–Bukankah setiap rasa hadir karena terbiasa?–
Happy Reading 🌼
Entah kesialan apa yang menimpa Friza hari ini. Setelah kejadian topeng monyet tadi, Friza dan Alea kembali melanjutkan perjalanannya menuju sekolah. Namun, tiba-tiba ban motornya kempes karena terkena paku. Beruntungnya, jarak antara tempat bam motornya kempes dan sekolahnya sudah tidak terlalu jauh sehingga masih bisa ditempuh dengan jalan kaki.
Tapi, sesampainya disana ternyata pagar sudah ditutup sejak lima menit yang lalu. Ya, dan sekarang keduanya sedang dituntun menuju gudang sekolah oleh Bu Ani–guru killer di sekolahnya untuk menerima hukumannya karena terlambat. Friza dan Alea diberikan hukuman membersihkan gudang yang kotornya luar biasa.
“Pokoknya ini semua gara-gara lo, tau nggak!?” bisik Alea pelan sembari menatap sebal ke arah Friza.
“Lo nggak sadar apa? Ini semua juga karena lo. Coba tadi lo nggak suruh gue berhenti cuman buat lihatin topeng monyet, pasti kita nggak bakalan terlambat,” balas Friza tak kalah tajam.
“Tapi kan kalau motor lo nggak kempes kita pasti nggak bakalan terlambat.” Alea masih tak mau kalah dari Friza.
“Nggak. Yang jelas ini semua salah lo.”
“Enak aja ini salah lo ya Friza.”
“Salah lo.”
“Lo.”
“Ini salah lo Alinea.”
“Nggak ini buk–“
“HEI!? NGAPAIN KALIAN MALAH BERDEBAT?” tanya bu Ani dengan matanya yang melotot. Awas bu nanti matanya keluar kan berabe. Eh, enggak deh, canda bu.
“Sekarang kalian bersihkan gudang ini sampai bersih, pokoknya harus sampai kinclong,” ujar bu Ani dengan raut wajah yang sudah kembali normal.
“Iya Bu,” jawab Friza dan Alea bersamaan.
Keduanya mulai menjalankan hukumannya. Friza memindahkan barang-barang agar lebih mudah dibersihkan dan Alea yang menyapu lantai gudangnya. Sesekali sifat jahil Alea muncul, gadis itu terkadang mencolek debu yang ada pada barang-barang di gudang itu pada pipi Friza. Sedangkan Friza, responnya hanya cuek sampai akhirnya Alea berhenti sendiri menjahilinya.
“Uhuk ... Uhuk ...” Beberapa kali Alea terbatuk-batuk karena banyaknya debu yang ada di gudang itu.
“Lo nggak bawa masker?” tanya Friza karena sedari tadi Alea tidak berhenti terbatuk. Alea hanya menggelengkan kepalanya sembari tersenyum.
“Friza, liat deh bingkai foto itu aestetik banget kan?” ujar Alea dengan mata berbinar menatap bingkai yang menggantung pada dinding gudang. Namun, Friza tak merespon. Lelaki itu tetap fokus membersihkan debu yang ada pada barang-barang di gudang.
Alea mengedarkan pandangannya mencoba mencari alat tumpuan untuk mengambil bingkai itu karena Friza pasti tidak mau mengambilkannya bingkai itu. Alea melihat sebuah kursi yang sudah rusak di ujung gudang. Alea berpikir kursi itu mungkin masih kuat dan bisa dijadikan tumpuan karena rusaknya tidak parah.
Tanpa ragu, Alea mulai naik ke kursi yang dia ambil tadi, jantungnya berpacu dengan cepat seiring dengan tangannya yang berusaha menggali bingkai yang sudah ada di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion
Teen Fiction-Bukankah setiap rasa hadir karena terbiasa?- "Ada tiga hal yang paling gue suka dalam hidup gue. Pertama gangguin Friza, kedua jahilin Friza dan ketiga godain Friza."- Alea Zaleandra Reygan "Ada tiga hal yang gue nggak suka dalam hidup gue. Pertama...