Bagain 13

63 7 7
                                    

Bugh!

Sebuah pukulan talak Changbin layangkan pada pipi kiri Minho. Dibalas dengus sakit tanpa bantah dari lelaki yang lebih tua. Minho sadar diri, dia tahu jika ia berhak mendapatkannya.

"Ini gak seberapa." Changbin jongkok, sejajarkan tubuh setinggi Minho dan menelanjangi riak pemuda tersebut dengan manik jelaga yang dia punya. Tatapan Changbin tajam, namun tanpa rasa benci. Mungkin sedikit percikan marah dimana telah lama ditahannya. "Andai gue jadi lo, gue bakal milih mati terhormat, daripada hidup dalam rasa bersalah selamanya dengan ngorbanin orang lain."

Usai menuturkan kalimat yang dirasa cukup, si manik elang lekas berlalu, meninggalkan Minho yang merta bungkam atas tamparan kenyataan dari seorang yang hingga saat ini masih sudi mempertahankan pertemanan.

Kendati demikian, syukur bahwa sedikit banyak penuturan Changbin tersebut mampu terpupuk dalam otak Minho menjadi sebuah keberanian, membuat sang lelaki Lee memikirkan lagi perihal ingin seperti apa dirinya dikemudian hari.

Kendati demikian, syukur bahwa sedikit banyak penuturan Changbin tersebut mampu terpupuk dalam otak Minho menjadi sebuah keberanian, membuat sang lelaki Lee memikirkan lagi perihal ingin seperti apa dirinya dikemudian hari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hyunjin memimpin jalan, menyembunyikan Jeongin di belakangnya, kemudian diikuti Brian, Peter, Minho, dan Changbin menjaga bagian belakang. Dengan mengendap, orang-orang tersebut meniti tangga satu per satu, melawan semampu mereka beberapa zombi dan diusahakan tanpa suara.

Hyunjin memegang balok berukuran sedang sebab samurainya telah berpindah tangan, berkali-kali menghalau zombi yang nyaris melahapnya dari depan.

Keadaan menegang saat tiba di lantai terakhir, para makhkuk menjijikkan yang telah bermutasi lebih kuat tampak menghalangi pintu rooftop.

Hyunjin maju, membekap persatu makhluk tak sewajarnya tersebut, hingga kesialan kembali terjadi ketika salah seorang dari mereka tampak berteriak memanggil kawanan lain.

"Shit!"

Peter mulai menembak, membantu Changbin dari belakang, Brian menghalau sebisanya menggunakan teflon ukuran besar, Jeongin memanfaatkan samurai milik Hyunjin dan membackup kakaknya tersebut selagi si bibir tebal berusaha membuka kunci, sedang Minho, tangannya bergetar memegang pisau dapur yang sengaja di bawa dari apart Brian, berusaha memberanikan diri ketika seorang zombi akan menerjang Changbin dari arah belakang.

Mengerahkan segenap kemampuannya, Minho lari seraya berteriak lantang, menusuk zombi itu dan mencincang seperti orang kesetanan. Darah mencuat kemana-mana, mengalir bersama tangis disekujur wajah tampannya.

"Hei, hei, berhenti." Changbin memaksa Minho agar tak lagi membabi buta, menyadarkan temannya tersebut agar tidak begitu terpengaruh perasaanya. Bersama isak disela rasa tenang, Minho menunduk dalam, dia menangis untuk hal yang pertama kali dilakukan. "Gak papa, lo udah ngelakuin dengan baik." Sampai rengkuh tangan si pendek meraih tengkuknya, mendekap Minho dalam peluk bersama tepuk menenangkan.

"Maafin gue Bin udah ngecewain lo, gue emang brengsek." Minho meracau, membalas pelukan Changbin sambil sesekali mengusap air matanya.

Sementara itu, sisa orang yang melihat adegan tersebut memilih memalingkan muka, tak ingin larut dalam adegan sedih dan dapat menguras emosi mereka.

Rghh! Rghhh!

Sampai beberapa zombi yang telah berhasil naik ke puncak mengalihkan perhatian semuanya, membuat Minho yang menangkap atensi makhluk menjijikkan tersebut lekas berbalik dan membiarkan punggungnya jadi taruhan atas nyawa Changbin.

Waktu seperti melambat, perlihatkan adegan bagaimana tubuh si lelaki Lee tampak luruh bersama dekap Changbin menopang erat, deritkan bunyi tembak dari Peter sebab refleks matikan zombie yang cengkram Minho kuat-kuat.

Minho jatuh, dan Changbin memeluknya.

"I-ini udah cukup kan buat ngeganti segala rasa k-kecewa lo?"

Dalam isak sang teman lama

"H-ho? B-bukan, bukan gini caranya."

Suara itu terbata-bata.

"Ma-makasih banyak k-karena masih mau temenan s-sama pengecut kayak gue, Bin."

"Lo diem!" Changbin tutupi luka Minho sebisanya dengan telapak tangan, berusaha agar darah tak semakin banyak mengucur keluar.

Lantas ketika Minho rasa ia sudah nyaris mencapai batasnya, lelaki itu sekuat tenaga mendorong Changbin sebab tubuh kian tertelan fatamorgana. Pupil hitam yang mulai menghilang kemudian tertutup sempurna setelah lelaki Lee tersebut menusukkan bilah pada dadanya sendiri.

Minho rela mati, tapi enggan jika harus menjadi zombi. Dia bunuh diri di hadapan Changbin yang telah di tarik ke dalam rooftop oleh keempat lain tatkala Hyunjin sudah berhasil membukanya, tak acuh akan ronta pemimpin mereka yang masih bersusah payah membawa Minho bersamanya, berakhir menyerah dan meninggalkan sang teman sendiri di tengah kerumunan makhluk aneh yang mereka hindari.

"Cukup. Itu lebih dari cukup, Minho."

[4] Game Of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang