🦋 14. Membeli Cinta 🦋

2.1K 382 136
                                    

Malem, temans. Aku nggak telat duong malem ini😁😁

Sudah begitu lama sejak terakhir kali Abiseka bertemu Ariani. Dia bertanya-tanya kemana perempuan itu menghilang. Abiseka pernah sengaja datang ke selepan, siapa tahu bisa melihatnya walau hanya sebentar. Namun, keinginan itu hanyalah sebatas harap yang tidak menjadi kenyataan.

Rasanya Abiseka ingin sekali menanyakan keberadaan Ariani, tetapi dia tidak mampu. Jika bertanya pada ibunya, sudah pasti dia akan mendapatkan ceramah panjang yang isinya supaya dia merelakan Ariani karena jelas perempuan itu bukan jodohnya. Mau bertanya pada orang lain, dia khawatir disangka sedang mengincar istri orang. Serba salah, itulah yang dirasakan oleh Abiseka saat itu. Bayangan Ariani yang terus mengikuti dan tak pernah pergi membuat harapannya tidak pernah terputus dan terus berharap bahwa suatu hari dia akan mendapatkan kembali cinta mereka yang hilang.

Bodoh, Abiseka tahu itu. Baginya tidak masalah jika seluruh dunia mengetahui bahwa dia mencintai Ariani. Bagaimana dengan Ariani? Apakah perempuan itu masih memiliki rasa yang sama? Maukah dia mengakui kalau mereka saling mencintai?

"Seka!"

Abiseka menoleh dan melihat ibunya datang dengan bakul bambu yang sudah pasti berisi nasi jagung. Itu adalah hari Minggu dan sawah sedang musim tanam. Seperti kebiasaan yang berlaku, para pekerja sudah mulai menanam saat hari masih belum terlalu terang. Berangkat ke sawah sangat pagi begitu sudah pasti ada jatah sarapan. Belakangan Abiseka juga sadar kalau pekerjaan memasak itu kini dikerjakan oleh ibunya. Bu Sumi, ibunya Ariani, sudah tidak pernah memasak lagi karena kondisi kesehatan bapaknya Ariani yang kadang-kadang memburuk secara tiba-tiba.

"Kamu itu dipanggil diam aja, Le. Kupingmu ke mana loh?" omel Bu Lika. "Bawakan bakul ini ke sawah! Taro saja di gubuk. Biar Ibuk bawa lauknya."

Abiseka menerima bakul dari tangan Bu Lika. "Biar Seka yang bawa semuanya. Ibuk jalan saja."

Abiseka meraih rantang susun yang ada di meja luar dan berjalan ke sawah. Matahari belum menampakkan dirinya. Langit timur masih menampilkan semburat keemasan sementara angin tetap berembus dingin. Abiseka berjalan menyusuri pematang sawah, menginjak rumput liar yang terasa basah oleh embun. Di kejauhan, daun pohon kelapa melambai mengikuti tiupan sang bayu.

Sampai di gubuk, Abiseka meletakkan bakul nasi di amben dan kembali untuk mengambil beberapa lauk yang belum terbawa. Ringan saja langkahnya berjalan bolak-balik hingga semua pekerjaannya selesai. Abiseka beristirahat sejenak, menuang teh hangat dan meneguknya pelan-pelan sementara Bu Lika menyiapkan piring-piring bambu dan memberinya kertas bungkus sebagai alas.

"Le ... kamu mau sarapan sama apa?" tanya Bu Lika ketika Abiseka hanya menambah tehnya sampai dua gelas.

Abiseka menoleh dan menatap ibunya sekilas sebelum meneguk tehnya kembali. "Nggak usah, Buk. Seka kenyang," jawabnya.

"Belum makan apa-apa kok kenyang. Sini makan sedikit saja! Kerjaanmu masih banyak, Le."

Tidak ada pilihan bagi Abiseka jika ibunya sudah mengatakan hal seperti itu. Diterimanya nasi yang diulurkan Bu Lika dan mulai makan. Untunglah porsinya tak banyak sehingga dia tidak akan merasa kekenyangan. Nasi jagung, urap, dan ... ikan asap yang dimasak pedas. Kesukaan Ariani ... Abiseka langsung tersedak mengingat hal itu.

Bu Lika mengulurkan segelas teh untuk Abiseka, "Makan mbok ya pelan-pelan, Le. Dikejar apa kamu itu? Ndak baik tergesa-gesa begitu," nasihatnya.

Abiseka menelan makannya dengan susah payah lalu menerima air yang disodorkan Bu Lika. Dia memilih untuk tidak merespons ucapan ibunya. Membayangkan wanita yang sudah menjadi istri orang lain tidaklah dibenarkan. Tidak ada untungnya bagi Abiseka, yang ada justru malah memiliki potensi untuk menambah luka.

Forever You [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang