Ayo pergi, Pa!!
-Yellow-
Terakhir yang Yellow adalah pintu bilik toilet yang tertutup kencang di belakangnya, terakhir yang Yellow ingat adalah tawa kejam menusuk telingah, tawa penuh kebencian itulah yang terakhir ia dengar sebelum telinganya berdenging dan akhirnya senyap bersama matanya yang tertutup rapat.
Dan terakhir yang Yellow rasakan adalah sakit di sekujur tubuhnya, dadanya ngilu dan nyeri di perutnya. Rasa sakit itu juga menjadi akhir yang ia rasakan saat itu. Kini rasa sakit itu tak lagi dia rasakan, telinganya juga tak lagi mendengar tawa menyakitkan itu yang ada hanya bunyi bib kecil di samping ranjang pesakitan yang kini ia tempati.
"Maa.."
Suaranya keluar serak mungkin karena habis ia pakai berteriak ketika orang-orang itu datang menyeretnya kedalam bilik toilet sekolah lalu memukulnya tanpa belas kasihan. Mengingat hal tersebut membuat airmatanya kembali mengalir deras, rasa sakit dan semuanya seakan kembali ia rasakan, ujaran kebencian itu seakan kembali dia dengar. Semuanya seakan kembali di putar ulang.
"Loe tuh ya udah gue bilangan jangan deketin Biru, jangan deketin Violet tapi masih aja tau. Loe gak punya kuping atau emang loe gak punya malu hah??!!"
"Jangan karena hari ini loe pentas dan banyak yang suka sama akting norak loe itu, loe jadi ngerasa di atas angin ya anjing. Sekali sampah tetap aja sampah!!"
"Loe ada masalah apasih sama gue? Gue gak ada urusan sama kalian. Gue mau pulang"
"Diem!! Mulut sampah loe itu gak pantes buat ngomong sama gue. Sekarang loe rasain aja akibatnya loe gak ngedengerin gue"
"Maksud loe apa??"
"Diem!! gue bilang diem ya anjing!! Hajar guys!!"
"Ahhh Mama sakit Ma, tolong. Maa tolongin Yellow. Papa!!"
Yellow memberontak di ranjang pesakitan, tangan terulur seakan meminta pertolongan. Bayang-bayangan saat di toilet tadi terus berputar diotaknya. Dia seakan kembali lagi berada disana bahkan rasa sakitnya masih begitu segar dirasakannya.
"Papa!! Bawa Yellow pergi, Pa. Tolong. Papa!!"
Yellow terus berteriak memanggil Mama dan Papa, selang infus ditangan terlepas hingga berdarah tak ia pedulikan, tangannya masih terulur menggapai apa saja yang bisa ia gapai. Apa saja dan siapa saja yang bisa membawanya pergi dari rasa sakit ini.
"Yellow nak. Kakak ini Papa sayang. Tenang ok. Yellow sayang, ada Papa, Papa di sini"
Yellow dapat merasakan tangan besar yang menangkup tangannya kemudian dekap hangat mengukung tubuhnya. Yellow balas mendekap pelukan itu, tangan kecilnya meremat kuat baju bagian belakang Papa.
"Pa, Ayo pergi Pa. Bawa Kakak pergi Pa. Kakak gak mau di sini. Ayo bawa Kakak pergi. Pa" pinta Yellow.
Tak ada yang bisa Papa katakan. Yang Yellow rasakan Papa hanya mengeratkan pelukannya, ia juga bisa merasakan bahunya basah, bahu lelaki itu bergetar sebagai tanda bahwa Papa juga menangis karenanya.
"Papa, maafin Yellow. Yellow minta maaf. Jangan benci Yellow Papa. Yellow minta maaf. Ma-af"
Yellow semakin mengeratkan pelukannya pada Papa, menumpahkan kesedihannya di dada Papa. Membiarkan air matanya mengalir deras membasahi kemeja yang Papa kenakan. Hingga rasa kantuk itu membuatnya terlelap di pelukan Papa.
"Ayo... Pa. Kakak... Ikut... Apa... Kata.. pa.. pa"
Mata Yellow terpejam, menyambut dunia yang lebih baik daripada dunia nyata yang terlalu banyak menyakitinya.
"Ya, Nak. Papa akan bawa Kakak kemana pun kakak mau. Ayo pergi, nak kita bisa gapai mimpi kamu. Mulai sekarang Papa akan selalu ada buat kamu"
Papa membaringkan Yellow kembali, mendaratkan kecupan di puncak kepala putrinya, menghapus tetesan airmata di pipi Yellow untuk kemudian beranjak memanggil dokter dan suster yang sedari tadi menunggu di luar.
Papa akan membawa Yellow pergi dari sini, Papa membawa putrinya menggapai apa pun impian putrinya. Mulai sekarang tidak akan ada yang bis mengganggu putrinya. Papa jamin itu.
Palembang, 08 Januari 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay Or Gone ✓
FanfictionBertahan di sisi kalian adalah hal paling memyenangkan namun juga menyakitkan dalam waktu bersamaan, aku harus apa?? Yellowiana Al-lubis