8. Zimzalabim!

647 132 32
                                    

Wafda kembali diserang oleh berbagai pertanyaan yang datang, tentang perihal kenapa ia bisa berakhir di sini?

Sial, sepertinya ia baru merasa nyaman berada di sini. Tapi pikirannya mendadak seolah ditarik oleh kenyataan bahwa tempatnya bukan di sini. Isi otak gadis itu penuh oleh pertanyaan tentang pacarnya yang entah sekarang ada di mana, dengan siapa, sedang berbuat apa.

Ia memilih kembali ke spot favoritnya sembari menenteng kotak rokok yang isinya hanya tinggal beberapa itu. Mungkin nanti ia akan menanyakan pada Ben, di mana letak warung agar ia bisa mengisi ulang kotak nikotin kesayangannya itu.

Jika sebelumnya Wafda ditemani oleh Be My Mistake-nya The 1975, kali ini Wafda justru memutar salah satu lagu dari bandnya Jae, Afraid-nya Genpo pun mengalun di tengah heningnya malam.

I'm so afraid
I'm so afraid
That you'll change like me
I can neither let you go or hold on to you

Sejujurnya, Wafda takut jika Jae meninggalkannya.

Bukan tanpa alasan ketakutan Wafda. Tapi, karena semua hal yang pertama baginya telah ia lakukan bersama Jae.

Jae yang pertama kalinya mengenalkan Wafda pada dunia malam, dunia yang tidak pernah ia sambangi. Jae juga menjadi laki-laki yang selalu mendengarkannya. Jae juga menjadi laki-laki pertama yang mengambil ciuman pertama Wafda. Bahkan para mantannya pun sebelumnya belum ada yang berani menyentuh Wafda.

Dan juga, Jae adalah pemeran utama dalam kecelakaan romansa mereka yang tidak disengaja dulu. Itu pertama kalinya bagi Wafda, meski bukan yang pertama bagi Jae. Hal tersebut yang membuat Wafda takut jika suatu hari nanti Jae akan berpaling darinya.

Wafda tidak akan sanggup menghadapi banyak tekanan sendirian. Ia butuh Jaelani sebagai penetralisir keadaan dan juga pengobat dari segala ketakutan yang selalu menggerogoti pikiran Wafda.

Tapi, disaat ketakutan itu kambuh. Malam ini justru Jae tidak ada. Keduanya terpisah oleh jarak. Dan, Wafda tidak memiliki cara lain untuk menetralisir penyakitnya selain membakar paru-paru.

Tangan kanan gadis itu mengepal, memukul dada kirinya. Berusaha menetralkan detak jantung yang kian menggila jika seranvan paniknya kambuh. Keadaan tersebut terkadang juga memicu rasa sesak berlebih pada pernapasannya.

Dan, kebodohan Wafda bertambah karena ia justru malah merokok bukannya mencari udara segar. Walaupun tujuannya untuk mencari ketenangan, tapi tetap saja, hal itu tidak boleh dibenarkan dalam dunia medis.

PRANG!

Sampai terdengar suara dari tutup panci yang jatuh, Wafda dengan terburu mematikan puntung rokoknya dan menoleh ke arah belakang.

"Sorry ganggu, saya disuruh nyuci panci sama Ben."

Holy shit, umpat Wafda dalam hati.

Itu Chairil, dengan wajah tanpa dosanya ia kembali melanjutkan kegiatannya untuk mencuci panci yang tadi mereka gunakan.

Wafda mengambil napas sejenak, kemudian menghampiri Chairil.

"Kenapa nyucinya ga di dalem aja?"

"Terlalu kotor, banyak noda bekas arangnya, jadi harus diluar biar ga nambah kerjaan Umi." Jelas Chairil. Membuat Wafda manggut-manggut.

"Si Ben mana?"

"Ben lagi ngeberesin sisa kekacauan di teras."

Wafda melirik kegiatan yang dilakukan Chairil yang tidak kunjung selesai itu. Gadis itu menghela napas jengah. Laki-laki memang tidak bisa diandalkan jika menyangkut pekerjaan rumah.

AbditoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang