5. Dandelion

18 3 2
                                    

–Bukankah setiap rasa hadir karena terbiasa?–

Happy Reading 🌼

Alea berlari-lari kecil memasuki rumah Friza. Di ruang tamu, sudah ada Bunda Riana yang sedari tadi menunggunya. Alea tersenyum sembari menghampiri Bunda Riana yang kini merentangkan tangannya bersiap untuk memeluk Alea.

Dengan cepat, Alea berlari memeluk Bunda Riana. “Kamu kenapa lama banget sih sayang?” tanya Bunda Riana melepaskan pelukannya.

“Penyakit kebonya kumat Bun.”

Bukan, bukan Alea yang menjawabnya tapi Friza. Lelaki itu kini sudah ada duduk di sofa yang ada di ruang tamu.

“Ya udah nggak apa-apa. Eh tapi kok malam ini kamu wangi banget sih?” Bunda Riana kembali bertanya sembari mengendus mencium Alea.

“Eng ... Alea–“

“Dia habis mandi kembang sepuluh rupa, makanya baunya kek gitu.”

Lagi dan lagi, Friza kembali menjawab pertanyaan dari Bunda Riana. Padahal kan seharusnya Alea yang menjawabnya.

“Ish ... Lo apa-apaan sih? Kan Bunda Riana nanya gue bukan lo,” ujar Alea dengan kesal.

“Emangnya kenapa? Bunda, Bunda gue jadi bebas dong kalau gue mau jawab pertanyaan dia.” Friza berlalu menuju ke meja makan tempat dimana Ayahnya kini sudah berada bersama adik perempuannya.

“Friza!?”

“Kita ke meja makan ya sayang. Kamu pasti udah lapar kan.” Bunda Riana merangkul Alea dan membawanya ke belakang.

Alea duduk di samping Friza, tatapan matanya masih menatap tajam ke arah Friza yang sedang bermain handphone. Friza yang menyadari bahwa sedari tadi Alea terus menatapnya, mengambil garpu yang ada di hadapannya.

“Berhenti natap gue, atau gue colok mata lo pake garpu.” Friza menggoyangkan garpu itu dengan gerakan seolah-olah ingin menusuk gadis di hadapannya ini.

“Udah, kalian jangan bertengkar di hadapan makanan,” tegur Ayah Kaisar dengan lembut.

Alea mengalihkan pandangannya dari Friza dan fokus pada makanan yang ada di depannya. Ada ayam goreng, sayur sop, tempe bacem dan sambel.

“Bunda, Cila mau duduk dekat kak Lea!?” ujar Cila–adiknya Friza yang baru berumur tujuh tahun.

“Sini-sini, dekat kakak Lea.” Mendengar respon dari Alea, gadis kecil yang kerap disapa Cila itu kemudian turun dari kursinya dan kini duduk di samping Alea.

“Kak Lea, Cila mau disuapin,” pinta gadis itu dengan wajah lucunya. Alea terkekeh gemas, sedetik kemudian Alea mencubit pipi tembam Cila yang membuatnya mengadu kesakitan.

“Cila disini aja sama Bunda ya, kasihan Kak Alea dia kan juga mau makan,” ujar Bunda Riana.

“Nggak apa-apa kok Bunda, Cila disini aja. Sini nasinya biar Alea suapin.” Bunda Riana memberikan piring yang sudah berisi nasi beserta lauk untuk Cila.

Dengan senang hati, Alea menyuapi Cila. Sesekali, Alea melontarkan candaan yang membuat Cila tertawa cekikikan. Tak lupa juga Alea memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Alea menikmati masakan buatan bunda Riana, masakannya memang selalu enak dan membuat siapa pun pasti ingin nambah lagi. Nggak percaya? Buktinya Alea saja sudah dua kali nambah.

DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang