7 | Penyesalan Sagara

1K 221 13
                                    

"Buruan ke sini, dek. Areska sekarat apa kamu mau terlambat? tutur Jendral di sebrang sana.

"Maksudnya?"

"Areska butuh kamu!" sahut Jendral yang sengaja meninggikan nada suaranya agar Sagara mudah mendengarnya.

Dan benar saja setelah mendengar suara yang kencang dari Jendral, ia bahkan menjatuhkan ponselnya, Sagara tidak percaya ini. Areska tidak baik-baik saja dan ia kembali pada titik awal jika dirinya akan bersama Areska, dan sekarang anak itu membutuhkannya.

Sagara berlari keluar dari kamarnya, sambil mengenakan jaket tebal miliknya dan meraih kunci motor, ia harus segera tiba agar tidak menyesal.

Saatnya memulai dari awal lagi Sagara juga terlalu naif dan kekanak-kanakan karena tidak sengaja menjauh, ia ingin menantaunya. Serta selalu memastikan jika temannya itu baik-baik saja. Tapi hanya karena rasa kecewanya itu, iq justru mengabaikan. Areska sekarang sulit untuk bertahan seharusnya ia sadar untuk hal itu.

Sepanjang perjalanan Sagara tidak berhenti untuk mengumpati dirinya sendiri. Sialan! Ternyata dia itu egois karena mengingat kesalahannya waktu itu, tidak seharusnya meninggalkan Areska ketika ia tahu jika sewaktu-waktu Areska bisa lelah.

Saat Areska lelah pada hidupnya, dan tak mau lagi bertahan. Maka benar-benar tak ada yang bisa dipertahankan olehnya. Sagara memang telah melakukan kesalahan terbesar dalam hidupnya. Dan sudah pasti sulit untuk diperbaiki oleh dirinya sendiri pula.

Bukannya di sambut oleh senyuman dari mamanya ataupun Jendral, Sagara hanya mendapatkan tatapan sendu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bukannya di sambut oleh senyuman dari mamanya ataupun Jendral, Sagara hanya mendapatkan tatapan sendu. Apakah ini pertanda jika Areska telah tiada? Sagara tidak dapat berpikir positif jika yang dia ketahui Areska sedang tak berdaya. Setiap tatapan yang tidak tersirat arti ketenangan, Sagara selalu takut jika Areska benar-benar meninggalkannya.

Sagara mendekati kakaknya dan langsung duduk di sebelah Jendral dan mengusap kedua tangan sang kakak, ia ingin bertanya tapikan ini bukan saatnya. Sekarang yang harus ia pikirkan bagaimana caranya meminta maaf kepada Areska, ia tahu meminta maaf itu mudah sekali. Hanya saja yang saat ini dirinya pikirkan jika nantinya dia justru benar-benar sudah terlambat.

"Dek, Areska udah lelah," ujar Jendral menepuk pundak Sagara dengan sepelan mungkin. "Kamu udah ikhlaskan?"

Ia menggelengkan kepalanya, Sagara menangis dan memeluk tubuh Jendral dengan amat kuat. Ia tidak ingin kehilangan ia takut akan hal itu apalagi jika terjadi kepada Areska.

Jendral juga merasakan adiknya tidak pernah mau kehilangan Areska meski tuhan telah mentakdirkan, setiap yang bernyawa pasti akan mati. Dan Sagara masih sulit untuk menerima tentang itu, hal yang paling ia takuti bukan ribuan musuh. Melainkan sebuah kematian orang-orang di dekatnya seperti keduanya, sang kakakk—Jendral dan juga Areska.

Satu Ginjal Milik Areska | 𝙍𝙚𝙫𝙞𝙨𝙞𝙤𝙣Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang