13.

104 17 0
                                    

Anye berdiri didepan rumah bercat mencolok orens berpadu hijau. Rumah megah yang juga disulap menjadi kantor oleh pemiliknya.

KSP Sinar Harapan. Dua kata itu tertulis di papan kayu warna putih didinding teras rumah.

Sebagian kursi kayu panjang di teras luas itu terisi oleh orang - orang yang datang untuk keperluan pinjam meminjam. Terlihat dari wajah mereka yang kusut seperti baju tidak di setrika hampir lima tahun. Berbicara soal baju, penampilan mereka juga terlihat sangat kucel dan lusuh. Mereka sepertinya berasal dari kalangan menengah kebawah.

Jadi ini beneran rumah rentenir itu? Anye menelan ludah sebelum kakinya menginjak lantai teras rumah.

Anye juga melihat sekelompok lelaki bertubuh besar dengan perut buncit sedang berkumpul di salah satu sudut lain di luar rumah.

Wajah mereka menyeramkan karena dipenuhi kumis dan jenggot yang tumbuh lebat. Rambut mereka juga gondrong. Diikat satu kebelakang seperti gaya preman pasar. Aksesoris seperti kalung gelang rantai juga cincin batu akik melekat ditubuh mereka. Menambah kesan gothtic pada mereka.

Jangan - jangan mereka itu bodygard yang kerjanya nangkep orang - orang yang berhutang disini dan nggak bisa bayar.

"Maaf Mbak, ada yang bisa dibantu?"

Anye menoleh kaget saat suara seorang pria bertanya padanya. "Eh, ini. Saya mau ambil setrifikat rumah yang digadaikan disini."

"Oh, mari saya antar ke dalam."

Anye mengagguk dan mengikuti pria itu masuk kedalam. Melewati wajah - wajah kusut penuh beban hidup yang menatapnya seolah mengatakan ngapain atuh Neng masuk kesana? Mending pulang aja deh. Bahaya disini. Disini bukan taman bermain. Pulang Neng, pulang.

Kepala Anye meneleng merasakan tatapan - tatapan itu. Belum selesai menafsirkan arti sebenarnya tatapan iyu, Anye di kejutkan oleh suara gaduh dari lorong di sebelahnya.

Tampak dua orang bertubuh kekar menyeret seorang bapak - bapak kurus dan ringkih keluar dari sebuah ruangan. Wajah bapak itu meringis sambil memohon meminta tolong. Sedangkan dua lelaki yang menarik paksa bapak itu memasang tampang garang. Abai dengan rasa kasihan.

Menyeret paksa bapak itu keluar lalu melemparnya sampai bapak itu jatuh terduduk di halaman berlantai paving. Tidak ada yang berani menolong atau mendekat. Hanya memandang iba pada bapak yang terus memohon meminta tolong.

Anye bermaksud mendekat, ingin menolong bapak itu dan mendudukkannya di kursi. Melihatnya mengingatkannya pada Ayah dirumah. Tapi tatapan orang - orang itu yang lagi - lagi tertuju padanya membuat Anye terdiam ragu. Kali ini tatapan itu berkata jangan ikut campur, Neng kalau tidak mau celaka.

Huft, ner bener nih rentenir.

"Selamat pagi Mbak, ada yang bisa saya bantu?"suara perempuan yang Anye tebak pastilah admin di tempat terkutuk ini bertanya ramah pada Anye.

"Gini Mbak, saya mau ambil sertifikat rumah yang digaidakan teman saya disini."

"Oh baik. Kemarin di ajukan atas nama siapa biar saya bantu cek."

Wah, pelayanannya sudah seperti di bank - bank besar saja. Mbaknya juga sopan dan ramah.

"Adrian Maulana."

Si Mbak admin mengetik nama Adrian pada keyboard komputernya. Beberapa saat kemudian Mbak itu mendongak dan mengatakan kalau tidak ada pengajuan pinjaman dana atas nama Adrian.

"Masak sih Mbak? Bisa tolong di cari lagi?"

Mbak itu mengangguk menuruti permintaan Anye.

"Pengajuan dana pinjaman dengan jaminan sertifikat rumah tidak ada yang bernama Adrian Mbak. Disini hanya tertulis atas nama Anyelir Kirana Prameswari dengan pengajuan dana pinjaman sebesar seratus lima puluh juta."

My Cinderella (OnGoing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang