*52 | For Life

39 6 3
                                    

Hening.
Suasana di dalam sebuah rumah kayu yang hanya beberapa petak itu nyaris tanpa suara. Penghuninya memilih diam sembari merenung.

Kris, laki-laki yang kini berdiri di ambang pintu seraya menghadap keluar. Entah merasa enggan menengok ke dalam atau merasa tidak mampu menerima pengelihatannya. Sulit baginya memercayai apa yang saat ini terjadi.

"Bagaimana bisa kamu membawanya lagi?" tanyanya agak pelan, heran. "Untuk apa?" sambungnya penuh tanya.

Zitao yang lama menunduk, kini mengangkat sedikit kepalanya. Memberanikan diri menatap Kris yang tampak kebingungan karena ulahnya.

"Aku hanya ...."

Kris menoleh cepat. Air mukanya mengeras. "Mencoba menghidupkannya lagi?"

Diamnya Zitao menjadi pertanda bahwa dugaannya benar. Dan kenyataan itu semakin membuat Kris pening bukan kepalang. Pria tinggi itu mengusap wajahnya frustasi.

"Jadi ini alasan kenapa belakangan ini tubuhmu tampak lemah?"

"Tapi itu hanya sebagian kecil dari kekuatanku, hyung ...," tampik Zitao, menggeleng cepat. "Jadi, tidak apa-apa."

Helaan napas kasar terdengar begitu jelas di tengah sunyi yang mendominasi. "Bukankah itu sia-sia?"

"Tidak ada usaha yang sia-sia ... itu kata-kata yang biasa kamu ucapkan bukan?"

"Tapi cobalah untuk berpikir realistis, Tao. Ada garis besar yang membatasi kenyataan dengan apa yang kau inginkan itu."

Zitao berjalan menghampiri rangka jendela di sisi ruangan. Mengamati pemandangan hutan hijau dengan segala hiruk pikuknya. Saat itu matanya bukan hanya memandang, tetapi menerawang sesuatu yang kasat mata. lalu guratan sendu tergambar begitu saja dalam wajah dengan garis rahang tegas itu.

"Kita pernah merasakan kehilangan, hyung. Dan saat itu, aku berjanji pada diriku sendiri untuk tidak membiarkan seorang pun hilang dan pergi lagi."

Kris menghela napasnya. Ia mengerti betul perasaan itu. Kehilangan merupakan hal terburuk yang pernah terjadi dalam hidupnya, begitu pula dalam hidup saudara-saudaranya.

"Atas dasar itu, hyung, yang membuatku membawanya hari itu. Aku ingin berusaha supaya kita tidak kehilangan lagi, lalu ketika aku melihat ada seseorang yang jauh lebih terpuruk dari kita, kupikir ini cara yang tepat untuk diusahakan meski terlihat sia-sia."

Kris mendekat pada Zitao. Menepuk bahunya penuh kagum seraya tersenyum lembut.

"Kamu sudah melakukan hal yang baik. Cara berpikirmu membuatku sadar arti harapan yang sebenarnya, dan aku tidak bisa membiarkanmu berusaha sendirian."

Zitao menoleh cepat, agak terkejut.

Kris menganggukan kepala beberapa kali. "Jongin akan kembali. Aku akan membantumu."

***

"Pergi kemana dia?!" decak Taerin kesal karena Baekhyun telah membuatnya menunggu lama. Bukannya apa, tapi ini sudah hampir senja, langit bahkan sudah berwarna keemasan, dan laki-laki itu belum juga kembali. Padahal dia bilang akan pergi sebentar.

Sejak tadi Taerin hanya berjalan mondar-mandir. Tentunya dengan rasa cemas yang kini malah membuatnya emosi. Menurutnya, ini sudah terlalu lama.

"Lihat saja, akan kumarahi kalau dia kembali!" Taerin bermonolog pelan.

Di sisi lain, Baekhyun yang tampak kebingungan, sibuk membuat simpul dari bunga-bunga yang tadi diambilnya di padang bunga. Ia kesal, karena terus-menerus gagal. Dan ujung-ujungnya, semua bunga itu pun terbuang percuma.

Lost in EXOplanet ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang