BAB 5

3.9K 48 5
                                    

Suasana ruangan itu terasa sangat dingin walau belum terpasang AC.

Cicilia tak berhenti menatapku dengan tatapan mengancamnya namun eric sepertinya sudah mengetahui gelagat itu.

Nyonya rosalia tak berhenti menangis  dan beberapa kali mengelap matanya.
Usianya sudah 50 tahun lebih namun seperti berusia 30an.

Wajahnya cantik dan kulitnya masih terlihat sangat kencang dengan tubuh proforsional.

"kamu butuh uang berapa untuk meninggalkan kakaku...". Tanpa basa-basi cicilia langsung menyerangku.

"ciciliaaaa...". Bentak erik hingga ruangan itu bergema.

Perasaanku semakin tertekan dengan suasana ini, namun aku tak mampu berkata sepatah katapun.

"bukan ria yang mendekatiku...tapi aku sendiri yang menginginkanya!!". Tambah eric lagi.

"bullshit...". Cicilia membuang wajahnya dengan tangan bertolak di dadanya.

"sudah!! cukup...mama sudah tau semunya ric!!...cicilia tahan emosimu!!..kamu belum tau apa-apa...". Nyonya rosalia pun bangkit dan kembali mendekatiku.

"ria...apa kamu benar-benar ingin seperti ini??...". Rosalia menatapku dengan sendu.

"ma...maksudnya nyonya!!". Walaupun aku mengerti atas pertanyaan nyonya rosalia namun mulutku seolah terkunci untuk menjawab pertanyaanya.

"baiklah...ini ada uang untukmu...tinggalkan eric dan kami berjanji tidak akan pernah mengganggumu lagi!!" nyonya rosalia menyodorkan sebuah cek.

Sepintas kulihat jumlah di cek itu bernilai 5 milyar.

Tapi aku benar-benar tidak tertarik dan tidak sedikitpun menginginkanya. Aku berubah hanya untuk eric dan atas kemauanku sendiri.

"nyonya...bila itu yang anda mau saya akan meninggalkan eric berikut uang itu...saya seperti ini karena demi eric, bukan untuk hal lain!! Terima kasih atas penawaran nyonya". Aku pun berbalik dan pergi dari tempat itu namun tangan eric menahanku.

"ria...tenanglah...". Bisik eric.

"heh banci...apa kurang uang itu...gue tambahin 5 milyar". Cicilia berkacak pinggang dengan pongahnya.

"tutup mulutmu cicilia....". Tangan eric hampir melayang ke wajah cicilia.

Genggamanya pun lepas dari tanganku hingga replek aku berlari keluar sambil berlinang air mata.

Tak kusangka hari ini akan sangat menyakitkan bagiku.

Aku seakan tersadar dari sebuah mimpi dan sebuah harapan.

Mana mungkin seorang waria berharap pada seorang pangeran.

Aku pun keluar dari gedung yang baru jadi itu dan menyetop sebuah taksi.

"mau kemana mbak?". Tanya si sopir taksi.

"Desa D...". Jawabku merujuk kampung halamanku.

"jauh banget mbak apa gak naik bis aja". Kata si sopir lagi sambil terus menjalankan mobilnya.

"tenang aja pak...saya bayar!!". Akupun mengeluarkan beberapa lembar uang hingga si sopirpun menyetujuinya.

Aku memutuskan untuk pulang saja tak peduli lagi tentang kontrakanku atau baju-bajuku.

Sepanjang perjalanan air mataku tidak berhenti menetes, meratapi kesadaranku akan kenyataan.

Beberapa kali ponselkupun berbunyi tapi tak kuhiraukan, langsung ku matikan dan mencabut sim cardnya lalu membuangnya.

💌💌💌

Sex Trap(crosdresser) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang