit. "Sorry ...."
•••
Juna memperhatikan Fauzan yang keluar dari aula dengan wajah kesal. Ia berinisiatif untuk mengejar Fauzan.
"Gi, titip kelompok bentar, gue kebelet," ucap Juna sebelum pergi meninggalkan Egi yang kini kebingungan.
Keduanya berjalan cukup berjarak. Juna sendiri, ia terlalu memikirkan Fauzan yang tiba-tiba badmood seperti itu.
"Ngapain?" tanya Fauzan dengan ketus pada Juna setelah ia menyadari ada yang mengikuti.
"Kakak kenapa? Aku mau ikut Kakak."
"Masih maba, jangan berulah."
Fauzan masih menatap Juna yang kini tengah bimbang. Ia menghela napas. Fauzan kembali berjalan dan menyuruh Juna mengikutinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
(This Is Not) A Ray Of Hope
RandomCover pict : Pinterest with a little light editing