🦋 19. Sesal 🦋

3.4K 536 96
                                    

Malem temans. Kuantarkan Mas Andra kepadamuuhh😁😁

Sejak diterimanya berita tentang meninggalnya Bu Yati, Giandra seperti orang linglung di depan ICU. Ariani langsung mendekat setelah meletakkan kepala Prabu berbantalkan jaketnya yang terlipat. Dia membiarkan Giandra yang mendekapnya dengan tangis tertahan yang tidak bisa dikendalikan dengan baik. Memahami apa yang sudah terjadi, Ariani segera menelepon ke rumah begitu Giandra sudah lebih tenang. Dia meminta kepada Mbok Parti untuk menyiapkan segala sesuatunya. Ariani juga mengabari karyawan mereka supaya turut membantu.

Selesai dengan panggilan beruntunnya, Ariani menarik tangan Giandra supaya berdiri. Dia membiarkan suaminya mengiringi Bu Yati yang baru dikeluarkan dari ICU untuk persiapan dipulangkan. Ariani sendiri langsung membangunkan Prabu dan menuntun putranya untuk mengurus semua administrasi yang diperlukan. Baru pukul tiga pagi, lorong-lorong panjang rumah sakit yang sepi terasa semakin senyap saat angin dingin berembus. Ariani menghentikan langkah dan menoleh pada putranya. Diraihnya topi jaket anak itu dan dipasangkannya di kepala. Dia tarik sedikit talinya supaya bagian telinga Prabu tertutup lalu kembali mengajaknya berjalan.

Ariani bersyukur bisa menyelesaikan semuanya secara cepat. Pak Darno pun sudah ada di parkiran begitu Ariani keluar dari pintu utama rumah sakit sementara Giandra akan pulang bersama ambulans yang membawa Bu Yati. Dalam perjalanan menuju rumah, Ariani mengoleskan minyak kayu putih ke perut Prabu. Beberapa jam duduk di lantai dan sempat menidurkan anaknya begitu saja tanpa alas membuatnya sedikit cemas. Bersyukur anaknya itu masih mau menerima makanan yang disuapkan Ariani tanpa cerewet seperti biasanya.

"Nggak ada sereal, Ma?"

"Serealnya nanti di rumah. Sekarang makan roti saja, ya?"

"Iya, Ma."

Hanya itu yang percakapan antara Ariani dan Prabu. Ariani bersyukur anaknya mau makan roti di pagi hari dan tidak meributkan tentang sereal seperti biasanya. Dia juga senang Prabu menerima susu kotak dan tidak minta susu hangat seperti kebiasaannya. Pagi itu Prabu benar-benar menurut dan dengan semua yang Ariani katakan. Itu sudah cukup bagi Ariani mengingat kesibukan yang akan terjadi beberapa jam ke depan.

Semua berjalan begitu cepat hingga Bu Yati selesai dimakamkan. Ariani bersimpuh sambil menabur bunga di pusara mertuanya ditemani Prabu yang terus menempel padanya tanpa mau menjauh meski hanya sebentar. Setelahnya, Ariani masih menerima ucapan bela sungkawa dari orang yang tidak bisa dia ingat satu per satu.

Di kejauhan Ariani juga sempat melihat Giandra sedang berdiri bersama Siti. Ariani ingat siapa Siti, tetapi dia tidak memikirkan apa-apa. Beberapa orang memang menanyakan kronologi meninggalnya Bu Yati dan mungkin begitu juga yang dilakukan oleh Siti. Tidak ada waktu untuk memikirkan hal lainnya saat dia melihat Prabu yang sudah lelah.

"Riga, pulang, yuk!" ajak Ariani.

"Tapi, Ma ...."

"Nggak papa. Kita bisa mendoakan nenek dari rumah."

Prabu menuruti perkataan Ariani. Anak itu berjalan dengan tangan yang berada dalam genggaman mamanya. Prabu bahkan tidak menoleh pada Giandra yang masih bersama Siti dan beberapa orang di sekelilingnya. Prabu juga tidak rewel berjalan di sisi Ariani menuju rumah yang jaraknya lumayan jauh.

"Mbok." Ariani memanggil Mbok Parti begitu sampai rumah.

"Ya, Mbak."

"Sebentar lagi selamatannya. Apa semua sudah siap?"

"Sudah, Mbak."

"Ya sudah. Tolong jangan sampai ada yang kurang, ya, Mbok. Sebentar lagi pasti Mas Andra juga datang."

Forever You [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang