𝐀𝐊𝐔 𝐉𝐀𝐃𝐈 𝐇𝐎𝐌𝐎𝐒𝐄𝐗 𝐊𝐀𝐑𝐄𝐍𝐀 𝐀𝐘𝐀𝐇𝐊𝐔
(1) Aku dibesarkan oleh seorang Ayah di sebuah desa. Ibuku meninggal ketika aku berumur 10 tahun. Saat itu aku kelas 4 SD. Kami 2 bersaudara. Setelah Ibu meninggal, kakakku diasuh oleh Bibiku di kota.
(2) Ketika Ibu meninggal dunia, Ayah berusia 42 tahun. Kami hidup susah dengan penghasilan utama Ayah sebagai petani. Kami tidak punya ladang sendiri, hanya ada sebidang tanah tempat gubuk kami berdiri. Sehingga Ayah menggarap ladang orang. Kadang Ayah kerja gajian di ladang orang.
(3) Ayah tak kenal lelah mencari nafkah untuk menghidupiku. Aku kasian lihat Ayah. Namun aku blm bisa membantunya. Kalau rindu Ibu, aku sering menangis, mengingat Ibu telah tiada. Apalagi mengingat Kakak yang harus jauh dari kami. Tanpa komunikasi apapun. Aku makin sedih.
(4) Bila sedang di rumah mengurus ternak ayam dan bebek, Ayah biasanya bertelanjang dada dengan hanya menggunakan sarung. Begitu juga ketika Ayah tidur. Kami sering mandi bersama di belakang rumah. Ayah menampung air hujan dari atap rumah menggunakan bambu sebagai talang air.
(5) Ada 3 tong besar untuk tempat menampung air hujan. Untuk air minum, kami ambil dari pancuran yang berjarak 1 km dari rumah. Tempatnya menurun di bawah jurang pada tepian ladang orang. Bila mandi di rumah Ayah selalu bertelanjang bulat tanpa menggunakan kolor atau apapun. Ayah bugil.
(6) Kulihat memang seperti itulah kebiasaan para Bapak-bapak di kampung kami. Ketika mandi bersama di sore hari dengan warga sekampung, tak ada satu pun yang pake katok (celana kolor). Melainkan telanjang bulat meski campur dengan anak-anak kecil di sana. Pemandangan itu terasa sangatlah biasa buatku.
(7) Pernah suatu sore ketika hujan lebat, aku dan Ayah mandi di belakang rumah. Seperti biasa Ayah bertelanjang bulat di depanku. Akan tetapi kali ini ada yg beda yang kulihat. Burung Ayah terlihat memanjang dan lurus ke depan. Sampai kami selesai mandi, burung Ayah masih saja begitu.
(8) Besok-besoknya, di saat mandi, aku jadi sering memperhatikan burung Ayah menegang. Akan tetapi aku tak pernah mengomentari itu. Yang aku tau burung Ayah sedang hidup. Karena burungku juga bisa seperti itu. Ketika tidur, ayah hanya pakai sarung saja, sehingga sering tersingkap ke atas.
(9) Kadang aku terbangun karena haus, melihat Ayah yang lagi tidur pulas dengan paha terbuka dan sarung tersingkap ke atas. Di situlah aku tahu kalau Ayah ternyata tak pake katok. Sehingga burung Ayah bisa terlihat jelas. Aku sering merapikan sarung itu supaya burung Ayah tertutup.
(10) Pernah juga beberapa kali, ketika bangun tengah malam, kulihat Ayah sedang tidur pulas. Seperti biasa pahanya terbuka lebar dan sarungnya tersingkap. Akan tetapi burungnya hidup. Kuperhatikan burung itu berdenyut secara beraturan. Lalu kututup sarung itu dan aku tidur kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ayah Dan Anak Lelakinya
Short StoryDia Ayahku. Aku menyayanginya. Namun, rasa sayang ini bukan sayang yang biasa. Ada benih cinta terlarang yang menyelimutinya. Aku dan Ayah menghadapi dilema hidup yang penuh tanda tanya.