3. Alasan Alvin Meninggalkan Kenan

1.3K 180 8
                                    

Kedua mata yang awalnya terpejam tenang disamping kakaknya itu tiba-tiba terbuka dengan kerutan dalam dikedua alisnya. Kanker itu mulai mempermainkannya. Sebelumnya Alvin tidak pernah merasakan sakit yang separah ini. Karena teramat sakit, tubuhnya melemas. Seakan Alvin memang sudah tidak sanggup lagi. Air mata Alvin mengalir deras namun sebisa mungkin dia tidak menggangu Kenan yang sedang beristirahat. 

Nafas itu mulai memberat, Alvin menatap langit kamar dengan tatapan kosong dan kesedihan. Benarkah dia akan meninggalkan Kenan malam ini? Tanpa pamit? Perpisahan yang indah belum Alvin rencanakan dan apakah begini akhirnya? 

Dengan tenaga yang tersisa, dengan tubuh yang gemetar dan kelopak mata yang hampir tertutup itu, Alvin menggeser dirinya dan memeluk Kenan dengan erat. Kenan yang masih dalam mimpi itu hanya bisa menerima pelukan sayang adiknya dan membalasnya. Alvin tersenyum ditengah rasa sakitnya. Dia bersyukur karena disaat terakhirnya, dia masih diberikan kesempatan untuk memeluk orang yang sangat berarti untuknya. 

Alvin bisa merasakan detak jantungnya mulai melambat dengan rasa sakit dan kelopak mata yang semakin memberat. Dadanya yang naik turun perlahan dan dalam menandakan bahwa Alvin saat ini sedang berusaha meraih oksigen yang perlahan menghilang disekitarnya. Alvin meraih tangan Kenan dan memeluk lengan kakaknyan dengan erat. Demi apapun, sebenarnya Alvin juga memohon untuk memberikan waktu sedikit saja, hanya sedikit saja. Dia takut. Alvin sangat tidak siap untuk meninggalkan Kenan dan ayahnya.  Tapi disaat bersamaan, hati Alvin berkata, memang sekarang adalah waktunya Alvin pergi. Pelukan dan kasih sayang seorang ibu yang Alvin mimpikan selama ini akan menjadi kenyataan. Dia akan bertemu ibunya ditempat terbaik bersama Tuhan. 

Kenan yang selama ini dia kenal adalah seorang kakak yang kuat. Dengan atau tanpa dirinya, Alvin tau Kenan akan bisa bertahan. Alvin meminta maaf dalam hati untuk keputusannya namun disaat yang bersamaan, Alvin tau Kenan bisa bertahan. Dia akan tetap menjadi sulung yang bisa menjaga ayah mereka. Alvin berbisik sayang untuk Kenan sebelum kedua mata itu tertutup untuk selamanya. 

"Maafkan Alvin, Kak..." lirih Alvin dan setelahnya tubuh itu melemas dan kedua kelopak mata itu tertutup untuk selamanya. 

Kenan memaksa tubuhnya duduk dengan keringat yang membasahi wajahnya. Nafasnya memburu dan pandangannya yang tidak fokus tertuju pada sekitar. Kenan tertidur dikamar Alvin setelah meminum obat tidur yang diberikan Dokter Satria padanya. Kenan tidak akan bisa tidur tanpa obat itu. 

Kenan meraba lagi dadanya yang masih naik turun tidak beraturan. Itukah alasan Alvin meninggalkannya? Dia percaya Kenan kuat menjalani hari tanpa dirinya. Kenan turun dari kasur dan berjalan menuju jendela kamar. Ia tidak bisa lagi menemukan kantuknya padahal sekarang masih pukul dua pagi. 

Kenan membalik pergelangan tangan kirinya dan tersenyum miris. Apa yang sudah dia lakukan? Dia berjanji pada Alvin untuk tidak lagi melukai dirinya sendiri. Demi Alvin, dia akan menjauhi kebiasaan buruknya itu. Kenan sudah menghianati kepercayaan Alvin padanya. Kenan menatap jendela kamarnya dengan tirai yang tertiup angin seakan memanggil Kenan untuk mendekat padanya. Perlahan, Kenan membuka jendela besar itu, membiarkan angin malam yang terasa sejuk menusuk kulitnya, tatapan Kenan terarah ke langit. 

Kenan hanya menatap bintang yang ada dilangit dengan tatapan kosong namun fikirannya terus membayangkan bagaimana suara Alvin. Ternyata benar, Kenan tidak merasa sendirian. Hanya dengan mengingat Alvin dan membayangkan kepercayaan adiknya, Kenan bisa mengurangi sedikit rasa sesaknya. Perlahan senyuman teduh itu terangkat dari sudut bibir Kenan yang belakangan ini tidak pernah bergerak untuk melengkung seindah sekarang. Kenan juga mengangkat tangan kanannya seakan dia ingin menggapai satu diantara beribu bintang yang ada dilangit untuk mengisi hatinya. Semua momen ini akan lebih indah jika Alvin ada disampingnya. 

"Kenapa harus pergi, Vin?" tanya Kenan yang disaat bersamaan dia mencoba untuk memastikan diri bahwa dia akan mulai belajar menerima kenyataan dan memulai lagi dari awal. 

***

Kenan dengan nekat mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi ditengan fajar. Ia tidak bisa kembali tidur. Tujuannya hanya satu, ,menemui Alvin. Kenan menginjak pedal gas dimobilnya lebih dalam dan membiarkan kecepatan mobilnya bertambah. Jalanan masih sangat sepi dan Kenan berhasil sampai ke tujuan disaat langit fajar belum terlalu terang. 

Kenan  berdiri memating didepan makan Alvin dengan nafas yang memburu dan mata yang memerah karena manahan air mata. "Sekarang, katakan pada kakak,Vin! Kenapa kau memilih pergi disaat kakak sudah siap untuk menderita bersamamu? Tidakkah ini terlalu kejam? Kau membiarkan kakak bersama kesedihan ini sementara kau sudah mendapat pelukan ibu disurga? Kau egois, Vin! Kau sangat egois!" 

"Jangan pernah berfikir kakak akan sekuat itu, Vin. Kau juga tau bahwa kehilanganmu sama juga kehilangan diri kakak sendiri. Kakak sudah seperti mayat hidup setelah kau pergi. Apa kau tidak kasihan melihat kakak seperti ini? APA KAU TIDAK MENYESAL MENINGGALKAN KAKAK, VIN?!!"

Kenan terjatuh, ia berlutut dengan punggung yang membungkuk dalam setelah berteriak dengan keras. "LIHAT APA YANG SUDAH KAU LAKUKAN PADA KAKAK, VIN?! LIHAT PENDERITAAN KAKAK SEKARANG, KAU PUAS? AAAAARRRRGGHHHHH...." 

Kenan mengangkat kepalanya dan menatap nisan Alvin dengan tatapan penuh penderitaannya, "Jika kau berfikir kakak kuat dan bisa bertahan tanpamu, Vin. Kau salah besar. Satu minggu dan rasanya kakak sangat ingin menyusulmu sekarang. Beri kakak penjelasan kenapa kau pergi, Vin? Ijinkan kakak melihatmu lagi. Kakak mohon kembali pada kakak, Vin. Ayolah, sudah cukup dengan permainan ini.... arrghhh.. hikss...hikss..." 

Kenan mendekat pada batu nisan Alvin dan memeluknya, "Kembali pada kakak, Vin. Kakak tidak bisa tanpamu" lirih Kenan sambil menangis. Air mata itu membasahi batu nisan Alvin , udara sejuk disekitar Kenan semakin membuatnya ketakutan, semakin membuat luka Kenan terasa menyakitkan. 

Kenan tidak sadar bahwa ada Alvin disana yang sedang menatap Kenan dengan penderitaan yang sama. 









Hari kedelapan  tanpa Alvin. 

Aku mulai bertanya apakah aku bisa bertemu dengan Alvin lagi? Apa aku masih bisa memeluknya lagi? 

-Kenan

-Kenan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.







Blue and Grey // ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang