20. Kembali Saat Siap

207 25 2
                                    

Happy Reading.

DIAM tanpa mendengarkan penjelasan matematika saat jam pelajaran memanglah yang terbaik. Sudah hampir setengah jam pelajaran gadis itu pakai untuk memikirkan betapa rindunya dia dengan Aksa.

Lelaki itu tak kunjung masuk. Padahal, keduanya baru saja bertemu dua hari lalu. Sekarang ia hanya bisa kembali menikmati lara hati yang kian semakin dingin tanpa ada sosok kehangatan di sisinya.

"Ret, udah istirahat., ayo ke kantin." Retta kembali sadar dari lamunannya.

Selama tidak ada kehadiran Akasa Nadeen Javier, Haikal mengganti posisi sementara lelaki itu. Menjaga Retta sebagaimana Aksa melakukannya. Walau tak ada satupun perlakuan Haikal yang sama dengan Aksa. Mereka adalah insan berbeda, dengan ciri khas masing-masing.

Retta menggeleng lemah, menolak ajakan Haikal pergi ke kantin bersama. Dan tentu, itu membuat Haikal menghela nafas frustasi. Ia tau, bahwa Retta tidak pernah makan siang di sekolah atau makan disaat jam istirahat.

Tidak tanpa kehadiran Aksa.

"Aksa nggak suka liat lo kayak gini, ih, Ret,"

"Emang lo tau dia kenapa, Kal? Lo tau kenapa dia selalu hilang gitu aja?" Nadanya meninggi, membuat atensi kelas sempat beralih padanya. "Aksa kenapa, Kal? Aksa kenapa nggak masuk? Kenapa lo seakan-akan mengganti posisi Aksa? Kenapa lo—"

"Karna gue disuruh Aksa, Ret!" Haikal geram. Ia kesal disaat Retta memberikan pertanyaan beruntun, sehingga dirinya tidak sempat menjawab. Ditambah, nada yang sangat menuntut itu.

"Disuruh?" Ia merasa deja vu. Haikal pernah berkata ini sebelumnya. Namun, saat itu Haikal tidak mencantumkan nama pemberi perintah.

"Goblok. Haikal goblok banget!" Lelaki itu mengumpati dirinya sendiri. Sambil menatap kebawah dan bergerak canggung.

"Haikal! Lo pernah bilang juga, kan, dulu?"

"N-nggak, mimpi kali, lo, gue nggak pernah ngomong gitu." Elak Haikal percuma.

Kepala gadis itu berputar lebih keras dari memikirkan pusingnya matematika. Ia mencocokan segala perspektifnya selama ini. Dan disaat ada lampu menyala muncul dalam pikirannya, Retta langsung menatap lekat Haikal.

Ia memegang kedua pundak Haikal agar diam bergerak seperti ular diberi garam. Pemuda itu tersentak merasakan bahunya di sentuh, bahkan ditahan.

"Ret, jangan macem-macem. Gue setia kawan, nggak akan pernah khianatin sahabat gue."

"Apa, sih, lo! Denger, nih, ya," Haikal mendengarkan dengan tubuh tegang. "Lo pernah bilang dulu, kalo lo disuruh buat anter gue pulang, iyakan?" Tanya Retta dengan penekanan. Mau tak mau, Haikal harus menjawab jujur.

"I-iya."

"Dan tadi barusan lo juga bilang, kalo Aksa nyuruh lo buat jagain gue?"

"Gue nggak bilang gitu."

"Nyolot banget, sih! Tinggal jawab!"

"Iya!" Gas Haikal balik.

Retta menyingkirkan tangannya pada kedua pundak Haikal, pemuda itu langsung bisa bernafas lega. Namun ia ternyata salah, Retta kembali memojokan dirinya dengan cara menatap lekat kedua manik miliknya.

"Kal, anterin gue ke rumah Aksa, sekarang."

Haikal melebarkan mata tak percaya. Sepertinya gadis ini telah tidak waras karna belum makan. Mungkin saja ia lapar.

"Makan bakso Pakde Trisno aja nanti, yuk?"

"Gue nggak bercanda, Haikal! Ayo bantuin gue keluar dari sekolah ini. Lo juga nggak penasaran, apa, Aksa nggak masuk terus?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 20, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Warkat Akasa 'Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang