Chapter 5 : HUKUMAN

44 8 4
                                    

Emosi Andri memuncak saat melihat adiknya tergeletak tak sadarkan diri di atas tempat tidur yang sudah berantakan tak berbentuk. Ia bahkan tak bisa membayangkan hal buruk yang telah dialami oleh adiknya.

Danial tak mampu mengelak di hadapan Andri dan Arman, sementara Ammar segera menutupi tubuh polos Adiknya dengan bedcover tebal lalu melarikannya ke rumah sakit. Tatapan setajam elang seolah membuat seluruh darahnya membeku. Ini pertama kali baginya berhadapan langsung dengan dua bersaudara yang terkenal bengis itu. Ia baru menyadari bahwa rumor yang didengar selama ini bukan sekadar kabar angin.

"Ternyata loe bukan orang yang sayang nyawa yah. Berani-beraninya loe nyentuh adik gue b*ng**t" Andri sudah mulai melayangkan bogem mentahnya kepada Danial.

"Gue akuin loe emang cukup bernyali karena berani nyari masalah sama gue, bahkan berani nyentuh keluarga gue. Gue harus kasih hadiah apa yah buat nyali loe ini?"

"Nggak ada gunanya buang-buang waktu buat ngomong sama dia kak. Lebih baik kita langsung habisin aja dia sekarang."

Arman langsung mengeluarkan senjata api yang memang selalu tersembunyi di dalam saku jasnya.

"Gue masih berbaik hati sama loe, jadi gue kasih kesempatan loe pilih, mau gue tembak di jantung, atau di kepala?"

Danial membeku. Ia baru sadar sedang bermain dengan orang yang salah.

"Sialan... Cewek brengsek itu pasti udah jebak gue." Batinnya sesal.

"Tapi kayaknya kalau loe langsung mati, nggak akan bisa bayar penderitaan adik gue. Loe udah hancurin hidup adik gue kan? Sekarang loe bakalan lihat orang yang paling berharga buat loe hancur."

Entah Danial harus bersyukur karena ia masih dibiarkan hidup, atau ia harus ketakutan karena pada akhirnya, dia akan dibiarkan mati pelan-pelan atau bahkan lebih parah, merasakan kehidupan yang jauh lebih kejam dari kematian. Danial mengutuk dirinya sendiri karena percaya begitu saja pada iming-iming yang ditawarkan Rhea.

Arman berlalu pergi disusul Andri meski dengan berat hati. Andri tidak habis pikir dengan jalan pikiran kakak sulungnya. Ia benci meninggalkan pekerjaan yang belum selesai.

"Loe ngapain sih kak biarin dia hidup? Loe nggak liat apa yang udah dia lakuin ke Andini? Dia udah hancurin Andini. Dia udah rebut kehormatan Andini." Protes Andri ketika sudah duduk sempurna di kursi kemudi mobil sportnya, sedang Arman tepat di sampingnya.

"Justru kematian aja nggak akan cukup buat dia Dri. Kalau dia berani hancurin hidup Andini, gue akan buat hidupnya hancur sehancur-hancurnya. Dia akan datang dan memohon sama kita buat dibunuh dari pada harus jalani hidupnya. Itu adalah hukuman yang paling berat yang bisa dirasakan sama dia. Gue udah minta sama asisten gue untuk kumpulin informasi tentang dia dan ini bakalan cukup buat dunianya runtuh seketika. Dia nggak akan punya tempat untuk lari atau sembunyi."

"Kita liat aja nanti hukuman yang loe kasih. Kalau sampai itu nggak berarti apa-apa buat dia gue sendiri yang bakalan nembak kepalanya."

"As you wish. Hal terpenting sekarang adalah keadaan Andini. Gue udah dapat shareloc nya Ammar"

Andri melajukan mobilnya menuju titik lokasi Ammar. Mereka tiba setelah 30 menit membelah jalanan. Beberapa kali Andri memaki di jalanan ketika dia harus rela terjebak dalam kemacetan parah karena sebuah kecelakaan.

"Gimana kondisi Andini?"

Ammar hanya menggeleng sebagai jawaban.

"Dokter lagi nanganin dia dan sampai sekarang belum ada kabar. Loe udah dapat kabar dari Rhea?"

"Rhea kabur. Gue belum berhasil lacak keberadaan dia sekarang."

"Cowok brengsek itu?"

"Kak Arman biarin dia hidup." Andri rupanya masih kesal dengan keputusan yang dibuat oleh kakak sulungnya.

Sementara jawaban Andri tak menimbulkan pertanyaan apapun di benak Ammar. Ia tahu betul bahwa hukuman terberat yang dapat diberikan oleh Arman adalah membiarkan musuhnya tetap hidup hingga mengemis akan kematiannya.

"Rencana loe apa kak?" Tanya Ammar yang rupanya mulai penasaran

"Dia berani nyentuh Andini, kalau gitu kita juga harus main-main sama keluarganya kan?" Arman tersenyum, namun percayalah, tak ada yang ingin melihat senyuman seperti itu dari Arman. Karena sekali ia tersenyum sinis, maka itu artinya seseorang dapat kehilangan hidupnya.

"Maksud loe?"

"Danial punya adik tiri yang dia sembunyikan. Nggak ada yang tau soal keberadaan adiknya karena anak itu adalah anak haram papanya. Kayaknya loe punya mainan baru Ndri."

"Kalau loe mau buat anak itu ngerasain hal yang dirasa Andini, gue nggak setuju kak." Andri mengernyit ketika mendengar tentangan Ammar.

"Maksud loe apa kak?"

"Loe pikir bakal sekuat apa mental seorang cewek kalau kehilangan kehormatannya? Itu sama aja bunuh dia secara perlahan. Dia nggak ada urusannya sama masalah kakaknya."

"Tapi Andini juga nggak ada urusannya sama masalah kita. Kenapa dia bisa ngorbanin Andini tapi nggak bisa ngorbanin adiknya? Andini udah kehilangan masa depannya kak, dan semua itu karena laki-laki brengsek itu"

"Andini nggak akan kehilangan apapun selama kakak-kakaknya ada di samping dia. Dan itu juga yang akan terjadi sama Danial dan adiknya. Buat Danial, kedudukan dan kehormatannya jauh lebih penting dari apapun. Orang macam Danial yang bisa ngerusak cewek baik-baik hanya karena iming-iming materi pasti nggak nganggap keluarganya seberarti itu."

"Ammar benar. Loe ada rencana lain?"

"Buat saham perusahaannya jatuh, akuisisi perusahaan itu seperti yang loe lakuin ke Rhea. Tapi, perusahaan itu akan tetap jadi milik keluarga Danial dengan syarat mereka harus mutusin semua hubungan mereka sama Danial. Bilang aja kalau kita nggak mau berurusan sedikitpun sama Danial. Kita liat seberapa kuat hubungan yang mereka punya. Mereka bakalan pilih perusahaannya, atau anak kandungnya sendiri?"

"Kalau akhirnya mereka pilih Danial dan lepas perusahaannya?" Tanya Andri yang sepertinya merasa paling polos. Maklum saja, Andri terbiasa menyelesaikan masalah dengan otot dari pada otaknya.

"Kalau pada akhirnya itu jadi keputusan mereka, kita tinggal ekspose semua rahasia mereka ke media. Termasuk soal penggelapan pajak, keterlibatan mereka soal kasus suap menteri, pasar gelap, dan lain-lain. Dalam sekejap, keluarganya berantakan, bisnisnya hancur, dan dia bakal kehilangan segalanya. Rhea hanya kehilangan ayahnya, tapi perusahaannya masih mungkin untuk dipulihkan karena di kasus kemarin, perusahaannya nggak benar-benar menghilang. Hanya pencabutan izin operasional. Tapi akan beda halnya sama Danial yang memang kehilangan segalanya."

"Kalau otak loe se-encer itu, kenapa nggak gabung di kantor aja sih? Betah amat di resto." Arman sangat jarang mengeluarkan pujian. Pujian hanya akan ia berikan kepada orang yang dianggapnya tepat untuk menerima itu. Bukan sekadar basa-basi.

"Karena Andini selalu suka sama resto. Gue cuma mau dia punya tempat bermain yang nggak ada hubungannya sama bisnis loe. Kantor nggak akan lepas dari bisnis underground loe. Gue cuma mau selalu hadir buat Andini biar dia nggak ngerasa kekurangan kasih sayang atau perhatian. Kalau hanya materi yang kita kasih, itu nggak akan bisa jamin dia bahagia."

Tak lama kemudian, pintu ruang perawatan telah terbuka, dan keluarlah seseorang dengan jas putih khasnya.

"Gimana kondisi Andini?"

"Ada cedera di bagian vitalnya karena kekerasan seksual yang dia alami. Kayaknya dia diperkosa. Selebihnya nggak ada masalah. Gue pikir dia mengalami syok berat dan kelelahan yang buat dia jadi pingsan. Andini perlu psikiater, Mar. Saran gue, kalian harus selalu dampingi dia sampai dia sadar. Gue akan buat janji sama psikiater kenalan gue setelah kondisi Andini membaik."

"Thanks La."

"Gue tau betul bakal sehancur apa perasaannya kalau tau alasannya dirawat di sini. Tapi Andini anak yang kuat. Apalagi dia punya 3 orang ksatria yang akan selalu siap jagain dia."

"Gue hutang budi sama loe La."

"Anggap aja ini balasan buat hutang budi gue ke kalian. Kalau nggak ada kalian, mungkin sekarang gue udah mati. Mendingan sekarang kalian masuk. Jangan sampai Andini bangun tanpa kalian di ruangan."

Andri langsung memasuki ruang rawat itu disusul oleh Arman, sedang Ammar masih menatap punggung Layla, seorang wanita yang merupakan sahabat sekaligus bisa dibilang cinta pertama Ammar.

To be continued

Me and My MusketeersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang