Jalan setapak yang masih dilapisi tanah alami menjadi satu-satunya jalan menuju ke Desa Batu Dua, desa tempat suami Bu Darmi dan temannya tinggal untuk berternak. Jalan yang di masing-masing sisinya ditumbuh berbagai macam pohon yang rimbun nan lebat, lebar jalan yang sempit yang mungkin hanya cukup untuk lewat satu mobil. Itupun juga harus berhati-hati.
Saat Derin pergi tadi waktu masih menunjukkan pukul delapan pagi, setelah lamanya perjalanan menggunakan bus sekarang waktu menunjukkan pukul setengah tiga sore. Langit masih cukup cerah karena matahari bersinar terang, tanpa menunjukkan sedikitpun awan gelap pertanda mendung. Jalan kecil menuju Desa Batu Dua ini sendiri hanya mempunyai lampu kecil di setiap beberapa meter, meskipun sekarang tidak dinyalakan tapi Derin dapat membayangkan betapa kecil cahaya yang dihasilkan dari lampu-lampu ini. Derin tidak bisa membayangkan jika tadi dia sampai disini saat sore menjelang malam, atau bahkan pada malam hari.
Menurut sopir bus itu sendiri, jarak dari awal masuk jalan sampai ke daerah pemukiman Desa Batu Dua kira-kira sekitar 2-3 kilometer. Mungkin untuk sebagian besar orang jarak sejauh itu akan melelahkan dengan berjalan kaki, tapi berbeda dengan kebanyakan orang pekerjaan Derin mewajibkannya menggunakan fisik untuk bekerja, jadi jarak 2-3 kilometer sendiri tidak cukup menantang baginya.
Di tengah perjalanan berjalan kaki sendirian, ada beberapa motor yang lewat entah masuk menuju desa atau keluar ke jalan utama. Seperti kebanyakan orang desa pada umumnya mereka sangat ramah dengan memberikan senyum pada Derin, bahkan menawarkan untuk mengantarkan Derin menuju desa. Derin dengan tegas menolak karena dia memang lebih suka berjalan kaki apalagi jaraknya sendiri tidak begitu jauh.
Setelah sekitar 15 menit berjalan kaki, akhirnya Derin melihat banyak sawah yang terhampar luas setelah melewati hutan. Terlihat beberapa orang yang sepertinya adalah penduduk desa sedang bertani di bawah sinar matahari, terlihat pula beberapa anak yang sedang mengorek-orek tanah yang ada di sawah. Sebagai anak yang tumbuh besar di Desa, Derin tentu saja tahu apa yang sedang dicari anak-anak itu. Tak lain dan tak bukan adalah belut. Biasanya mereka mencari belut untuk menambah variasi lauk sehari-hari.
Sambil menyapa para petani yang tak jauh darinya, Derin melanjutkan perjalanan ke daerah pemukiman yang sekarang sudah bisa ia lihat tak jauh di depan. Dikelilingi oleh sawah, tanah rumput dan hutan membuat desa ini terlihat sangat asri dan tentu saja mempunyai udara yang sangat segar.
Akhirnya Derin tiba di pemukiman warga, kebetulan sekali saat Derin sampai disitu ada sekumpulan ibu-ibu yang sepertinya sedang bergosip. Entah di kota maupun di desa, budaya berkumpul dan bergosip seakan tak pernah hilang di telan zaman. Akhirnya, karena Derin tidak tahu lokasi pasti tempat tinggal Pak Eko dan temannya, Derin berinisiatif untuk menanyakan hal ini kepada mereka.
"Maaf Bu, tau rumahnya Pak Eko gak ya?" Derin menanyakan hal ini sambil melihat ke semua ibu-ibu yang ada, siapa tahu ada salah satu dari mereka yang tahu. "Ohh Pak Eko yang mana? Disini ada 2 orang yang namanya pak Eko, coba kasih tau ciri-cirinya aja." Ucap salah satu dari mereka sambil tertawa.
Eko, memang nama yang terlalu pasaran. Wajar saja.
"Itu lho, Pak Eko yang berternak disini. Tau kan bu?" Kata Derin dengan ragu. Dia sendiri juga tidak tahu ciri-ciri Pak Eko seperti apa, karena Derin sendiri juga belum pernah bertemu dengannya. "Oalah bilang dong Pak Eko yang punya peternakan, jelas tau dong kalo dia. Lagian Pak Eko yang satunya lagi kan udah meninggal. Jadi ya tau dong saya." Balasnya sambil cekikikan.
"Loh? Kalo udah meninggal kenapa masih disebut ada dua Bu, tinggal bilang aja yang masih hidup." Kata Derin dengan nada jengkel tahu dia di kerjai oleh ibu-ibu, mereka hanya bisa tertawa mendengar nada Derin yang jengkel. Tentu saja Derin tidak menganggap serius ini semua, jadi dia juga ikut tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Harapan
FantasíaJalan kehidupan terlihat biasa. tidak ada yang monoton, seperti kisah masing-masing orang yang berbeda satu sama lain, tidak ada yang menarik karena setiap orang sudah mempunyai takdirnya sendiri dan tidak ada yang mencoba lepas darinya, setidaknya...