Bab 16: Pembalasan Dendam Pertama

828 38 5
                                    

Dimas melepas semua pakaiannya dan memasukannya ke dalam keranjang pakaian kotor yang ada di kamarnya. Dia memutar putaran shower dan berdiri dibawahnya. Membersihkan dirinya sepulang dari makam sahabatnya tadi. Sementara air yang membasahinya terus mengguyur tubuhnya dari atas kepala hingga kaki, dia terus mengingat perbincangannya dengan Ratih tadi.

"Ada apa dengan kamu dan Dewi?"
"Kenapa Jaka bilang ada sesuatu antara kamu dan Dewi?"
"Jaka lihat kamu pergi dan dia ikutin kamu."

Dimas mengusap wajahnya. Pernyataan-pernyataan itu terus terngiang di kepalanya. Dia merasa sangat bersalah sebagai seorang sahabat. Dimas terus memukul dirinya sendiri sebagai bentuk penyesalan. Kalau saja ponselnya tidak dia silent tadi malam, mungkin Jaka masih ada di dunia ini. Dia terus menyesali perbuatannya. Air matanya terus menetes bersamaan dengan air yang membasahi tubuhnya.

Setelah selesai mandi, Dimas mengambil handuk yang menggantung di besi pintu kaca kamar mandinya. Ia mengikat handuk itu di bawah perutnya yang menutup hingga ke dengkulnya.

Selepas itu Dimas berkaca di cermin kamar mandi. Melihat dirinya di pantulan cermin dengan mata merah membuatnya merasa sangat payah dan seperti tidak mencerminkan dirinya yang bahkan tidak pernah menangis.

Beberapa saat kemudian ketika ia hendak keluar dari kamar mandinya, ia merasa sangat nyeri di area belakang tubuhnya. Pusat rasa sakit itu ada pada bagian pinggang kiri belakangnya hingga tidak mampu baginya untuk menggerakan bagian itu karena terasa kaku dan sangat nyeri.

Dimas segera kembali ke depan cermin tadi untuk melihat apa yang membuatnya nyeri. Dan ternyata itu adalah luka goresan. Tetapi luka itu seperti sudah mengering karena berwarna kecokelatan. Dimas yakin betul kalau luka ini baru dia dapatkan hari ini. Jika baru seharusnya masih memerah. Dan Dimas juga tidak ingat kapan ia mendapatkan luka ini, apalagi beberapa hari ini dia tidak menyentuh barang-barang yang tajam. Apa mungkin luka ini dia dapatkan saat bermain bersama Dewi tadi malam? Tapi apapun itu, ini hanyalah luka biasa. Dia tidak terlalu mempedulikannya. Dimas pun tidak mengindahkan luka tersebut dan yakin kalau lukanya akan segera sembuh secepatnya.

***

Hari berlalu sangat cepat. Dimas tidak ingin terlalu larut dalam kesedihan. Hidup harus tetap berjalan.

"Lonte!"

"Jablay."

"Ayam kampus."

"Perempuan murahan!"

"Tuh badan udah keekspos, telanjang aja udah."

Seruan beberapa mahasiswa yang mengerumuni lorong. Sangat ramai disana, tepatnya di depan mading. Dimas yang berjalan santai akhirnya mempercepat langkahnya. Ketika sudah dekat dengan kerumunan, ia melihat seorang perempuan sedang menangis sembari mencopot foto-foto tanpa busana yang terpajang memenuhi mading.

Dimas yang melihat foto itu langsung membelalakkan matanya. Foto tanpa busana yang terpajang disana adalah foto pacarnya. Ratih. Dan ternyata Ratih lah perempuan yang sedang mencoba menyingkirkan foto-foto itu dari mading sambil berisak tangis.

"Apa-apaan ini!" teriak Dimas.

Dimas menoleh pada seorang mahasiswa berambut keriting yang tengah memotret mading dengan ponselnya sambil tertawa.

"Woy! Ngapain lo? Hapus atau gue banting hp lo!" ancam Dimas sambil menunjuk wajah orang tersebut.

"Bro! Mau lo hapus nih foto dari hp gue juga percuma. Nih foto udah masuk ke website kampus malah ada yang lebih jelas lagi, video, udah viral dimana-mana." ujar pria itu.

Tangisan Ratih terhenti. Dia berbalik badan dengan pipi basah dan mata yang merah berdiri menatap Dimas dengan kesal yang membelakanginya.

Ratih menarik pundak Dimas untuk membuatnya berbalik badan setelah itu dia langsung menampar pipi keras pipi pacarnya itu hingga tamparannya berbunyi sangat nyaring dan membuat kerumunan hening seketika.

"Puas lo permaluin gue? Puas, Dim?! Apa masih kurang puas?!" bentak Ratih.

Pipi Dimas mulai memerah akibat tamparan tadi namun ia berusaha menahan rasa sakit itu dan juga rasa emosi pada Ratih, namun disaat yang sama ia merasa bingung.

"Setelah lo ngerusak gue, lo mau ngerusak hidup gue juga? Tega lo, Dim. Kita putus." Ratih pergi meninggalkan Dimas. Sambil berjalan tangannya meremas-remas fotonya yang diambil dari mading tadi. Air matanya terus jatuh. Ia merasa sangat malu dan merasa tertindas satu kampus.

Dewi melihat Ratih yang berjalan cepat dan berpapasan dengannya. Mereka saling kontak mata satu sama lain. Indah terlihat begitu sedih. Sedangkan Dewi terlihat biasa saja bahkan sempat tersenyum padanya.

Dewi adalah orang yang menyebarkan luaskan foto itu. Foto yang diambilnya dari galeri ponsel Dimas ketika ia bermalam bersamanya.

Dimas mengoleksi banyak foto dan video vulgar milik Ratih. Mengingat dirinya pernah tertindas oleh perempuan itu, Dewi berniat untuk membalas dendam. Dia menyalin semua foto itu ke ponselnya dan menyebarkan beberapa yang paling hot. Soal siapa yang menyebarkan lewat mading, itu adalah oknum mahasiswa nakal di kampus. Dewi tidak tahu menahu tentang hal itu tetapi dia merasa sangat beruntung pada oknum yang tidak bertanggung jawab itu karena telah membantunya secara tidak langsung.

Dewi berjalan pelan sambil tersenyum jahat. Dendamnya perlahan mulai terbalas. Keinginannya juga mulai terpenuhi. Sebentar lagi Dimas akan menjadi miliknya seutuhnya.

Dimas mengeluarkan ponselnya dan melihat banyak notif dari grup. Rata-rata isinya adalah tentang share foto dan video Ratih.
Dimas mencoba mengunduh salah satu video dan ternyata isinya adalah video vulgar milik Ratih yang terasa familiar di kepalanya.

Dimas memeriksa galeri ponselnya dan ternyata benar, video itu adalah video yang dikirimkan Ratih untuk memuaskan hasrat Dimas secara pribadi. Dan sekarang video itu sudah tidak pribadi lagi, tetapi sudah menjadi tontonan publik, bahkan sudah viral dimana-mana.

Tetapi Dimas merasa tidak pernah menyebarkan video itu kepada siapapun.

"Bro, tuh cewek tadi pacar lo?" ucap teman mahasiswa tadi.

Dimas hanya menoleh padanya dengan tatapan kesal.

"Beruntung banget dong ya, nggak perlu bayar pecun. Tinggal minta langsung dipuasin." ketus dia.

Dimas yang sudah menahan rasa kesalnya sedari tadi pun tidak bisa lagi menahannya, ia langsung mengepalkan tangannya untuk memukul dua pria yang sedari tadi memancing emosinya. Kurang sedetik lagi Dimas maju, tubuhnya tertahan oleh seorang perempuan yang tiba-tiba muncul didepannya untuk menghalaunya. Dewi.

"Jangan, Dim. Stop."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 18, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PELET PEMIKATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang