7.

10 3 0
                                    

Akhirnya Ariell pun berani menghadap ke arah Revan.

"Aaaaaaaaaa!" Teriak Revan kaget melihat wajah Ariell dengan maskara yang luntur dan rambut acak-acakan.

"Hahahaha." Revan tertawa terbahak-bahak sampai mengeluarkan air dari sudut matanya.

"Kamu habis ngapain Ariell? Coba deh kamu ke kamar mandi," ucap Revan meledek seakan lupa dengan apa yang baru saja terjadi.

"Baik, pak. Tapi saya ga jadi dipecatkan?" tanya Ariell dengan wajah penuh harap.

"Iya, kamu ga akan dipecat. Sudahlah sekarang kamu ke kamar mandi dulu," perintah Revan yang masih menahan tawanya.

Ariell pun berlenggang menuju kamar mandi. Sesampainya didalam ia mendekati cermin.

"Aaaaaaaaaa!"

Revan yang mendengar suara jeritan Ariell pun tertawa terpingkal-pingkal.

"Terimakasih Ariell, hadirmu memberikan warna baru di hidupku," ucap Revan dengan senyum tipisnya.

🍁🍁🍁🍁


Suara azan magrib berkumandang. Ariell masih menjaga Revan dirumah sakit.

"Riell, kamu udah makan?" tanya Revan dari atas brankarnya.

"Belum pak!"

"Oh."

Ariell membatin, "Aku kira mau nawarin makan, eh ternyata cuma tanya doang toh."

"Udah sholat?"

"Belum pak, kenapa?"

"Gapapa, yuk sholat!"

"Eh, bapak demam ya! engga ada angin ga ada hujan minta sholat bareng."

"Hush kamu ini, saya baik-baik saja. Meski jabatan saya tinggi, saya masih ingat kewajiban."

"Ih, ga tanya tau," gumam Ariell yang masih terdengar ditelinga Revan.

"Kamu bilang apa Riell? coba ulangi!"

"Eh, engga apa-apa kok pak. Mungkin bapak salah dengar. Yasudah, ayo pak sholat dulu. Debatnya ditunda,lanjutin nanti," Ucap Ariell mengalihkan pembicaraan.

🍂🍂🍂🍂

Bulan pun pergi, berganti mentari yang menemani. Sekarang Ariell membantu Revan yang sudah diperbolehkan pulang.

"Bapak ga mau cerita sesuatu gitu?"

"Cerita apa? cerita waktu saya pakai baju kebalik?"

"Bukan, crita soal ... mama bapak."
Raut wajah yang tadinya tersenyum berubah datar mendengar ucapan Ariell.

"Engga ada apapun yang harus saya ceritakan ke kamu!" ucap Revan tajam.

"Bapak yakin?"

"Memangnya kamu siapa sih ingin tahu tentang saya! keluarga bukan! pacar bukan! jadi saya peringatkan jangan lagi bertanya tentang urusan pribadi saya. Faham?"

Deg

Rasanya nyeri hati Ariell, mendengar bentakan Revan. Revan sendiri merasa sensitif saat membahas tentang ibunya.

"Oke, kalau itu mau bapak ya saya akan lakukan," ucap Ariell dengan menahan air yang berada di pelupuk matanya. Kemudian berlenggang pergi dari ruang rawat Revan.

"Riell! Tunggu, Ariell!" Revan pun menyusul Ariell.

"Maaf, aku minta maaf," ucap Revan dengan memeluknya dari belakang.

"Untuk apa kamu minta maaf, kamu ga salah."

"Aku mohon maafin aku." Revan meletakkan kepalanya di bahu Ariell.

Ariell hanya diam menanggapinya.

"Hati aku sakit Riell, lima tahun lalu aku bagaikan raga tanpa jiwa. Aku hancur Riell, saat mendengar ayah meninggal. Aku engga tau ingin berbuat apa? disaat yang sama, mama melimpahkan urusan perusahaan ke aku yang notabenenya masih kelas tiga SMA."
Cerita Revan dengan air mata yang masih menetes. Beban yang dulu selalu dipendam akhirnya tercurahkan.

Ariell yang merasa pundaknya basah, segera melepaskan pelukannya dan menatap wajah Revan.

"Maafin saya," ujar Revan dengan raut putus asa nya.

"Oke, kamu tenang dulu ya." Ariell mengusap air mata Revan. Ia menuntun Revan kembali ke ruang rawatnya.

"Nih kamu minum dulu!" ujar Ariell lembut. Dan tanpa mereka sadari, mereka menggunakan panggilan aku-kamu. Bukan saya ataupun bapak.
Tertanda butir-butir cinta mulai bermekaran.

🌻🌻🌻

Ariella & Revan (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang