Malam Penuh Bintang
"Bapak, memangnya tidak mau menikah lagi?" Tanya Lasmi yang duduk di samping bapaknya sambil memandang.
Sang bapak sedikit terkejut mendengar ucapan Lasmi. Arni baru saja menduduki kelas 1 SD yang berada dalam pangkuan bapaknya tersenyum sambil mengatakan kalimat pendukung agar bapaknya menikah lagi.
"Iya pak, biar ada mama baru." Celetuk Arni.
"Haduh...mama kalian baru saja meninggal sudah bicara itu. Sudah-sudah!" Sambil memeluk erat Arni dan Lasmi.
Ridho hanya tersenyum melihat mereka saling bercengkrama.
Di malam yang gelap gulita dan ditemani sebuah lampu pelita, akibat lampu yang padam serta tidak menyala sedari tadi, membuat mereka duduk di atas bale-bale depan rumah sambil memandangi langit yang dipenuhi dengan ribuan bintang. Rumah mereka tepat dikelilingi oleh persawahan yang terbentang luas dipandang mata. Jadi wajar saja suasana malam terasa begitu sangat indah. Ayah dari Lasmi dan Arni sering dipanggil dengan sebutan pak Herman. Kebun milik pak Herman tidak begitu jauh, bahkan tepat berada di belakang rumah. Pak Herman adalah seorang duda ditinggal mati istrinya setahun lalu. Pekerjaannya adalah sebagai petani jagung dan kacang tanah. Pertokoan di kota sangat percaya pada pak Herman mengenai pendistributoran jagung dan kacang yang akan dijual di toko. Bisa dibilang, pak Herman adalah termasuk petani yang sukses. Ia memiliki dua orang anak perempuan semuanya. Begitu besar kasih sayangnya pada kedua anaknya itu. Pak Herman bisa berperan dua sekaligus, sebagai ayah dan ibu. Ridho adalah anak yang disekolahkan oleh pak Herman. Ridho sangat rajin dan tidak membantah. Bahkan semua pekerjaan rumah ia yang lakukan. Padahal sebenarnya anak laki-laki sangat tabu untuk mengerjakan pekerjaan rumah di daerah mereka. Tapi, bukanlah menjadi hal yang salah menurut Ridho. Ia tidak keberatan, bahkan sangat bersyukur bisa mengenal pak Herman. Apapun perintah sang tuan, Ridho hanya berikan senyuman manisnya pada pak Herman dan anak-anaknya. Itulah mengapa pak Herman ingin menyekolahkannya dan menganggapnya sebagai anak kandungnya sendiri. Kedua putrinya tidak ia perkenankan untuk bekerja, kecuali merapikan kamar mereka dan kamar bapak mereka. Berhubung Arni masih terlalu kecil untuk bekerja, Lasmi lah yang setiap hari merapikan kamar bapaknya. Lasmi menduduki kelas 4 SD. Di usia ini sudah bisa dikatakan bisa untuk mengerjakan pekerjaan rumah yang tidak terlalu berat.
Malam semakin pekat dan dingin, akan tetapi lampu belum menyala. Padahal sudah sejam berlalu.
"Apa cita-citamu Ni?" Tanya bapak sambil memeluk Arni.
"Polwan bapak. Biar bisa pegang tembak." Ucap Arni.
"Saya-saya pak!" Ucap Lasmi menggoyang-goyang tangan bapaknya.
"Iya-iya. Kalau kamu?" Tanya bapak menoleh.
"Saya ingin jadi dokter!" Ucap Lasmi sambil cengar-cengir.
"Jangan ganggu sam bapak!" Ucap Arni menyambungkan kedua alis matanya.
"Yeee memangnya bapakmu saja?" Sambung Lasmi mengolok.
"Iiii hhhh!" Ucap Arni sambil mencubit tangan Lasmi.
Ridho yang duduk terpisah hanya senyam-senyum tanpa berkomentar.
"Ehh-eh jangan bertengkar!" Ucap bapak melerai.
"Dengar dulu! Kalian berdua harus saling sayang. Kalau kalian besar ya kalian hanya berdua saja! Jadi jangan bertengkar! Kalian harus saling menjaga!" Bapak menjelaskan dengan penuh dedikasinya.
"Ya dia deluan pak. Masa saya tidak bisa cerita soal cita-cita saya?" Celetuk Lasmi.
"Wek wek!" Arni mengolok.
"Iiiihhh!" Lasmi sambil menggeser badannya dan ingin mencubit Arni akan tetapi bapak menghelanya.
"Sudah-sudah! Ayok damai! Kalau tidak damai, bapak tidak akan membeli kalian es krim. Tidak mau?"
"Mau!!!" Mereka menjawab serempak.
"Kalau gitu, damai! Ayok damai!" Ucap bapak sambil mengulurkan tangan Arni dan menyatukan ke tangan Lasmi untuk bersalaman.
Mereka pun berdamai. Arni sudah mulai mengambil perhatian pada Lasmi dengan mengajak Lasmi ke halaman depan yang langsung berada langsung berada di bawah langit. Mereka saling bergenggaman tangan dan berlari ke halaman depan rumah yang dipenuhi dengan rumput jepang yang identik pendek dan begitu indah. Mereka berlarian kecil dan bermain di halaman tersebut. Lasmi tercengang melihat langit yang yang dipenuhi bintang berkelap-kelip bagaikan titik putih di atas kertas hitam. Indah, sungguh indah. Arni langsung menarik tangan kakaknya dan menunjuk ke arah langit yang dipenuhi bintang tersebut.
"Kak, bintang-bintangnya kelap-kelip!"
"Iya ni!" Sambil tersenyum dan terus memandang.
"Eh eh...lihat! Lihat!" Lasmi memegang kedua pundak adiknya dan menunjuk ada satu bintang yang berjalan; berpindah tempat. Arni menepuk tangan tersenyum bahagia.
"Iya-iya!" Arni.
"Ayok pulang anak-anak!" Ucap bapak memerintah mereka pulang.
"Iya-iya pak!" Lasmi dan Arni.
"Mama ada di sana pasti kakak kan?" Ucap Arni senyum.
"Tidak Arni. Orang yang sudah meninggal bukan di langit tempatnya. Mereka sudah ada di alam gaib!" Ucap Lasmi tersenyum.
"Alam gaib apa itu kak?"
"Alamnya Allah juga. Ada alam yang bisa dilihat, ya seperti ini. Dan ada alam yang tidak bisa dilihat; ya alam gaib ini." Ucap
"Berarti mama menghilang ya ke alam yang tidak bisa dilihat kaka kan?"
Mendengar pertanyaan lanjutan Arni membuat Lasmi bingung harus menjawab apa. Akhirnya Lasmi hanya mengangguk saja.
"Coba lihat di langit ni. Bagus sekali eee! Ucap Lasmi memandang bahagia melihat bintang-bintang di langit.
"Hm!" Arni.
"Itu bintang saya, itu kamu ni, itu bapak dan itu mama." Ucap Lasmi menunjuk ke langit.
"Yang mana kakak?"
"Itu!"
"Ohh!"
Sambil berdiri dan melongo cukup lama ke langit membuat mereka berdua terasa sakit pada leher. Tidak hanya itu, akibat terlalu memandang membawa mereka terhanyut dalam gelap gulita malam sehingga mereka terasa takut dengan situasi yang semakin larut. Bulu kuduk Lasmi mulai berdiri, demikian juga Arni. Perasaan takut di hati mereka membuat mereka tidak tenang. Perlahan mereka mundur, mundur dan lari menuju bapak mereka sambil teriak,
"Aa aaaa bapak!" Suara Arni lebih nyaring dari Lasmi.
"Bapak, mari tidur!" Ucap Arni memeluk bapaknya.
Malam semakin larut. Sudah hampir dua jam, lampu pun belum menyala. Mereka pun memilih untuk istirahat. Menutup pintu dan kembali ke kamar. Ridho mendahului mereka semua. Ia lebih dulu tertidur pulas. Lasmi dan Arni tidur bersama bapak mereka. Walaupun sebenarnya mereka memiliki kamar masing-masing. Malam yang pekat mengantarkan mereka untuk tertidur pulas sembari menanti esok pagi mentari yang memancarkan senyumannya melalui biasan cahaya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Pulang, Kembali pada Pangkuan
Teen FictionKebahagiaan tidak selamanya jadi pemenang. Jatuh bangun dalam usia belia sudah menjadi keharusan, sebab kehilangan sang pengendali; ayah dan ibu. Roda terus berputar; kadang titik roda ada di atas, kadang juga di bawa. Arni dan Lasmi adalah perempua...