WYB 08

1.7K 294 10
                                    

Tak pernah jisung sangka kalau ternyata memperjuangkan seseorang akan terasa sesulit ini.

Dimulai dari perjuangannya agar bisa mendapatkan izin dari sang papa, belajar mati-matian demi bisa diterima oleh kampus yang sama dengan Minho, dan berjuang mati-matian melawan akal sehatnya yang selalu berkata bahwa yang ia lakukan sangat buang-buang waktu.

Kau tahu, ketika hati dan pikiran tidak sejalan, di situlah terkadang Jisung kembali bimbang dengan keputusannya ini. Entah hati atau pikiran yang harus ia ikuti.

Ia hanya takut kalau perjuangannya akan berakhir sia-sia.

Selama beberapa bulan kebelakang, sebenarnya banyak kesempatan untuk Jisung mendatangi gedung fakultas elektro itu, namun ada beberapa hal yang selalu berhasil membuat nyalinya kembali ciut, dan berakhir dengan kembali ke rumah tanpa ada kemajuan yang berarti.

Semua tahu bagaimana kerasnya hati Jisung, dan cara berpikir pemuda itu yang terkadang terlalu rumit. Kedua hal itulah yang selalu menggagalkan niatnya. Tak ada yang mengetahuinya, dirinya selalu menyimpan rahasia perasaannya dengan baik.

Belum lagi ini adalah pengalaman pertama bagi Jisung, dan itu membuatnya semakin clueless.

Bertanya kepada Felix? Tidak, dirinya merasa ini adalah masalahnya sendiri, dan Felix sudah terlalu banyak membantu membuatnya tak enak hati untuk sekedar bertanya. Walau sebenarnya ada faktor lain yang semakin memperlambat langkahnya.



Gengsi.

Jujur saja, perasaan gengsi itu tetap ada meski semua orang terdekatnya sudah tahu bahwa Jisung sudah benar-benar jatuh hati kepada kakak kelas tampannya itu.

Oh ayolah, bahkan tak pernah terpikirkan olehnya kalau dirinya akan menjadi selemah ini hanya karena sebuah perasaan bodoh yang biasa disebut cinta.

Tok tok!

Netranya beralih menatap pintu kayu yang baru saja diketuk oleh seseorang. Tak ada pergerakkan berarti yang pemuda itu lakukan, bahkan bibir mungilnya tetap bungkam. Entahlah, dirinya masih sedikit lemas untuk sekedar bangun dari ranjangnya.

"Ji, aku masuk ya?"

Sepersekian detik setelahnya netra kelamnya menangkap sosok sang sahabat yang memasuki kamarnya.

"Sudah merasa lebih baik?"

Pemuda manis yang masih terdiam berbaring di atas ranjangnya hanya mengangguk kecil sebagai jawaban.

"Kata Abin lusa kau sudah boleh masuk kuliah."

Tangan putih Felix beralih mengusap surai coklat milik sang sahabat yang terlihat lebih lemas dari biasanya.

"Sabar ya, tugasmu pasti sudah menumpuk banyak. Nanti akan ku bantu atau setidaknya kutemani sampai tugas-tugas mu selesai."

Jisung tersenyum tipis, "terimakasih Fe, maaf karena selalu merepotkan mu."

Yang lebih muda satu hari tertawa kecil, dicubitnya pipi gembil Jisung dengan gemas.

"Makanya lain kali jangan hujan-hujanan lagi Jiiii, kau sudah bukan anak-anak yang gemar hujan-hujanan."

"Iya Fe, maafin Jiji."

- Wish You Back -

Jisung menghela nafas, berusaha menghilangkan perasaan gugup yang entah kenapa terasa sangat menyesakkan.

Kaki rampingnya kembali melangkah, memasuki gedung fakultas yang selama ini menjadi tempat penghuni hatinya menuntut ilmu.

Wish You Back ; Minsung (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang