01 : Karena Almamater Navy

14 1 1
                                    

"Sudah siap, Kak? Sosialisasinya dimulai sebentar lagi."

Pemuda manis itu berbalik seraya tersenyum hingga lesung pipinya terlihat jelas. "Saya ke sana sekarang."

Ia berjalan menuju aula yang akan digunakan untuk melakukan sosialisasi bersama rekan-rekannya di hadapan siswa kelas tiga SMK Wijaya. Ini adalah agenda mereka di minggu ini.

Tiba di aula, ia melihat banyaknya siswa yang sudah duduk manis di sana. Ada yang bergosip, bersenda gurau, selfie, bahkan melakukan sesi live.

Ia menggeleng pelan lalu pergi ke backstage untuk menemui rekannya. Menyapa yang ada di sana, ia segera menemui pemuda beralmamater navy yang tengah berbicara dengan salah satu anggota OSIS.

"Persiapannya gimana, Ko?" tanyanya yang menuai tatapan tajam dari si empunya nama.

"Enak banget tu moncong nyebut nama." Walau sedikit, tapi pemuda itu tahu kalau rekannya memanggil ia dengan nama depan.

"Mirip ibu-ibu kehabisan beras, ya, ngomel."

"Berisik!" Ia memasang wajah kesal.

"Ok, sorry. Persiapannya udah, 'kan?"

"Beres semua, tapi … aku gugup."

Meski tak terlalu terlihat, mata sipit itu sedikit melebar, cemas mulai melanda. Sahabatnya akan sangat aneh jika gugup, ia akan lupa berbahasa. Seperti yang terjadi saat penerimaan mahasiswa tahun lalu, temannya tiba-tiba berpidato dengan bahasa Thailand sehingga dirinya harus menggantikan sahabatnya.

"Dji, jangan aneh-aneh, aku gak mau gantiin kamu."

"Tap--"

"Gak ada. Kalau sampai aku gantiin kamu, wifi BEM aku kunci."

Joko Setiadji---Ketua BEM Bakti Husada---speechless karena ancaman dari wakilnya.

"Permisi, Kak. Semuanya sudah kumpul."

Pemuda itu melirik sahabatnya. "Sana, jangan bikin malu kampus."

Adji hanya bisa bersabar menghadapi wakilnya yang terkadang lebih galak dari dosen killer. Sejenak merapikan tampilannya, ia segera menaiki panggung.

Hanya sekitar setengah jam, Adji kembali dari panggung dan memberikan kesempatan pada wakilnya untuk memimpin sesi Q&A. Pemuda itu tersenyum sebelum naik ke panggung menggantikan Adji, itu membuat rasa lelah Adji langsung hilang.

"Siang semuanya. Nama Kakak, Fauzan, tapi keseringan dipanggil Mas Angkasa sama rekan-rekan. Kali ini Kakak yang akan memimpin sesi Q&A. Dari penjelasan Kak Adji tadi, pastinya banyak hal yang ingin ditanyakan, benar?"

"Benar, Kak!" jawaban serempak dari audience membuat Fauzan tersenyum.

"Antusias sekali, ya? Kakak kasih kesempatan lima orang pertama untuk berdiri dan bertanya, siap?"

"Siap!"

"Kakak hitung sampai tiga. Kalian acungkan tangan dan rekan kakak yang di samping akan memilih siapa yang beruntung. Siap? Satu! Dua! TIGA!"

(This Is Not) A Ray Of HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang