Rintik hujan mulai berjatuhan tanpa peduli puluhan insan berlarian untuk menghindari nya. Walau pada kenyataanya, tak semua menghindari tetesan hujan itu, tak peduli sweater yang dikenakannya mulai kebasahan, atau bahkan udara dingin yang semakin terasa menusuk, pemuda itu tetap diam ditempatnya.
Tak ada sedikitpun niat untuk berteduh atau bahkan bangkit dari duduknya, tubuh ramping itu tetap duduk manis di taman yang kini hanya tersisa dirinya dengan ratusan rintik hujan yang terus berjatuhan.
Kepalanya mendongak, menatap tetesan air yang berjatuhan ke wajahnya, sepersekian detik berikutnya, matanya terpejam menikmati dinginnya air hujan membelai wajah manisnya. Perlahan ingatannya tentang bagaimana Minho mengajaknya menuju halte untuk menunggu kakaknya menjemput ketika hujan deras mengguyur kembali hadir.
Teringat bagaimana tangan lembut itu menggenggam tangannya untuk menghangatkannya, teringat bagaimana pundak yang bisa membuatnya tertidur dengan nyaman bahkan sampai sang kakak datang menjemput, teringat bagaimana kecupan ringan yang ia bubuhkan dipucuk kepalanya dengan sayang.
Dulu, saat semua itu terjadi, tidak ada respons lebih dari dirinya. Debaran itu terlambat hadir.
Ia mengakui, bahwa dirinya terlambat membuka hati, bahkan debaran itu baru hadir setelah pemuda Lee itu pergi. Debaran bercampur dengan rasa sesak sudah menjadi temannya sejak satu tahun yang lalu.
Mungkin tak ada yang melihat dirinya menangis saat ini, karena air mata yang keluar dari mata manisnya langsung bersatu padu dengan air hujan. Jisung menangis dalam diam, tak ada suara yang keluar dari mulutnya, hanya lelehan air mata yang terus menerus keluar dari pertahanannya.
Secara tiba-tiba dirinya tidak bisa merasakan dinginnya air hujan menyentuh kulitnya lagi, dengan segera kelopak matanya kembali terbuka untuk melihat apa yang terjadi.
Dilihatnya sebuah payung transparan sedang memayunginya dengan seorang pemuda yang ternyata sedang berdiri tepat disebelahnya. Jisung mengernyit, merasa tak kenal dengan sang pemilik payung transparan yang sudah repot-repot memayunginya.
Sang pemilik payung menunduk, membalas tatapan bingung Jisung dengan senyuman tipis.
"Apa aku mengganggu acara hujan-hujanan mu?"
Pemuda Han itu menaikkan alisnya bingung, bukankah jawabannya sudah jelas 'iya', mengapa orang ini tetap bertanya?
"Maaf, aku hanya ingin menyelamatkan tas mu, bukankah didalamnya terdapat banyak tugas?"
Jisung menggeleng pelan, mulutnya mulai terbuka untuk menjawab pertanyaan si orang asing.
"Tas ku anti air, terimakasih sudah berniat membantu."
Bagai seorang teman yang sudah mengenal nya dari lama, pemuda itu berjongkok disampingnya dengan senyuman secerah matahari.
"Apa kau ada masalah? Maksudku, bukankah apa yang kau lakukan sekarang ini adalah hal yang bodoh?"
Jisung tersenyum tipis, memang benar, apa yang sedari tadi Jisung lakukan adalah kegiatan yang sangat bodoh.
"Ya, kau benar."
"Aku benar apa? Kau punya masalah atau kau bertingkah bodoh?"
Jisung terkekeh lalu menggelengkan kepalanya pelan, heran dengan sikap aneh pemuda disampingnya.
"Dua-duanya tuan."
Pemuda itu mengangguk puas, lalu mengulurkan tangannya tepat dihadapan Jisung yang kembali mengernyit bingung.
"Aku Kim Seungmin, senang bisa hujan-hujanan denganmu."
Jisung tersenyum sambil kembali menggeleng keheranan, entahlah, perkataan Seungmin terdengar sangat konyol baginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wish You Back ; Minsung (end)
Fanfic[ sequel On Track ] Jisung hanya ingin Minhonya kembali, tidak peduli kalau pada akhirnya ia harus melanggar prinsip hidupnya sendiri. Notes ! • baca on track dulu baru ini ya, biar kamu ngerti • book ini gabakal panjang" banget ( short ff ) • bahas...