9.

7 4 0
                                    

"Mana imbalannya?" sahut Revan.

"Kamu mau imbalan apa?aku turuti deh."

"Aku mau kita pacaran beneran!"

"Apa?!"

"Kamu udah gila! Kan tadi cuma sandiwara buat didepan mereka doang!come on!"

"Janji harus ditepati Ariell sayang."

"Tapi kan--

"Sttttt janji tetap janji dan harus ditepati," Ucap Revan dengan meletakkan telunjuknya dibibir Ariell.

"Oke, fine!"

"Nah gitu dong, kan manis." Revan mengelus puncak rambutnya. Ariell yang diperlakukan seperti itu menyentakkan tangan Revan dan memasang wajah cemberutnya.

"Eh bibirnya ga usah monyong -monyong gitu, kalau mau cium bilang aja."

"Revan!!!!!"

"Iya, ada apa sayang!" goda Revan.

"Revan, kalo kamu ga mau diem aku pergi."

"Yaudah sih, pergi aja emang ada yang nahan."

🌻🌻🌻

Hubungan Ariell dan Revan semakin hari semakin dekat. Terkadang Revan suka menjahili Ariell, entah itu dengan mengganggunya saat malam tiba hanya untuk meminta makanan. Orang kaya tapi suka minta-minta. Seperti saat ini contohnya,

"Riell, ayo dong masakin aku. Aku lapar nih, masak kamu tega biarin pacar kamu yang ganteng ini mati kelaparan sih."

"Iya, aku buatin."

Selalu seperti ini, Ariell yang harus mengalah.

Ariell pun berlenggang menuju dapur untuk memasak makanan buat Revan tentunya.

Revan yang melihat Ariell memasak dari belakang memutuskan untuk menjahili Ariell.

Ia mengambil tepung yang tepat di atas rak depan kepala Ariell dan menumpahkan dengan sengaja di kepala Ariell.

Melihat Ariell yang sebentar lagi akan berteriak, ia siap-siap kabur.
Dihitungnya dengan berbisik,

1

2

3

"REVANNNNNN!"

🍁🍁🍁

Saat ini Ariell masih ngambek dengan Revan, karena kelakuan nakal lelaki itu. Bagaimana bisa seorang CEO dengan teganya berperilaku layaknya seorang anak kecil. Rasanya kepala Ariell ingin meledak saat ini juga.

Ariell duduk di sofa bersebelahan dengan Revan. Ah lebih tepatnya, ia mendudukkan dirinya dan memberikan jarak dengan Revan.

Sifat tengilnya memang sudah mendarah daging. Liat saja bukannya meminta maaf, ehh dia enak-enakan makan cemilan sambil nonton film. Udah gitu bungkusnya dibuang begitu aja.

"Riel, kamu tau ga---

"Ga!" potong Ariell cepat karena malas meladeni makhluk satu itu.

"Eh buset, aku belum selesai ngomong main potong aja."

"Biarin!"

"Lha kok gitu sih?!" Nah kan sekarang Revan ikut-ikutan kesal.

Setelah merenung beberapa menit, Revan ingat bahwa ia baru saja melakukan kesalahan. Seketika Otaknya berpikir bagaimana caranya agar Ariell ga ngambek lagi padanya.

'Aha!' ucap batin Revan saat menemukan ide brilian.

Revan meninggalkan Ariell sendiri di sofa. Sementara ia mengambil sesuatu dari dalam mobilnya.

"Riel, tutup mata dong! please!"perintah Revan.

"Nih udah! Terus apa?"ucap ketus Ariell.

"Buka matanya di hitungan ketiga ya. Satu....dua....tiga.....taraaaaa!" Ucap heboh revan dengan membawa Royal Delft Blue.

"Ha?! Ini Royal Delft Blue? Wow, kamu dapat dari mana? Oh My God cantik sekali ini. Buat aku kan?" cerocos Ariell, sinar bahagia menggebu-gebu tersorot dari pancaran matanya.

"Itu aku dapat oleh-oleh dari tante yang baru pulang dari Belanda. Kata siapa buat kamu?" Mendengar kalimat terakhir Revan membuat Ariell ber sungut sebal.

"Iya-iya itu buat kamu sayang, udah dong jangan cemberut," Ucap Revan yang membelai rambut Ariell.

"Re--

Belum sempat Ariell berbicara, suara telepon berdering mengintrupsi mereka.

"Halo!" ucap Revan kepada si penelpon.

"...."

"Iya, aku jemput sekarang."

"...."

"Iya," ucap Revan mematikan sambungan teleponnya.

"Aku pergi dulu ya ada urusan," pamit Revan tergesa-gesa tanpa melihat wajah Ariell yang kebingungan tak mengerti akan apa yang terjadi.

Guys,jangan pelit vote and coment ya, Merci. (Terimakasih)

Ariella & Revan (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang