03

14 2 0
                                    

Happy Reading 💙

Dibawah pohon yang rindang, tepatnya di belakang sekolah. Tiga murid laki-laki sedang duduk dikursi panjang hitam besi yang sudah sedikit berkarat. Ketiganya tengah duduk bersisian.

"Gimana?" seorang laki-laki berjaket jeans itu lebih dulu membuka suara.

"Aman." jawab Rizan santai, matanya masih menatap lurus kearah depan.

"Lo yakin Zan?" tanya laki-laki satunya.

"Liat aja nanti." jawab Rizan santai.

"Waktu lo buat dapetin dia sisa sebulan lagi, kalau lo kalah, lamborghini lo buat gue." peringat laki-laki berjaket jeans itu diikuti tawa kecil setelahnya.

Rizan tersenyum simpul. "Liat aja nanti, kalau gue menang rumah baru lo buat gue." ujar Rizan.

"Gue gak ikut-ikutan ya, gue cuma liatin kalian aja." ucap laki-laki satunya.

"Iye." jawab Rizan dan laki-laki berjaket jeans itu bersamaan.

Tanpa mereka sadari, sebenarnya dari awal memulai pembicaraan ada seseorang dari kejauhan yang mendengarkan mereka. Dia mengepalkan tangannya kuat-kuat menahan amarah.

"Bajingan!" ucapnya dalam hati.

🐼

Sore harinya sekitar pukul 17.00 Alviera masih duduk di halte sekolahnya yang sudah sepi. Sekolahnya sudah bubar saat pukul 15.30, namun sampai jam segini Alviera belum juga pulang. Ia masih menunggu kedatangan Bastian, kakak laki-lakinya. Saat pukul 16.00 Bastian mengirimi pesan chat pada Alviera bahwa dia baru saja otw menuju sekolah Alviera. Namun mengapa sampai sekarang belum terlihat tanda-tanda kemunculan Bastian? Padahal jarak dari kampus Bastian dengan sekolah Alviera tidak terlalu jauh, hanya membutuhkan waktu tiga puluh menit saja, apa jangan-jangan Bastian terhalang oleh macet? Rasanya tidak, lokasi kampus Bastian dengan sekolah Alviera tidak pernah macet. Pikiran Alviera mulai negatif, ia khawatir Bastian kenapa-kenapa, sebelumnya Bastian tidak pernah menjemput Alviera selama ini. Dengan tangan yang gemetar, Alviera mengirimkan banyak pesan chat pada Bastian, namun dilayar handphonenya malah tertera ceklis satu, pertanda bahwa ponsel Bastian sedang tidak aktif. Pikiran Alviera terus bertanya-tanya, dimana Bastian sekarang? Apa dia baik-baik saja? Karena rasa khawatir Alviera semakin meningkat, akhirnya ia memutuskan untuk menghubungi Bastian melalui panggilan telepon biasa. Saat ditelepon biasa ternyata nomornya tidak aktif, pikiran Alviera semakin kacau, keringat dingin mulai mengucur dipelipisnya. Tangan dan kakinya semakin bergetar, wajahnya pucat, dan langit pun semakin lama semakin menggelap.

Tiba-tiba terdengar bunyi klakson mobil, wajah Alviera yang sempat menunduk akhirnya terangkat dan menatap ke arah depan, keningnya mengkerut saat ia melihat sebuah mobil yang sepertinya tak asing bagi Alviera. Dan ya, benar saja. Tenyata mobil itu adalah milik Rizan, Alviera melihat kaca mobil depan terbuka dan menampilkan wajah datar Rizan, namun selang beberapa detik kemudian wajah itu berubah saat senyum manis terbit. Alviera masih diam ditempat sambil menatap Rizan yang juga sedang menatapnya.

"Ngapain lo duduk disitu sendirian? Udah kaya gembel aja."

Alviera memutar bola matanya malas saat Rizan melontarkan pertanyaan tak bermutu itu.

"Ditanya malah diem." ucap Rizan yang masih memperhatikan Alviera dari dalam mobil.

"Ngamen." jawab Alviera asal.

APRIL { SLOW UPDATE }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang