3. Insiden Kantin

146 20 0
                                    

Happy Reading.

RASA yang paling menyiksa saat kegiatan belajar mengajar masih berlangsung adalah, sebuah kelaparan yang harus ditahan hingga bel istirahat berbunyi. Jika suara surga itu telah berbunyi, rasanya seluruh beban hilang sementara. Pikiran kembali bekerja dengan cara menikmati makanan juga minuman disaat jam istirahat.

Langkah kaki terdengar jelas menghiasi lorong kala sepi tadi. Banyaknya siswa- siswi keluar dari kelasnya, beragam pula ekspresi yang dikeluarkan.

Ada yang berlari layaknya seekor kijang, ada juga para perempuan berjalan seperti seorang model. Beberapa lelaki yang membekap bola juga basket.

Alih-alih langsung menuju kantin bersama temannya yang memiliki keturunan China, Jivan berjalan menaiki tangga satu persatu untuk menemui sang kakak di lantai tiga.

"Chenle! Gue mau ke kelas abang dulu, ya, lo duluan aja ke kantin!"

Iya, namanya juga keturunan bangsa China. Jadi nama pemuda itu juga memiliki unsur mandarin.

Setelah mendapat ancungan jempol dari sohibnya itu, Jivan mempercepat langkahnya menuju kelas sang kakak. Cukup melelahkan, harus berlari dari lantai satu hingga tiga.

Hingga sampai dikelas sang kakak. Dengan ruangan yang sepi. Hanya terdapat Aksa di dekat jendela seorang diri, Jivan menyusuri pandangan. Dan kelas memang sudah kosong tidak ada orang. Bahkan teman sang kakak yang Jivan kenal sebagai Haikal itu, tidak berada di kelas.

Jivan mengetuk dahan pintu yang sudah terbuka, memberi tanda kalau ada manusia yang berkunjung ke kelasnya.

Aksa menoleh, melihat tubuh bongsor Jivan mendekat kearahnya.

"Abang ngapain sendiri? Nggak ke kantin? Bang Haikal mana?"

"Ah, itu—"

"WOI ADA YANG BERANTEM DI KANTIN!"

Teriakan dari lorong kelas terdengar hingga telinga Aksa juga Jivan. Lelaki itu berlari kearah luar lorong, mencari tau apa yang sebenarnya sedang terjadi.

Banyak siswa yang berlarian di koridor, ada salah satu kakak kelas yang lebih tua dari darinya. Jivan memberhentikan lelaki yang ia kenal sebagai Rendi.

"Kak Rendi! Ada apa ini??"

"Itu, ada yang berantem di kantin bawah!" Wajahnya terpampang jelas kalau sedang tergesa-gesa.

"Kalau boleh tau, siapa, kak?"

"Bacot, lo. Si Retta sama Shiva!"

Sepertinya suara Rendi cukup keras, hingga Aksa menjalankan kursi rodanya cepat.

Terlebih lagi, Shiva yang ia kenal sebagai murid kelas sebelahnya, adalah perempuan brengsek bagi Aksa. Tidak hanya sekali ia melihat Shiva memalak para adik kelas, membully, bahkan pernah beradu debat dengan Jivan.

Dan sasaran selanjutnya gadis itu adalah Retta?

Demi Tuhan, rasanya Aksa ingin menggunakan kakinya, berlari secepat angin menemui gadis itu. Menghentikan aksi gilanya pada Retta, yang tidak jauh dengan kata merundung.

Warkat Akasa 'Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang