Bab 5 : Goa Dan Kolam Berendam

1.6K 51 3
                                    

Ningsih berjalan kembali menuju rumah Ki Beneng. Langkah cepatnya sedari tadi nampaknya tidak sia-sia. Ia bisa sampai di rumah Ki Beneng sebelum langit gelap sesuai apa yang diminta Ki Beneng.

Ningsih memberikan selembar foto Dimas pada Ki Beneng. Ki Beneng hanya melihat wajah pria pada foto itu lalu menoleh ke Dewi dan memberikan foto itu padanya.

Ki Beneng membuka pagar besi yang terletak beberapa jarak dari teras rumahnya. Pagar besi itu adalah jalur masuk ke dalam hutan. "Mari ikut saya."

Dewi dan Ningsih berjalan mengikutinya dari belakang. Suara kicauan burung dan gesekan dedaunan karena tiupan angin mulai terdengar, tanda mereka sudah memasuki area hutan. Sementara langit semakin gelap. Cahaya senja mulai tidak menerangi jalan mereka.

Ki Beneng menghentikan langkahnya. Ia memberikan wadah berisi air mawar dan kembang yang sedari tadi dibawanya pada Dewi.

Ki Beneng menyalakan korek api untuk menyalakan satu dari dua lampu petromak yang sedari tadi ia pegang di tangan kirinya.

"Apa masih jauh, Ki?" tanya Ningsih.

"Tidak jauh." Ki Beneng menunjuk sebuah pohon beringin besar yang terletak agak tinggi di beberapa jarak dari tempat mereka berhenti. "Kita hanya perlu melewati jalan menanjak. Setelah kita sudah di dekat pohon itu, goa akan terlihat." Ki Beneng melanjutkan langkahnya. Dewi dan Ningsih mengikuti dari belakang.

Setelah mereka berhasil melewati jalan menanjak dan pohon beringin besar, mereka baru lihat goa yang orang-orang bicarakan.

Goa yang tidak terlalu besar dan dihiasi oleh banyak ranting pohon didepannya menggambarkan kalau tempat itu jarang memiliki aktivitas orang-orang. Itu juga yang membuat hawa tidak nyaman menyelimuti perasaan Dewi dan Ningsih.

Ki Beneng berhenti beberapa jarak di depan goa. Ia menoleh pada Dewi dan memanggilnya untuk mendekat padanya.
"Sebelum masuk, ucapkan salam pada semua penghuni goa. Saat kamu menemukan kolam di dalam sana, lepaskan semua pakaianmu dan berendamlah. Letakkan wadah ini di hadapanmu, di tepi kolam. Jika kamu sudah bertemu ratu cantik berilah salam padanya."

"Setelah itu, Ki?"

Ki Beneng tersenyum, "Nanti biar ratu cantik yang akan memberitahu kamu."

Ningsih menghampiri Dewi dan merangkul pundaknya. "Wi, kalau kamu nggak yakin--"

"Aku yakin, Ningsih." jawab Dewi.

"Aki akan jemput kamu disini besok pagi."

"Baik, Ki." jawab Dewi.

"Tolong pegang pengaitnya." Ki Beneng memberikan lampu petromak yang ia nyalakan tadi untuk menerangi jalan mereka pada Ningsih.

Lalu Ki Beneng memberikan lampu petromak yang satunya untuk dipegangnya oleh Dewi. "Pegang pengaitnya." Ki Beneng menyalakan korek api dan untuk menyalakan lampu petromak yang ia berikan pada Dewi.

"Lebih baik kamu tidak membuang-buang waktu lagi." Ki Beneng menyuruh Dewi untuk segera masuk ke dalam goa. Karena langit sudah gelap, Dewi langsung berjalan cepat ke dalam goa.
Dewi sempat melihat ke belakang, Ki Beneng dan Ningsih sudah berjalan kembali untuk ke luar hutan.

Dewi mulai memasuki goa lebih jauh. Dengan bantuan cahaya dari lampu petromak yang menerangi jalannya.

"Permisi." salam Dewi pada seluruh penunggu goa.

Sarang laba-laba yang menempel pada dinding goa sering kali terbawa dan menempel dipakaiannya. Ia juga menemukan beberapa kelelawar menggantung di atap goa. Dewi hanya bisa menenangkan dirinya sendiri karena ini adalah sesuatu yang wajar jika di dalam goa menemukan semacam hal seperti itu.

Dewi mulai mencari tujuan awal darinya masuk ke goa itu, kolam untuknya berendam.

Dewi sudah berada jauh di dalam sana, bahkan sudah ke tengah goa. Tapi ia belum juga menemukan itu. Ia hanya mendapat sarang laba-laba yang menempel dipakaiannya dan oksigen yang perlahan mulai sedikit dan membuatnya sesak.

Akibat terlalu memperhatikan sekitar membuat Dewi tidak memperhatikan langkahnya, ia sampai tersandung batu besar dan hampir membuatnya terjatuh. Dewi menerangi apa yang membuatnya tersandung dengan lampu petromaknya, ternyata itu adalah batu untuk pinggiran sebuah kolam. Kolam untuknya berendam, Dewi sudah menemukannya.

Dewi meletakkan lampu petromak di dekat batu kolam itu dan langsung melepaskan pakaiannya. Dewi langsung turun ke dalam kolam lalu berendam. Wadah yang ia bawa ia letakkan di pinggir kolam di hadapannya yang mengarah ke dalam goa. Sambil menunggu kedatangan sang ratu cantik, Dewi mencoba untuk memejamkan mata dan membuang semua pikirannya kecuali tentang Dimas.

Dewi terlalu asik memejamkan mata membuat dirinya tertidur lelap. Lalu dirinya tersingkap karena ada suara seorang wanita yang memanggilnya.

Sayup-sayup Dewi mendengar suara itu yang juga menjadi satu-satunya suara di dalam goa selain suara kelelawar. Suara itu pun juga bergema di dalam goa.

"Cucuku..."

Dewi pun mulai membuka kedua matanya.

PELET PEMIKATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang