🦋 18. Kehilangan 🦋

3.3K 548 116
                                    

Malem temans. Seneng banget akutuuu sama semangat teman semua baca bab kemaren. Komennya menyenangkan hatikuuhh🤩🤩

Giandra tercengang dengan tuduhan ibunya yang bisa dikatakan setengahnya adalah benar. Dalam pikirannya dia berusaha untuk menenangkan diri. Ibunya yang sudah dalam keadaan marah harus ditenangkan terlebih dahulu sebelum dia mengatakan hal lain yang bisa membuat beliau semakin marah. Giandra terus menatap wanita terkasihnya dengan lembut. Tidak berusaha membantah atau mencari pembenaran. Dibiarkannya Bu Yati mengeluarkan isi hatinya hingga beliau puas.

"Andra memang bekerja, Bu. Membuat beberapa kesepakatan dengan pabrik sepatu. Mereka punya produk baru dan Giandra harus mengunjungi pabriknya supaya bisa melihat langsung kualitasnya. Barang ekspor, Bu. Harus benar-benar teliti."

Bu Yati mendengkus. Bahkan setelah mendengar penjelasan Giandra, kemarahannya tak juga mereda. Mata beliau tetap menyorot tajam, sarat akan tuduhan-tuduhan yang siap dimuntahkan. Tidak ada sedikit pun jejak kasih sayang seperti biasanya.

"Ibu ... melahirkanmu dengan penderitaan yang kurang lebih sama dengan menderitanya Ariani karena mengandung dan melahirkan anakmu. Dosa apa Ibu ini hingga punya anak sepertimu?" Dalam suara bergetarnya, Bu Yati mengusap air mata beberapa kali.

Giandra tidak tahu apa yang sudah diketahui Bu Yati. Dia hanya bisa menebak-nebak arah pembicaraan beliau. Namun, nada penyesalan itulah yang telah membuat hati Giandra teremas. Ibu yang selama ini menyayanginya seperti seseorang yang kecewa pada sesuatu yang dia sendiri tidak tahu kebenarannya secara pasti.

"Bu, Andra tidak ...."

"Diam!" geram Bu Yati. "Ibu ndak butuh penjelasan apa-apa darimu." Bu Yati mengangkat telunjuk ke hadapan Giandra supaya putranya itu tidak bersuara.

Giandra menunduk. Kemarahan Bu Yati benar-benar serius kali ini dan sebagai anak yang selalu berbakti maka dia hanya perlu mendengarkannya. Seperti yang sudah-sudah, setelah mengeluarkan semua unek-unek, Bu Yati pasti akan segera membaik begitu Giandra meminta maaf.

"Ibu melamar Ariani karena dia baik. Ibu ndak buta kalau saat itu sebenarnya dia sudah memiliki orang lain yang dicintainya."

Giandra tersentak. Bu Yati mengetahui masa lalu Ariani secara rinci padahal dia sebagai suaminya saja tak tahu apa-apa tentang hal itu. Istrinya itu memang banyak tersenyum dan tertawa seiring berjalannya waktu. Berbagi apa saja dan keduanya semakin dekat sejak kelahiran Prabu. Kenyataan yang dilemparkan Bu Yati benar-benar membuka matanya bahwa segala sesuatu berjalan tidak mudah untuk Ariani.

"Dia mencintai orang lain saat kamu menikahinya. Meski begitu ... apakah dia menemui mantan kekasihnya diam-diam? Apakah dia berusaha untuk menyambung cinta mereka meski pria itu mencintainya setengah mati? Pernahkah Ariani keluar dari rumah ini untuk menemuinya secara sembunyi-sembunyi?"

"Bu ... kurasa tidak."

"Memang tidak. Dia memutuskan menerima lamaran ibu karena rasa hutang budi atas kebaikan Ibu pada keluarganya. Ibu tahu itu."

Lagi-lagi Giandra tersentak. Itu adalah hal baru yang diketahui olehnya. Ariani menerimanya karena merasa berhutang budi. Bagaimana bisa istrinya itu bertahan dalam pernikahan mereka jika dia mencintai orang lain. Namun, Giandra tidak merasakan keanehan sikap Ariani. Wanita itu melayani segala keperluannya seperti istri yang mencintai suaminya sepenuh hati.

"Ariani belajar menerimamu dan dia berhasil. Dia mengabdi di rumah ini dan Ibu melihat ketulusannya."

"Aku juga menerima Ariani, Bu. Tidakkah itu cukup bagi Ibu?"

"Menerima Ariani? Menerima katamu!" Bu Yati menjerit demi mendengar ucapan Giandra. "Menerima dari mana saat di belakang istrimu kamu jalan dengan perempuan tidak benar itu?"

Forever You [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang