6. Phobia

8 0 0
                                    

"Astaghfirullah Hanin, kue punya mama penuh semut gini. Tapi masih bisa dimakan sih."

Ini adalah suara milik mama, seharusnya mereka sarapan tapi  melihat kue yang penuh semut membuat mama lebih baik mengabaikan kue itu.

Mama menuju dapur, ingin memasak nasi goreng untuk sarapan. Sedangkan Hanin yang mendengar namanya disebut mendekati mama.

"Ada apa ma?"

"Ini penuh semut. Kayaknya gak ketutup rapat malam tadi."

"Yasuda Hanin ke depan dulu Ma, ngebersihin semutnya." Hanin mengambil toples kue dan menuju teras. Tangannya bergerak membuka, mengusap-ngusap kue agar semutnya pergi.

Namun, perutnya bergejolak. Ada rasa mual saat Hanin melihat begitu banyak semut di sana. Bahkan setiap ada satu semut yang berjalan mendekat dia menjauh.

"Aaa, jauh jauh sanaa ih. Aduh..."

"Apaan sih, cuman semut juga," kata Zaid yang tiba-tiba muncul dengan seragam merah putih  rapi serta rompi bermotif batik. Dia berjongkok menepuk nepuk toples agar semut di sana keluar.

"Bang Zaid, nitip bentar. Hanin mau ke hammam."

"Ehh..." Zaid meneruskan apa yang dilakukan Hanin. Tidak berapa lama munculah sang pelaku.

"Kenapa sih sampai mual gitu? Takut sama semut, heran."

"Salah kalau Hanin takut semut? Bang Zaid aja takut sama boneka. Padahal kan boneka cuman mainan." Skakmat. Tentu saja semua orang punya ketakutannya masing-masing.

"Ihh, abang aja. Kamu sampe muntah gitu masih aja lanjut." Zaid menepuk tangan Hanin yang ingin mengambil kue.

"Hanin cuman gak mau mama sedih. Dulu mama pernah cerita bahwa Hanin suka naik bianglala padahal mama takut sama ketinggian. Jadi Hanin harus berusaha juga." Dia mengambil kue terakhir dan membersihkannya. Semut sudah tidak ada lagi. Ya mungkin ada tapi sisa beberapa ekor saja.

"Masyaa Allah, ayo kita sarapan. Anak-anaknya mama." Ternyata mama sudah mendengarkan apa yang dibicarakan Hanin dan Zaid. Sekarang saatnya mereka sarapan dan menuju sekolah.

"Siap mama, oh iya hari ini masak apa?" Zaid berlari menuju meja makan yang telah terisi beberapa piring di sana. Tidak lupa pula ada papa yang harus bersedia repot memasukan suapan suapan tersebut pada Ulfah dan Uwais.

"Yeyy, nasi goreng keju. Zaid sayang mama."

Memiliki rasa takut memang wajar. Yang tidak wajar adalah tetap membiarkan ketakutan itu menguasai. Apalagi kalau menyangkut orang terpenting.

"Sayang mama." Hanin memeluk mama, tidak ingin melepaskan. Rupanya mama peka dan menggendong hanin.

"Sayang Hanin dan Zaid juga."

"Mama kok gak sayang Khalid?" Khalid berhenti menyuapkan nasi. Bibirnya manyun, cemburu tentang hal sepele tersebut walaupun dia tahu. Tahu bahwa mama sayang semua anak-anaknya.

Look it Mom!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang