(61) Kini batang kemaluan Ayah sudah kandas semuanya. Masuk sampai pangkalnya. Dan lama-lama rasa sakit itu pun perlahan hilang, berganti dengan rasa nikmat. Di situlah aku memanggil-manggil Ayah, "Goyang terus Ayah, terus Ayah, dorong kuat Ayah!"
"Gak sakit lagi, 'kan?" tanya Ayah.
"Gak lagi, Yah...." jawabku.
(62) "Udah enak skali sekarang,Yah. Aduh, Ayah, enak banget...." rancauku. Ayah pun makin semangat memacu goyangannya. Lalu setelah sekian lama Ayah menggenjot lobangku, dia pun berhenti dan mencabutnya.
"Kenapa, Yah?" tanyaku.
"Istrahat dulu, Nak!" Jawabnya. Lalu dia telentang.
"Gantian, kau yabg nusuk Ayah!"
(63) "Apa?" tanyaku kaget.
"Tusuk Ayah, ganti2an kita!" katanya.
"Haruskah?" tanyaku lagi.
"Harus! Ayah juga mau kamu puas maksimal, Ayah mau, kamu merasakan juga gimana enaknya masukin lobang," terangnya.
"Tak usah Ayah. Aku udah sangat puas walaupun cuma ngisap, diisap, dan Ayah tusuk," elakku.
(64) "Ayolah Nak. Ayah juga pengen rasain bagaimana enaknya ditusuk. Ayah penasaran seperti apa rasanya ditusuk. Masa' kau gak mau kasih?" ujar Ayah.
"Baiklah Ayah, kalau emang itu kemauan Ayah, aku siap melakukannya asalkan demi kepuasan Ayah," tadahku.
"Iya Nak. Masukkanlah ke lobang Ayah!" perintahnya.
(65) Dan kemudian, Ayah mengangkang, aku pun segera menjilati lobang anusnya beberapa saat, sampai dia menggelinjang.
"Udah cukup Nak, masukkanlah, Ayah gak tahan lagi!" serunya. Aku pun mengarahkan kepala burungku ke lobang Ayah, dan mendorongnya perlahan. Aku juga tak mau Ayah kesakitan.
(66) Kusoronglah hingga kepala burungku terbenam.
"Terus!" kata Ayah.
Kusorong terus hingga masuk batangnya setengah. Ayah menutup mata & mengerutkan wajah. Aku tak tega melihat Ayah kesakitan. Merasakan burungku tak maju-maju Ayah membuka mata.
"Masukkan terus, jgn berhenti!" titahnya.
(67) "Gak sakit, Yah?" tanyaku.
"Gak. Lanjutkan. Enak, kok,"jawabnya.
Aku pun menggoyang terus hingga makin masuk dan masuk semua.
"Oh, enaknya. Enaknya," rancau Ayah.
Karena dibilang enak aku pun makin mempercepat gerakanku.
"Udah mau nembak kau?" tanya Ayah.
"Belum, Yah, masih lama," jawabku.
(68) "Cabut dulu. Gantian Ayah lagi," katanya.
Lalu kucabutlah burungku. Kini Ayah menyuruhku menungging. Lalu Ayah menghantam lobangku dari belakang.
"Udah mau nembak aku!" ucap Ayah.
"Tembakkanlah Ayah" sahutku.
"Jangan dulu. Ayah belum mau muncrat," katanya. Lalu dia cabut burungnya segera.
(69) Kini dia yang langsung ambil posisi nungging.
"Masukin dari belakang!" serunya. Aku pun menyorongnya dari belakang. Terasa lain sensasinya dengan gaya ini.
"Enak sekali begini Yah," kataku.
"Iya...." jawabnya.
"Jangan sampai kau nembak dulu, ya. Kalau udah mau nembak hentikan. Cabut aja!" katanya. Aku nurut saja.
(70) Selanjutnya Ayah menyuruhku tidur menyamping, lalu diangkatnya satu pahaku ke atas, dan dimasukkannya burungnya.
" Ough ... Terasa sekali Yah, masuk semua!" kataku.
"Iya Nak. Kau suka kan?" ungkap Ayah.
"Suka Yah!" balasku.
"Ayah mau ngecroot!" serunya. Aku diam saja.
"Ayah mau keluarin, ya!" lanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ayah Dan Anak Lelakinya
NouvellesDia Ayahku. Aku menyayanginya. Namun, rasa sayang ini bukan sayang yang biasa. Ada benih cinta terlarang yang menyelimutinya. Aku dan Ayah menghadapi dilema hidup yang penuh tanda tanya.