Tawaran Sheril atas tanggal bermain dengan teman-temannya berhasil. Mereka mengganti tanggal pergi menjadi hari Kamis—tepat dua hari sebelum Sheril kembali ke Pulau Jawa.
Sayangnya, Dasha tidak bisa ikut serta dalam rencana itu. Ada keluarganya yang pulang pas di hari itu. Mau tak mau, Sheril harus menerima itu. Teman-teman yang ikut ppergi juga termasuk circlenya saat di sekolah dulu. Untungnya, Ayah dan Bunda mengizinkan Sheril untuk pergi. Temu kangen sebelum kembali ke rantau menjadi alasan yang tak pernah gagal.
Ada satu hal yang membuat Sheril cukup uring-uringan hari ini. Karena jarak rumah Sheril dan Revano tak begitu jauh, Sheril mendapat bagian untuk bergabung di mobil Revano. Walau sebenarnya ada lima temannya yang lain, Sheril tetap saja merasa cukup ... takut?
Saat Revano dan yang lain tiba di depan rumah, Sheril langsung keluar. Hanya saja, mereka tetap ingin melakukan kebiasaan mereka. Meminta izin kepada kedua orang tuanya. Sheril ingat saat pertama kali mereka melakukan itu, Sheril merasa itu cukup berlebihan. Tapi, semakin ke sini, ia semakin menyukai kebiasaan itu. Entahlah, Sheril merasa dilindungi dengan hal itu.
Seperti biasanya mereka bermain, mobil itu diisi oleh empat orang saat ini. Revano yang mengemudi, Daffa di bangku sebelah Revano, dan Reza di belakang Revano. Sedangkan Sheril duduk tepat di belakang Daffa.
"Yang di sini ntar siapa aja?" tanya Sheril begitu mereka meninggalkan perumahan tempat ia tinggal.
"Ada Kaysha sama Najma," jawab Daffa yang mulai menghidupkan musik untuk mengisi kekosongan di mobil itu.
"Ke Kaysha dulu ya berarti," gumam Sheril. Butuh waktu lima belas menit untuk sampai di rumah Kaysha. Semoga saja jalanan sedang bersahabat dengan mereka.
Daffa memulai obrolan di antara mereka. Segala hal dibicarakannya. Mulai dari kegiatan mereka di semester sebelumnya hingga membahas politik—yang Sheril abaikan dengan memainkan ponselnya.
"Oh iya, lo magang di mana Sye?" tanya Kaysha. Saat ini semua penumpang yang disebut Daffa sudah ada. Tujuan mereka adalah menuju Pantai Kata, pantai yang ada di kota yang berbeda. Butuh waktu dua jam dari rumah Najma. Nantinya, juga ada dua teman mereka yang ikut di mobil itu.
"Di perusahaan yang udah kerja sama departemen gue. Masih di kota yang sama kok," ungkap Sheril.
"Jauh nggak?" tanya Najma tertarik.
"Dua puluh menitan dari kos gue. Jauh nggak?"
"Itu jauh tahu, Sye!" balas Kaysha.
"Untung aja lo punya motor yang di sana," ungkap Reza. Ternyata, ia ikut menyimak pembicaraan cewek-cewek di belakang. Mungkin juga, karena ia 'terdampar' di sana.
Sheril mengangguki ucapan Reza. Memang benar, dengan adanya motor itu cukup banyak membantu Sheril dengan kegiatan kampusnya.
"Berapa lama, tuh?" celutuk Daffa.
"Tiga bulan."
"Lah, terus kuliah lo gimana?"
"Ya, nggak gimana-gimana?" jawab Sheril dengan pertanyaan.
"Nggak keganggu gitu jamnya?" tanya Kaysha.
Sheril jadi mengingat kembali penjelasan dari dosennya yang lalu. Sebenarnya, Sheril ikut-ikutan mendaftar saat Bianca dan yang lainnya berdiskusi. Mungkin takdir sedang baik saat itu, ia diterima. Seingat Sheril, belum ada yang membahas itu.
"Mungkin diganti jadi online atau menyesuaikan gitu. Belum dibahas juga," ringis Sheril. Teman-temannya yang lain menggelengkan kepala. Cukup paham dengan kebiasaan Sheril yang satu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
restart [end]
ChickLit== Update setiap hari === Siapa sih yang berharap dengan hubungan masa SMA? Jelas bukan Sheril orangnya. Sheril dekat dengan salah satu teman laki-lakinya hanya karena ingin mencoba. Siapa sangka, bahwa ia akan terjebak dengan hubungan tidak jelas...