Prolog

46 11 10
                                    

Di tengah kota Madrid yang cerah terdapat seorang gadis yang sedang berlari tergesa-gesa. Matanya tajam menyiratkan amarah yang sedang bergejolak dalam hatinya. Dia terus - menerus merapalkan keyakinan, bahwa yang ditunjukkan oleh teman-temannya tidaklah benar.

Gadis itu mempercepat laju kakinya untuk segera sampai di rumah dan menanyakan kebenaran yang terjadi. Pikirannya berkecamuk, memikirkan bagaimana jika yang diucapkan teman-teman sekolahnya adalah kebenaran. Tidak! Itu tidak benar!

"Mami tidak mungkin begitu!" batinnya menyemangati.

Langkahnya sedikit melambat saat dirinya sudah melihat bangunan besar yang selama ini menjadi tempatnya berteduh. Dahinya berkerut samar saat melihat sebuah mobil asing terparkir di pekarangan rumahnya. Dengan langkah lebar gadis itu segera memasuki rumahnya.

Ketika ia masuk, pemandangan yang pertama dilihat  adalah barang-barang berserakan. Pecahan kaca ada di mana-mana.

Dor! Prang!

Dirinya sejenak menahan napas. Terkejut mendengar suara pistol dan pecahan kaca.

"Dasar wanita jalang!" teriak seorang pria.

Samar-samar dirinya mendengar suara teriakan yang dia yakin itu Papinya. Dengan tergesa ia berlari mencari keberadaan sang Papi.

Matanya membelalak melihat pemandangan di depannya. Rindi, Maminya sedang berada dalam rangkulan lelaki asing. Dan di hadapan keduanya berdiri pria bernama Edrick, Papinya yang sedang menahan emosinya.

"Dasar wanita tidak tau diri kau, Rindi. Tanpaku kau bukanlah apa-apa melainkan seorang budak lusuh!" teriaknya.

"Jaga mulut busukmu itu, Ed! Pernikahan kita hanyalah paksaan kedua orang tuamu! Kau pun sudah tau itu, tidak ada cinta di antara kita. Bahkan dengan kehadiran Air anak sialan itu!" tekan Rindi.

"Sudah, amour. Biarkan saja lelaki bodoh itu. Mari kita pergi dari sini dan membicarakan pernikahan kita," ucap lelaki asing itu santai seakan tidak takut dengan tatapan menusuk dari Edrick.

"Tunggu sebentar, darling. Edrick anggap saja aku tidak pernah ada di kehidupanmu dan Air. Jaga anak itu, atau kau jual saja untuk dijadikan seorang jalang. Aku tidak peduli dengannya. Surat perceraian akan segera datang ke rumah ini," ucap Rindi.

Gadis itu terkejut. Tak menyangka dengan ucapan perempuan yang telah melahirkannya itu. Cerai? Dan apa tadi? Jadikan dirinya sebagai jalang. Ibu macam apa dia, yang menyuruh anaknya perempuannya menjadi seorang jalang.

Setelah mengucapkan hal itu, Rindi langsung menarik kekasihnya untuk meninggalkan tempat itu. Kakinya terhenti ketika melihat seorang gadis kecil yang mematung di depannya dia terdiam sejenak, lalu kembali berjalan melaui putrinya itu.

Seketika pipi anak itu basah melihat betapa tidak pedulinya sang Mami dengan dirinya. Dahinya mengkerut samar disaat netranya melihat Papinya yang mendekat dengan langkah lebar dan mengarahkan pistol ditangannya.

Dor! Dor!

Mata gadis itu terbelalak lebar saat dua tembakan pistol menusuk pendengarannya. Napasnya tercekat, tak menyangka akan peristiwa yang baru saja terjadi.

Darah mengalir deras membasahi lantai. Tubuhnya seketika lemas dan pandangannya perlahan memburam. Dengan cepat gravitasi menarik tubuhnya ke bawah. Matanya perlahan mengabur dan kegelapan mulai menyelimuti dirinya.

"Semoga ini mimpi," batinnya berharap.

——————————————————

Hai semua. Selamat datang di cerita perdanaku. Udah dapet feelnya belum? Semoga sudah, ya. Kasih kesan dan pesan untuk prolog ini, dong. Supaya aku bisa belajar lagi!

Hope you like it, guys!

Salam manis
Jodohnya pangeran Arab.

Terima kasih

We Are Bad FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang