18. Pulang, Bang.

147 17 3
                                    

Happy Reading.

LAMUNAN panjangnya tersadarkan saat sebuah pesan masuk pada hari minggu ini. Sebuah pesan yang selalu ia tunggu untuk berbunyi.

Retta menaruh kembali cutter di atas meja belajar, lalu segera berlari ke ranjangnya, yang terdapat sebuah ponsel tergeletak di atas sana. Membuka layar ponsel kemudian menekan kata sandi, pergi menuju aplikasi chat teratas.

Wajah yang sejak tadi datar saat aksi melamun, kini menjadi sebuah sumringah menyilaukan mata. Ia benar-benar tersenyum sampai bibir itu bisa robek rasanya.

Line

Aksa
Maaf aku baru bales, Ret.
Aksa
Aku kangen, nih
Aksa
Minggu kamu jadi keganggu, ya?

Retta
Nggak sama sekali!
Retta
Aku kangen, Sa
Retta
Gimana kita ketemu di warkop?

Aksa
Siapp
Aksa
Bentar, ya, aku mau berangkat.

Retta
Oke!!

________________________________________

Retta buru-buru beranjak dari kasur. Menapakan kakinya dan menyambar jaket abu-abu yang berada di balik pintu. Sebelum itu ia sempat melihat dirinya pada pantulan cermin. Memastikan apakah dirinya sudah sempurna untuk bertemu dengan lelaki yang ia rindukan akhir-akhir ini.

"Gue udah cakep. Dengan, atau tanpa kesempurnaan."

Sebelum berpaling dari pantulan diri, Retta menyemprotkan parfum berkali-kali, membuat kamarnya sesak dengan wangi parfum khas daun mint.

Retta itu tipe orang yang malas memakai parfum. Toh, ia tidak sebau sampah di depan rumahnya. Retta memiliki kepribadian mudah terkena malas, mengantuk, dan tak lepas dari pikiran berlebih.

Suram rasanya jika diingat-ingat soal dirinya dahulu. Namun sepertinya, sebatang cutter diatas meja belajar menjelaskan seluruh kebiasaan yang masih belum bisa dihentikan.

Retta keluar dari kamarnya yang berada di lantai satu. Pergi kearah dapur dahulu untuk mengambil coklat yang ia siapkan berhari-hari lalu, namun saat itu sayangnya Retta tidak bertemu dengan Aksa seminggu lamanya. Dan, baru sekarang ia bisa memberikan sebatang coklat itu.

"Ret? Mau kemana?" Sang ibu muncul dari ruang tamu.

"Mau ketemu temen, mah."

"Cewe atau cowo?"

Retta menghela nafas sedikit kasar karna ia jenuh dengan keadaan rumahnya. Terlebih, sang ibu yang selalu saja mengekang dirinya, itu membuat jiwa bebas Retta kembali terkunci tanpa ada niatan untuk terbuka.

"Temen pokoknya." Retta melaju keluar dari rumah begitu saja.

Pergi menggunakan sepeda bukan hal yang melelahkan bagi gadis itu.Toh, bagi dia, jika menaiki sepeda itu akan memangkas waktu lebih sedikit, namun sudah bisa pergi ke tempat yang beragam.

Kayuh demi kayuh membawanya ke warkop kesukaannya dengan Aksa. Jauh disana, terdapat seorang lelaki yang melambai kearahnya. Dan Retta tau betul wujud itu dari kejauhan sekalipun.

Warkat Akasa 'Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang