# 1 : AWAL DARIPADA AKHIR

530 40 8
                                    

Ini adalah dunia antah berantah.

Di kala malam masih kalbu, pertemuan antara mereka yang bertolak belakang itu mengherankan semuanya. Mereka saling bertemu pandang sejenak.

Sebuah " portal " yang membawa mereka ke pertemuan ini tiba-tiba menghilang tanpa jejak.

Apa ini sebuah takdir yang kebetulan?

Tanpa disadari, di tempat yang mereka pijak, bukan sosok bangunan sekolah yang mereka kenali.

Hanya hutan rindang nan gelap yang entah di mana tempatnya. Mengerikan.

Mereka susah payah untuk berbicara.

Bila kita sedikit berkeliling lebih jauh, kita bisa melihat hamparan luas dari padang sabana. Membentang dari ujung ke ujung. Sekilas, semua kehidupan tampak terlihat jelas terlihatnya.

Namun bila kita membuka mata kita lebih lebar, isinya semata-mata hanyalah kematian.

Terbagi dua, selalu begitu, mereka yang berbaju putih biru dan merah marun tersebut menatap heran.

"Dimana.. ini...?"

Batin mereka dalam kebingungan.

Mereka gundah.

Ada yang panik, ada yang berusaha tenang, ada pula yang hanya diam. Ada pula yang masih bisa bercanda walau mereka tahu, itu sama sekali tidak tepat. Mereka berusaha mengurangi kecanggungan.

Sang pemimpin memulai pembicaraan mereka disebuah ruangan.

Ruangan itu gelap tanpa ada pencahayaan buatan selain dari bulan. Di dalamnya terdapat meja panjang terbuat dari kayu. Modelnya sudah usang. Ada sedikit debu di atasnya. Disekitarnya terdapat sekitar 20 kursi tua yang berdebu, anehnya tidak dihinggapi oleh rayap.

Ruangannya pula memiliki sebuah karpet berwarna keunguan. Ikut berdebu. Warnanya sedikit berubah menjadi keabuan karena debu. Sayang, padahal itu karpet yang indah.

Pasukan utama mereka berdiri dibelakangnya dengan saling "menghormati". Sementara pasukan lainnya saling berdiri diantara sisi timur dan barat sebagai bentuk pemisah antar mereka.

"Tayren Ranheru," ucapnya Sang Ketua dari pihak baju merah.

"Ah... Mafurei~," balas kembali Sang Ketua dari pihak baju biru itu.

Mereka berbalas mengucap nama. Keduanya duduk berhadapan. Netra mereka memandang satu sama lain dengan serius-jarang hawanya semenekan ini.

Bahkan ketika dibandingkan di awal, ini jauh lebih membuat mereka tidak bisa bernapas.

"Tidak disangka akan seperti ini ya jadinya," Tayren menyenderkan punggungnya di kursi. "Karena kejadian tidak terduga itu...".

Akhir dari pada dunia.

Itu adalah sebuah kejadian tidak terduga.

Tidak ada yang bisa menebaknya lagi pula.

Terompet sangkakala itu berbunyi pada siang di mana aktivitas berjalan seperti biasanya. Mereka berpikir bahwa mereka seharusnya sudah berkumpul di tempat yang sebut saja "akhir" sebelum "pengadilan" atas dosa mereka.

Anehnya, mereka malah terdampar ke dunia ini. Dunia antah berantah seperti di atas tadi.

"Semesta bukan tempat yang bisa kita tebak," Mafurei membuka kembali obrolan sedari menatap Tayren tajam.

Senyuman Tayren berubah masam, "Serius sekali pembawaanmu, santai dong."

"Saya hanya seperti ini apa adanya."

RAISON D'ÊTRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang