( O3 )

782 147 22
                                    

“Bagaimana bisa rambutmu berubah menjadi abu-abu?”

Osamu menggeleng, “Kau tahu? Bahkan aku tak bisa melihat diriku jadi bagaimana bisa aku mengetahui apa yang terjadi pada diriku?”

Kini rambut Osamu berubah menjadi abu-abu, struktur wajah dan suaranya berubah lagi menjadi lebih dewasa namun baju sweaternya tetap sama.

Atsumu bohong jika ia bilang tak memikirkan perubahan yang terjadi pada Osamu dalam tiga bulan ini. Osamu terlihat hampir sepantaran dengannya. Semua mirip seperti di mimpinya waktu itu.

“Hei, Tsumu apa kau tidak bosan ada di dalam sini terus menerus?” tanya Osamu.

Netra, Atsumu melirik ke arah cermin tersebut, “Sebenarnya tidak, apa kau ingin jalan-jalan?”

Mata mereka terkunci satu sama lain, Atsumu menunggu jawaban lalu Osamu melebarkan senyuman hangat dan menenangkan, “Ayo kita pulang ke rumah, Tsumu.”

Atsumu tidak menjawab apapun. Seakan terhipnotis, ia melepas selang infus di lengannya lalu membawa cermin tersebut; langkahnya berjalan keluar dari sana dan menuju jalan raya.

Kakinya hanya berlapis sendal rumah sakit, ia menarik beberapa perhatian orang yang dilewatinya. Membuat pertanyaan mengapa ada orang sakit berjalan tanpa ditemani? Apalagi bekas infus di tangannya yang meninggali tetesan darah.

Mereka sampai di sebuah rumah yang terlihat berdebu, entah ada dorongan apa yang membuat Atsumu mengecek pot di dekatnya dan menemukan sebuah kunci di sana. Ia menghubungkan dengan pintu di hadapannya dan berhasil membuka pintu tersebut.

Matanya menyapu pemandangan di sana, ia masuk begitu saja, “Aku pulang, Samu.”

Sebuah bingkai foto berdiri di meja, ia mendekatinya dan membersihkan debu yang menempel. Di dalam bingkai itu terdapat dua anak kecil kembar dengan arah poni yang berbeda.

“Apa ini? Ini aku dan...”

Atsumu menaruh kembali bingkai tersebut, ia pergi lebih dalam lagi. Masuk ke sebuah kamar yang memiliki tanda nama ‘Kamar Tsumu dan Samu’ lalu mengedarkan pandangannya di sana.

Ada sebuah kasur tingkat berukuran cukup untuk seorang masing-masing. Aneh, kamar itu tak terasa asing. Malah kamar itu terasa dirindukan oleh Atsumu.

Mata Atsumu terasa panas begitu melihat sebuah buku bertuliskan ‘Punya Samu, Tsumu dilarang buka!’ Ia mendekati buku tersebut lalu membuka halaman pertama.

[ Mulai sekarang, aku akan menulis hari-hariku di buku ini. Aku tetap bingung mengapa Tsumu menolak memiliki buku harian.]

Ia membuka lembaran berikutnya, terdapat coretan dua orang anak kecil bersurai cokelat di sisi kiri sedang bergandengan tangan dengan tubuh yang berwarna kuning juga ungu dan bawahan putih lalu tulisan berantakan di sisi kanan.

[ Hari ini Atsumu menangis karena onigirinya terjatuh tapi senyumannya kembali saat aku membagi milikku. Padahal ia lebih tua dariku 7 menit tapi kenapa ia sungguh ceroboh? Kami pulang dari pelatihan voli dengan tangan yang bergandengan. ]

Lalu membuka halaman berikutnya, hanya terdapat seorang anak yang menangis sendirian.

[ Atsumu menangis saat aku memarahinnya karena ia hampir tersesat saat pariwisata tadi. Tapi ia bilang ia tidak menangis karena dimarahin olehku, ia menangis karena takut kehilanganku. Dasar ceroboh! ]

Kini air mata Atsumu menitik, ia membuka lembaran berikutnya dan terdapat gambar dua buah onigiri.

[ Atsumu bilang, ia menyukai onigiri buatanku. Aku sangat senang mendengarnya jadi mulai hari ini aku akan membuatkan banyak onigiri untuknya. Omong-omong, umpannya makin hebat. ]

Behind the Mirror [ ✔ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang