"Tentang kita pada akhirnya, menjadi sejarah yang tak tercatat. Kenangan yang tak terulang dan ingatan yang tak sampai. Tapi semua pernah ada. Hanya saja kita sedang belajar melupa."_________
"Ini rumah kamu?" Dia bertanya tanpa mengalihkan tatapan entah apa yang sedang diamatinya.Gerakanku yang hendak menarik handle pintu terhenti saat dia memutar badan kemudian berkata,
"Sebaiknya kamu mengehentikan perbuatan yang merusak diri. Belajarlah lebih peduli akan masa depan. Karena ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk bahagia dan jangan biarkan diri kamu menangisi masa lalu.
Kamu masih muda, menarik dan cerdas ada banyak lelaki di luar sana yang mendambakan perempuan seperti kamu."
Dengan bibir terkatup rapat kupandangi dia beberapa lama. Aku cukup terharu dengan apa yang dia katakan, membuat dadaku mendadak sesak. Meski aku tahu itu tak lebih sekadar kalimat penghibur. Padahal jelas-jelas aku tak butuh dihibur. Aku bisa mengondisikan diri sebagaimana yang aku ingin. Mengizinkan diriku Untuk tertawa atau menangis kapan pun aku mau.
Kuhempaskan napas dengan perasaan kesal, tergesa keluar seraya membanting pintu. Dia sampai tercengang lantaran kaget.
"Bahkan nggak ada ucapan terima kasih sedikit pun?!"
Aku mengabaikannya. Tadinya begitu tapi setelah kupikir semakin lama dia semakin banyak bicara dan menyebalkan. Jadi buat apa berterima kasih.
"Oh, iya. Kamu tahu laki-laki yang baik akan mendapatkan perempuan yang baik begitu sebaliknya," ujarnya setengah berteriak, sukses membuatku kembali berbalik menghadapnya. Lalu dengan geramnya kubalas kata-katanya tak kalah tajam. Kedua tanganku sengaja kuletakkan di kedua sisi pinggang agar semakin terlihat angkuh di matanya.
"Kalau pun anda sudah merasa menjadi laki-laki baik dan ingin mendapatkan perempuan baik-baik, sepertinya saya tidak berniat menjadi perempuan baik sekalipun di muka bumi ini cuma tersisa anda seorang.
Apa lagi harus mengahabiskan waktu dengan orang memuakkan seperti anda. Mudah-mudahan setelah ini kita tidak lagi dipertemukan."
Dia menyeringai lebar. Mebuatku ingin mencopot high heelsku dan melemparkan ke mukanya. Pikirku bisa-bisa aku jadi gila meladeni dia. Kemudian dengan perasaan dongkol aku melengos menyelinap ke pintu pagar sementara suara tawanya masih terdengar jelas seakan menempel di gendang telinga.
"Nama saya Akhtar. Jangan lupa itu!" Dia masih sempat berteriak meski langkahku hampir mencapai pintu.
"Saya nggak peduli!"
"Dan saya akan memanggil kamu Bintang. Bintang jatuh, tepatnya." Dia tertawa lagi.
Bintang. Bintang jatuh? Dia benar-benar ...
Emosiku yang sedari tadi berusaha kutahan, kembali memuncak. Kali ini tanganku sudah gatal ingin mencakar wajahnya. Tapi sebelum keinginanku tersampaikan dia menekan klakson keras-keras dan berhasil membuatku terlonjak melajukan mobil. Meninggalkan aku yang masih terpaku dengan jantung berdegup kencang, geram dengan kelakukannya.Oh, Tuhan. Dosa apa yang telah kuperbuat. Kenapa aku dipertemukan dengan mahkluk yang membuat hariku menjadi sangat muram dan mengerikan. Sepertinya aku harus bertobat setelah ini dan kembali ke jalan yang lurus.
![](https://img.wattpad.com/cover/236958209-288-k419365.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Izinkan Aku Menjadi Ibu Untuk Anak-Anakmu
RomanceMaikana tidak tahu persis apa yang terjadi dengan dirinya di waktu dini hari yang dingin itu. Dia hanya ingat seorang lelaki menghampirinya, sewaktu ia sekarat, lalu ambruk di tepi trotoar lantaran mabuk berat. Lelaki itu menolong dan membawanya ke...