9. Selalu Ada Peristiwa

324 46 0
                                    

Mohon maaf, Kawan, babnya tidak berurutan. Pastikan ini lanjutan dari bab terakhir yang kalian baca ya🤗

*****

Leta sungguh tak paham dengan Naren yang seolah tak punya rasa lelah untuk mengikutinya. Gadis itu pikir, ketika tadi ia mengiakan ajakan Naren, lelaki itu akan meninggalkannya usai sampai di depan toko buku. Namun, dugaannya salah. Hingga kini, Naren masih saja mengikutinya. Bersikap seakan tahu banyak mengenai buku-buku dan menyarankannya untuk membeli beberapa.

Leta berhenti di depan rak berisikan novel. Ingin membeli, tetapi takut jika ketahuan oleh ayahnya. Sudah cukup novel-novel yang ia beli semasa SMP disingkirkan darinya oleh sang ayah. Mengharuskan ia membaca di perpustakaan sekolah jika sedang ingin.

Gadis itu menarik kedua ujung bibir ketika menemukan sebuah novel karya penulis favoritnya. Ia mengambilnya, membaca deskripsi cerita sekilas sebelum ditaruhnya kembali.

“Lo suka?”

Leta menoleh ke belakang ketika suara Naren terdengar. Cukup anggukan singkat ia beri untuk menjawab pertanyaan lelaki yang kini berdiri di hadapannya, tengah menumpukan sebelah tangan pada rak buku.

“Itu favorit gue. The best book in the world, penulisnya cantik maksimal.”

Leta merotasikan kedua bola matanya ketika lagi-lagi Naren melempar pendapat yang tak jauh beda dari sebelum-sebelumnya. “Semuanya aja lo kata cantik.”

“Cemburu?” Naren menaik-turunkan alisnya bersamaan dengan bibirnya membentuk lengkungan.

“Big no!” ucapnya sebelum berbalik dan menuju kasir untuk membayar.

Naren mengikuti langkah Leta usai mengambil sebuah novel yang diperhatikan gadis itu beberapa saat lalu. Mereka berhenti si tempat pembayaran. Leta menyerahkan dua buku yang ingin ia beli. Membayarnya usai kasir memperlihatkan total harga untuk buku-buku itu.

“Saya beli ini.” Naren berucap kemudian meletakkan novel yang diambilnya ke depan kasir.

Leta memandang Naren. Mencari raut tak serius di wajah lelaki itu, tetapi tak ia dapati. “Lo beli buat siapa?” tanyanya lirih. Namun, tak lantas Naren menjawab. Lelaki itu mengajak Leta keluar usai membayar buku yang dibelinya.

“Gue beli buat ….” Naren menggantung ucapannya. Tatapannya terarah pada Leta yang berdiri di sampingnya. “Buat gue lah, masa buat elo,” lanjutnya seraya terkekeh kecil.

Leta hanya mengangguk-anggukkan kepala. Padahal ia sudah berpikir sangat dramatis jika Naren membelikan novel itu untuknya.

“Tapi kalo lo mau pinjem, boleh. Atau lo mau baca duluan? Nih.” Naren menyodorkan novel di tangannya ke hadapan Leta. “Ceritanya tentang seorang ibu yang berjuang buat keberlangsungan hidup anaknya, tapi dengan cara yang enggak pernah kita bayangin.”

Leta tak lantas menerima buku yang Naren sodorkan. “Lo udah pernah baca apa cuma sok tau sih sebenernya?”

“Gue ramal aja sih.”

Leta mendengkus. Tak lagi ingin menyambung pembicaraan, gadis itu melangkahkan kaki menuju pinggir jalan raya. Berniat menunggu angkutan yang akan mengantarnya ke rumah. Namun, seperti dugaannya, Naren tak membiarkan hal itu terjadi.

Lelaki yang sudah siap dengan motornya itu berhenti di samping Leta. Masih menawarkan gadis itu terkait novel yang baru saja dibelinya. “Nih, lo baca dulu, entar kalo udah selesai balikin ke gue.”

Leta ragu. Antara ingin dan takut jika sampai ketahuan oleh ayahnya nanti. “Enggak usah deh. Gue enggak boleh baca novel sama bokap.”

“Ya udah, besok gue bawa biar lo bisa baca di sekolah. Yuk, pulang!” Naren memasukkan novel ke dalam tas selagi meminta Leta segera naik ke jok belakang. Tak didapati tanggapan, Naren mengembuskan napas lelah. Gadis di sampingnya itu benar-benar memiliki gengsi setinggi langit. “Mau nunggu angkutan umum? Udah sore gini bakal susah. Cepetan naik!”

Stagnasi✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang