Bagian 14

62 6 1
                                    

Mereka terengah di atas rooftop, kelelahan sebab serangan puluhan zombi yang tak terduga. Terlebih Changbin masih begitu syok atas kematian Minho di hadapannya.

Jeongin mengusap peluh, berniat menghampiri Hyunjin tampak tengah bersandar pada pintu, menunduk karena mungkin kakak sambungnya itu juga kelelahan.

"Jangan ngedeket!" Hyunjin berteriak, buat Jeongin terkejut serta menarik atensi teman-teman lainnya. Liquid mulai menetes dari pelupuk si bibir tebal, menunjukkan lengan dengan luka cakar mulai menghitam.

"Shit, lo keinfeksi?" Jeongin mendekat, mengabaikan nyawanya sendiri.

"Minggir Jeong!" Si jangkung mendorong adiknya, dibantu Brian yang turut menarik Jeongin guna mengurangi resiko.

Changbin makin terkejut, bingung harus lakukan apa ketika Hyunjin mulai mengejang.

Demikian, tiba-tiba seorang Peter merebut samurai milik si muda, menggores telunjuknya sendiri hingga menciptakan sayatan perih. Dengan kasar—sebab Hyunjin coba melawan—ia meneteskan darah agar berhasil ditelan oleh lelaki Hwang.

Lantas, kala tujuannya sudah terwujutkan, Peter lekas mengusap darah dengan ujung baju menghentikan pendarahan.

"Lo nggak akan jadi zombi setelah minum darah gue."

Semua tertegun, pun Jeongin yang langsung diam disela ronta tangisnya. Hanya beberapa saat, sampai si remaja lekas berlari menghampiri Hyunjin, memeluk sang kakak teramat erat sebab nyaris kehilangannya. Yang paling muda menangis seperti anak kecil, tunjukkan sisi lain seorang Jeongin begitu menggemaskan.

Bugh!

Tanpa mereka sadar bahwa Changbin telah menerjang Peter, menghantam wajah remaja itu dengan nafas berkejaran.

Changbin marah.

"Kenapa lo nggak nolongin Minho bangsat?!"

"Dia mati bunuh diri kalau lo lupa." Alih-alih turut berteriak, Peter menjawab teramat kalem, buat Changbin sadar bahwa tak seharusnya dia menyalahkan sepihak seperti ini.

Sebab semua tengah sama-sama berputus asa.

***

Jisung adalah definisi dari kata kehilangan. Hidupnya seolah tak pernah tak ditinggalkan. Bermula dari bunda yang meninggal tidak lama setelah melahirkannya, kakak yang juga menyusul karena menjadi tameng ketika orang tak dikenal membrondong dengan pistol.

Ketika itu usia Jisung baru 7 tahun tatkala laki-laki berseragam menggeledah rumah mewah mereka, mengobrak-abrik segala isi bahkan laboratorium sang ayah.

Tuan Han sedang pergi ke Amerika untuk pemaparan para ilmuan, menjelaskan penemuannya berupa larutan imun yang akan segera diuji coba. Bukan tanpa alasan, lelaki 45 tahun tersebut berani ambil resiko tak lain adalah untuk menyembuhkan sakit sang putra—Han Jisung.

Pada awalnya, tuan Han bekerja di pemerintahan, mengembangkan obat demi memperoleh hasil maksimal. Hanya, proposal itu ditolak sebab dianggap membahayakan, padahal mereka belum sekata pun membaca tumpukkan laporan.

Ia berakhir menyerah—pada pemerintah—meninggalkan laboratorium negara guna mengembangkan pribadi ciptaanya.

Sampai penjabaran yang dipresentasikan begitu sukses di Shanghai, juga percobaan sementara yang dilakukan pada Jisung sebab kondisi anak itu yang sudah diujung ambang menunjukkan hasil akhir memuaskan.

Pemerintah seolah berubah pikiran, ingin sekali lagi memberi kesempatan pada tuan Han. Namun ditolak dengan halus oleh karena dia ciptakan obat agar membantu orang-orang yang terjerat keputusasaan oleh penyakit yang mereka derita, bukan untuk diperjual-belikan dengan harga tak masuk akal.

"Kalian mau apa?!" Dowoon menghalangi langkah orang-orang berseragam yang sudah sangat keterlaluan, sedikit melirik sang adik yang sibuk bersembunyi di kolong meja atas perintahnya.

"Minggir bocah!" Wajah tampan Dowoon ditampar terlampau keras, membuat remaja tersebut limbung di hadapan Jisung yang nyaris keluar dari tempat persembunyian, merasa marah pada orang-orang yang telah sembarangan berbuat kasar pada sang kakak.

"Pergi ke rumah nenek. Jangan pulang sampai ayah menjemputmu." Dowoon berbisik, menunjukkan pintu darurat menuju halaman belakang sebelum berakhir bangkit dan melawan semampunya guna mengalihkan perhatian mereka.

Sedang Jisung mulai menangis menahan isak, sebisa mungkin agar tak menimbulkan suara.

Hingga si anak malang berakhir mengikuti perintah kakak, berlari sejauh mungkin memasuki hutan belakang rumah, coba cari jalan lain selama tak bertemu orang-orang menyeramkan.

Dor!

Gema tembakan menghentikan langkah, membuat Jisung terhenti dan sejenak menengok rumah megah yang ditinggalkannya. Anak itu menangis, memikirkan segala hal buruk yang mungkin menimpa Dowoon karenannya.

***

6 tahun berlalu sejak kejadian tersebut, juga Ayah yang benar menyusul ke kediaman nenek bersama darah memenuhi tubuhnya. Samar Jisung mendengar bahwa Ayah telah mengubur Dowoon cukup layak—menciptakan keyakinan bahwa dia merupakan alasan kepergian kakak—serta rencana lelaki itu guna menumpang di rumah nenek hingga waktu yang tak bisa ditentukan.

Sudah 6 tahun pula hingga Jisung berusia 13. Dia dan ayah yang resmi jadi buronan negara harus hidup terisolasi bersama keluarganya. Sampai berita memberi info tentang wabah kanibalisme yang disebabkan kegagalan uji coba pemerintah. Mereka berusaha menciptakan cairan imun tiruan milik ayah yang justru berakhir gagal.

Dengan alasan sama ketika beberapa tahun lalu mereka mengincar Jisung adalah dengan alibi pemanfaatan demi kemajuan bidang kesehatan, berusaha mendapat sampel darah milik anak itu guna dikembangkan. Namun selalu berakhir sia-sia sebab tuan Han yang takkan dengan mudah menyerahkannya.

Brak!

Pintu terdobrak keras. Bak deja vu, Jisung melihat banyak lelaki berseragam berusaha merebutnya. Perdebatan tak terelakkan. Ayah yang kukuh bahwa sang putra bukan percobaan, serta lelaki berseragam berpendirian dengan keputusan mutlak. Mengatakan jika Jisung adalah obat penawar.

Anak itu tahu bagaimana dia seharusnya berakhir, kembali melarikan diri sama seperti dahulu. Bedanya, jika hari kemarin dia masih memiliki seorang yang ditunggu, hari ini dia telah resmi hidup sendiri, sebatang kara dan kehilangan segalanya—Ayah pun nenek.

Sebab Han Jisung adalah definisi dari kata kehilangan, serta hari dimana dia mengubah identitas hidupnya, memulai dari awal dengan nama Peter Han yang ia sematkan.

[4] Game Of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang