Tahukah kau rindu apa yang paling berat?
Ialah rindu kepada dia, yang sosoknya telah berlain dimensi.Takkan bisa terobati, dan tak mungkin kan terganti.
"Sekali sakit hati, dia pasti akan langsung pergi, dan apapun yang kau perbuat, dia tak akan mau kembali lagi."
"Jadi sebaiknya kau jangan pernah sampai membuat kesalahan dengan mempermainkan kepercayaannya. Meskipun kalian berjauhan, setidaknya kesetiaan harus jadi prioritas utama dalam sebuah hubungan."
Petuah Nyonya Ambar kepadanya waktu itu, kembali terngiang di telinga Vito. Setiap kata yang ia masih sangat ingat dengan jelas, sampai hari ini, setelah hampir dua tahun terlewati.
Ia menjalin hubungan dengan Gwen, semenjak mereka secara tak sengaja bertemu di sebuah pesta peresmian pembukaan cabang baru dari butik milik sang Mama.
Gwen yang datang bersama mamanya, seketika menarik perhatian Vito. Tak lepas ia memandangi gadis cantik penuh pesona itu sepanjang acara berlangsung. Gerak-geriknya seakan mengalihkan dunia Vito hanya berpusat ke arahnya.
Mamanya yang memperhatikan, merasa teramat senang dan segera memperkenalkan mereka. Rupanya Nyonya Ambar ialah sahabat karib mamanya.
Gadis enerjik, sedikit angkuh, tapi baik hati itu awalnya mundur teratur. Menghindar ketika didekati, seperti para gadis berkelas lain, yang bak jinak-jinak burung merpati.
Namun, kegigihan Vito mendapatkan hati seorang Gwen, akhirnya berbuah manis. Setelah sekian purnama merayunya dengan segala cara. Mengerahkan banyak sekali waktu dan perhatian untuk gadis itu. Bahkan seringkali rela ditolak saat mengajaknya kencan.
Sampai tiba saat acara ulang tahu Vito, malah tanpa disangka, Gwen sendiri yang memberikan kado terindah baginya, yaitu berupa jawaban atas perasaan mereka, yang ternyata saling mencinta.
Tak ubahnya anak kecil yang baru saja mendapat mainan yang diidamkannya sejak lama, Vito melonjak saking girangnya. Ia mentraktir banyak sekali teman-temannya. Sekaligus mengumumkan hubungan mereka. Memperkenalkan Gwen dengan sangat bangga.
Hubungan mereka berjalan lancar sampai dua tahun ini. Vito yang sangat romantis selalu mampu membuat Gwen bahagia.
Meski beberapa masalah kadang terjadi saat Vito harus ke luar negeri untuk urusan bisnis. Gwen yang uring-uringan saat jauh darinya, akan sering merasa curiga apa yang sedang dilakukannya nun jauh di sana. Hal sepele seperti saat Vito terlambat membalas chat, atau belum dapat mengangkat telepon darinya, bisa langsung menimbulkan amarah gadis itu.
Vito memakluminya, ia akan dengan sabar menjelaskan dan meyakinkan Gwen bahwa tidak ada yang perlu dicurigai. Ia bahkan sering bersumpah bahwa sungguh tak ada gadis lain yang bisa memikatnya selain dia.
Dan seminggu yang lalu, mereka telah sepakat akan bertunangan. Vito akan mengungkapkan rencana itu kepada kedua pihak keluarga, segera setelah kepulangannya dari Hamburg kali ini.
Namun, siapa sangka, kepulangan yang diharapkan membawa kebahagiaan bagi mereka itu, malah berubah total menjadi kepulangan karena berita duka dari kekasih tercinta.
Vito sudah menjaga benar kepercayaan Gwen selama di luar negeri. Vito memegang teguh kesetiaannya hanya pada gadis itu. Persis seperti yang Nyonya Ambar nasihatkan.
Namun, kenyataannya Gwen tetap saja pergi meninggalkannya. Dan benar ia tak 'kan pernah kembali lagi padanya. Bahkan sampai selamanya.
Sang Mama memintanya pulang tapi tak menjelaskan ada apa. Dengan penuh tanya, ia memesan tiket mendadak namun harus menunggu jadwal keberangkatan yang masih beberapa jam kemudian. Awalnya ia curiga papanya mungkin masuk rumah sakit lagi, karena memang beberapa saat lalu beliau sedang kurang sehat.
Sesampai di rumah keesokan harinya, setelah hampir delapan belas jam perjalanan dari Hamburg ke Jakarta, dilanjutkan satu jam perjalanan dari jakarta ke Surabaya, ditambah dua jam menunggu jadwal pesawatnya berangkat, sampailah ia di rumah.
Papanya menyambut sendiri di rumah. Syukurlah beliau sehat.
"Mama sedang menginap di rumah tante Ambar, Vito""Benarkah? Sedang akan ada acara apa di sana, Pa?"
Ia bertanya, menyangka seperti biasa, mamanya memang akan menginap di sana bila keluarga Gwen akan mengadakan pesta atau semacamnya."Istirahatlah dulu. Kamu pasti sangat lelah, perjalanan hampir sehari semalam."
Papanya mencoba menghindar menjawab langsung pertanyaannya."Iya, Pa. Vito ke kamar dulu, mau menghubungi Gwen, seharian ponselnya mati."
Papanya menoleh kaget.
"Vito ..., sini duduk sebentar. Ada yang ingin Papa sampaikan."
Tuan Bagas Narendra mendahului putranya duduk di ruang keluarga.Vito yang mulai merasa ada yang aneh dengan sikap papanya, mengikuti duduk di sebelahnya.
"Kamu yang sabar, ya ... Gwen ... sudah nggak ada, Vito." Tuan Bagas berkata lambat-lambat sambil memegang bahu putranya. Ia sebenarnya tidak tega mengatakan faktanya. Tapi sang putra berhak untuk segera tahu kabar pilu itu.
Sampai beberapa lama Vito seakan tak dapat mencerna kalimat papanya. Otaknya serasa tak dapat menerima apa yang barusan didengar oleh telinganya.
"Gak ada di rumah gitu maksudnya, Pa? Dia sedang tugas luar kota, begitu?"
Pak Bagas menarik napas panjang, menguatkan hati dan mengatakan lagi dengan lebih gamblang perihal kematian Gwen, kekasih putranya itu.
Bagai mendengar guntur di siang hari, Vito terbelalak tak percaya akan pendengarannya. Dicobanya tertawa dan menuduh sang papa sedang mempermainkannya.
Tapi tidak, ekspresi papanya sangat serius. Wajah tegasnya tak menyiratkan sedikitpun keraguan. Wajah itu tampak terenyuh dan juga kalut, hal yang jarang ia lihat dalam matanya.
"Tapi gimana mungkin, Pa? Dia baik-baik saja di malam sebelum Mama memintaku pulang!"
Pak Bagas menceritakan segala yang diketahuinya, tentu saja sebatas apa yang diceritakan pihak keluarga Gwen kepada istrinya.
Ia menenangkan Vito yang hampir berteriak tak percaya. Vito berkeras tidak mungkin Gwen bunuh diri begitu saja. Ia memaksa pergi ke makamnya saat itu juga. Pak Bagas ingin menemani, namun Vito dengan tegas menolak.Disempatkannya membeli bunga tulip kuning favorit Gwen. Ia akan ke rumah gadis itu mencarinya. Papanya mungkin hanya bercanda atau sedang mempermainkannya. Ia akan memastikan gadisnya itu sedang baik-baik saja di rumah.
Dan di sinilah ia kini, di depan pusara yang masih basah karena baru kemarin digali. Di depan nisan bertuliskan Gwendiarra Sastrawiguna binti Hartono Sastrawiguna. Setelah ia sampai di rumah Gwen dan mendapati banyak sekali karangan bunga turut berduka di sepanjang pagar rumahnya, ia berhenti dan tak jadi berbelok masuk. Ditanyakannya kepada satpam rumah lokasi pemakaman Gwen.
Tak terasa bulir bening sedari tadi lolos dari pertahanan pelupuknya. Sekuat tenaga ia menahan isak agar tak ikut keluar.
'Gwen tersayang, Gwen yang malang ...,
Apa kiranya yang terjadi kemarin lusa, Sayang?'Sungguh tak terlukis perasaan Vito. Ingin menolak kenyataan, tapi fakta berupa gundukan tanah beserta nisan itu tak terbantahkan.
Mungkinkah ini hanya *prank, lalu kemudian Gwen akan muncul di hadapannya sambil berseru, 'kejutaaaan' dengan tawa renyah, mata indah serta senyum cantiknya?
Namun, sampai lama ia duduk di sebelah pusara itu, tak ada kejutan. Tak ada sosok Gwen yang muncul untuk mengagetkan.
'Oh, Tuhan, sungguhkah ini kenyataan?'
'Gwen tersayang, di manakah kau gerangan?'Akhirnya diputuskannya untuk beranjak pergi. Diikatkannya scarf dari.Hamburg yang sedianya akan diberikan sebagai oleh-oleh. Meninggalkannya di situ, bersama sepotong hatinya, yang tak mungkin sembuh.
* * *
To be continued ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Pesan Kematian Gwen
Mystery / Thriller"Gwen bukan bunuh diri!" Setidaknya satu fakta itu yang diyakini Lintang untuk menyingkap misteri di balik kematian Gwen, sahabatnya. Berhasilkah ia mengidentifikasi siapa pelakunya? Sebuah cerita tentang persahabatan, cinta dan misteri yang menega...