Bab 14: Malam Yang Indah

1.5K 40 6
                                    

Beberapa blok dekat kost Dewi, hujan deras tiba-tiba turun dan mengguyur kota malam itu. Dimas dan Dewi yang naik motor akhirnya basah kuyup.

Setelah sampai di tempat kost Dewi, dia meminta Dimas untuk meneduh ditempatnya karena hujan semakin lama semakin deras.

Dimas pun masuk dan memarkirkan motornya diparkiran tempat kost Dewi. Usai memarkirkan motornya, Dewi mengajak Dimas masuk ke dalam kamarnya karena diluar sangat dingin. Lalu ia menutup pintu kamarnya agar udara dingin tidak terlalu masuk ke dalam kamarnya.

Dewi menyuruh Dimas untuk duduk di kursi samping ranjangnya sementara Dewi pergi mengambil handuk di lemari untuknya dan Dimas.

"Ini Dim. Bersih kok." Dewi memberikan handuk itu pada Dimas.
Dimas tidak mengambil handuk itu melainkan memegang tangan Dewi.

Dimas bangun dari duduknya dan melangkah mendekat ke Dewi. Ia meletakan tangannya ke pipi Dewi sebelum akhirnya mencium bibir Dewi.

Dewi yang terkejut dengan hal itu spontan menjauhkan kepalanya. Ia menatap mata Dimas yang seakan tatapannya seperti sangat menyukainya. Setelah itu, Dewi kembali mencium bibir Dimas.

"Kamu mau 'itu' malam ini?" tanya Dimas.

"Apa maksudnya 'itu'?" tanya Dewi yang pura-pura bodoh.

"Seharusnya aku nggak perlu jelasin lagi kan? Mau kamu yang buka sendiri atau aku yang bukain?"

"Dimas.."

"Kenapa?"

"Bisa tolong kunci pintunya dulu?" pinta Dewi yang sedang menatap pintu kamarnya.

Dimas menoleh sebentar kearah sana lalu kembali menatap Dewi lalu mereka berdua tertawa kecil bersama. Dimas langsung mengunci pintu kamar Dewi dan menutup gorden jendela kamarnya, memastikan tidak ada yang melihat aktivitas mereka dari luar.

Dimas meletakan kedua tangannya dipinggul Dewi "Seenggaknya kita bisa menunggu sampai baju aku dan celanaku kering. Karena aku nggak akan mau pakai pakaian perempuan." ucapnya sambil melepaskan seluruh pakaiannya. Tubuh atletis dan penis besar seorang pria yang ia suka bisa Dewi lihat secara langsung.

"Kamu ambil aja gantungan baju di lemari aku, nanti gantung aja di pintu, tapi kamu harus peras dulu pakaian kamu kalau begitu nggak akan kering." ucap Dewi sambil perlahan melepaskan pakaiannya.

Dimas melangkah ke lemari Dewi di sudut ruangan untuk mengambil gantungan baju. Setelah ia berbalik badan, ia melihat Dewi sudah berbaring tanpa busana di atas ranjang. Senyum Dewi seakan menggoda dan mengisyaratkan Dimas untuk segera naik ke atas ranjang bersamanya.

"Tunggu, jangan mulai tanpa aku." kata Dimas sebelum berjalan ke toilet untuk memeras basahan di pakaiannya.

Usai menjemur semua pakaiannya yang basah, ia langsung naik ke atas ranjang.

Dimas menindih Dewi yang terlentang diatas ranjang. Dia mencium leher Dewi lalu turun ke dada dan turun lagi ke sampai bawah perut. Semua itu dilakukan sebagai penetrasi.

Rasa penasaran akan merasakan tubuh seorang pria tampan yang telah lama ia suka akhirnya terwujud, ia bukan hanya bisa merasakan penis besar Dimas di dalam mulutnya tapi juga merasakan di dalam vaginanya.
Sesuatu yang tidak semua wanita bisa rasakan ketika bersama Dimas.

Dewi terus mendesah bersama Dimas ketika mereka melakukan itu. Dia begitu menikmati setiap aktivitas yang dilakukan Dimas padanya. Ada sedikit rasa kaget baginya ketika mengetahui rasanya agak sedikit menyakitkan ketika diawal.

"Kamu mau coba diatas, sayang?" tanya Dimas sambil menatap Dewi dengan napas tergesa-gesa.

Dewi pun mengangguk dan langsung bertukar posisi. Dimas berbaring diranjang dan Dewi yang berada diatasnya. Dewi melakukan aktivitas seperti yang Dimas lakukan tadi.

Selang lima menit setelah mereka bertukar posisi akhirnya mereka sampai di titik klimaks.

"Aku mau keluar." kata Dimas sambil melirik ke Dewi dan ke penisnya secara bergantian.

Dewi yang tidak mengindahkan ucapan Dimas itu pun tetap melakukan aktivitasnya sampai Dimas mendesah dengan keras tapi disaat yang sama ia meminta Dewi untuk bangun dari posisinya. Tapi terlambat, Dimas telah ejakulasi didalam. Dan sekarang hal itu membuat Dimas menjadi cemas.

"Kenapa kamu nggak dengerin aku. Sekarang gimana ini?" ucap Dimas usai Dewi bangun dari atas tubuh Dimas.

Dewi terlalu menikmatinya sampai lupa dengan hal itu. Dimas yang cemas kalau hal yang ia takutkan itu akan terjadi dengan Dewi terus menerus memarahi Dewi.

"Dewi, itu kamu nanti gimana?" tanya Dimas.

"Tenang sayang. Kamu nggak usah terlalu khawatir ya." jawab Dewi sambil memegang pipi Dimas. "Aku mandi duluan ya." kata Dewi sambil bangun dari ranjang dan berjalan ke toilet.

Dimas menepuk dahinya dan mencoba menenangkan dirinya sambil rebahan di ranjang. Disaat sedang mencoba santai, ponselnya berbunyi. Ia langsung bangun dari ranjang untuk mengambil ponsel yang dia letakkan di meja dekat jendela sebelum memeras pakaiannya tadi.

Ratih. Nama penelepon yang tertulis di layar ponsel Dimas. Dimas merubah mode diam diponselnya dan meletakannya kembali karena merasa malas untuk menjawab dan berusaha mengabaikannya.

Ia kembali mengambil posisi tengkurap di ranjang. Cuaca yang sejuk membuatnya menjadi mengantuk dan langsung terlelap dalam kondisi yang masih tanpa pakaian.

Setelah Dewi selesai mandi dan hendak menyuruh Dimas untuk mandi, Dewi melihatnya tertidur pulas diatas ranjang sambil mendengkur. Cuaca dingin akan membuat dia sakit bila Dewi membiarkan dia tidur dalam kondisi tanpa pakaian. Dewi menarik selimut yang ditiban Dimas dengan kakinya dan langsung menutupi seluruh badan Dimas. Setelah itu dia ikut tidur disebelahnya sambil memeluknya. Dan mereka menghabiskan malam mereka bersama sampai hari besok dengan diiringi suara derasnya hujan.

Itu adalah malam terindah bagi Dewi. Satu keinginan terpendam yang awalnya ia pikir mustahil terjadi akhirnya bisa terjadi. Dia hanya perlu menunggu beberapa saat lagi hingga Dimas memutuskan Ratih dan dia akan sepenuhnya memiliki Dimas.

Dimas mendapat tiga panggilan tak terjawab dari Ratih dan sekarang Ratih masih terus mencoba menelepon Dimas. Namun Dimas telah membisukan nada deringnya yang membuat ponselnya seperti terabaikan.

***

"Nyawa korban tidak bisa kami selamatkan." ucap seorang dokter di ruang IGD.

Isak tangis pun pecah dari seorang wanita tua disebelah laki-laki yang terbaring diatas ranjang IGD begitu seorang dokter mengatakan bahwa dia telah meninggal. Ibu itu meneriaki anak laki-lakinya dan berharap ia akan bangun.

Ratih yang baru tiba di rumah sakit, berlari menuju ruang IGD. Walau belum tahu secara pasti namun melalui kaca ruangan, dia sudah bisa membaca situasi di dalam ruangan itu begitu melihat seorang ibu yang ia kenal sedang menangisi anaknya yang sudah ditutupi kain. Tanda kalau orang tersebut telah tiada.

Ratih kembali mengeluarkan ponsel dari tasnya untuk menghubungi Dimas. Tapi dia tetap tidak menjawab panggilan darinya. Dimas tidak tahu kalau sebenarnya Ratih meneleponnya karena ingin memberikan ia sebuah kabar duka.

PELET PEMIKATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang