Happy Reading📖
"Tak setiap hal buruk selalu meninggalkan hal yang negatif. Bahkan hal buruk sekalipun dapat memberikan energi positif kepada seseorang. Jadi, jangan terlalu mudah menilai seseorang. Kamu tidak mengetahui apa isi hati orang itu, niat baik atau niat buruk orang itu. Negatif dan positifnya tergantung dari sudut mana kamu menilainya."
Adara duduk melamun di depan meja belajarnya. Sebuah kotak berwarna army yang terbuka dengan beberapa note berjejer dihadapannya.
"Apa selama ini Bintang di balik semuanya?" gumamnya.
"Adara?" panggil seseorang memasuki kamarnya.
Adara mengerjapkan kedua bola matanya. Ia melamun sampai tak mendengar suara ketukan pintu dari seseorang hingga seseorang itu masuk kedalam kamarnya.
Tangannya sibuk memasukkan note-note yang berserakan di atas mejanya ke dalam kotak berwarna army di hadapannya dengan cepat. Gadis itu menoleh ke belakang dan tersenyum tipis. "Papah," panggilnya canggung. "... papah ngapain kesini?"
Raka berjalan memasuki kamar Adara, mendudukkan dirinya di tepi kasur dan menatap putri kesayangannya yang kini duduk menghadapnya. "Kenapa? Papah ngga boleh kesini?" tanyanya dengan kepala menggeleng.
Gadis itu menggelengkan kepalanya. "Bu-bukan gitu pah," jawab Adara cepat. "Papah kapan pulang?"
Pria paruh baya itu beranjak berdiri dan mendekat pada Adara. Ia mengelus pundak gadis itu dan tersenyum. "Tadi, ayo turun, kita makan malam."
Adara menganggukkan kepalanya dan beranjak berdiri. Mereka berjalan bersisian dengan Adara memeluk lengan Raka. "Ayah tau!" Adara menoleh pada Raka. Di tatapnya pria paruh baya itu dengan antusias. "Dara memenangkan olimpiade fisika, loh."
Mendengar penuturan dari anaknya, Raka menoleh, menganggukkan kepalanya dengan seulas senyuman yang terbit di bibirnya. Tangannya mencubit hidung gadis itu. "Ayah tau. Anak ayah ini memang paling bisa diandalkan."
"Ayah ucapkan selamat atas kemenangannya, sayang. Ayah harap kamu akan tetap mempertahankan prestasi kamu dan bisa menjadi dokter."
Gadis itu menundukkan kepalanya. Senyuman dibibirnya telah memudar. Lagi lagi ia harus hidup dengan segala peraturan yang ada. Ia harus mengikutinya, agar tidak ada kekecewaan dan patah harapan.
****
Di lain tempat. Di rumah depan rumah Adara seorang pemuda tengah memperdebatkan impiannya dengan orang tuanya.
"Pah! Ini mimpi Nova! Kenapa papah ngelarang Nova buat main musik? Apa karena mamah?"
"Pah, ngga cuma papah yang ngerasa kehilangan mamah. Tapi Nova juga ngerasain apa yang papah rasain!"
"Kamu masih anak-anak, Nova! Kamu ngga tau apa-apa! Kamu itu hanya remaja labil!"
Setelah mematahkan dan menginjak-injak gitar kesayangan Nova, Dion membalikkan tubuhnya dan meninggalkan Nova di ruang tengah.
Satu tahun belakangan ini, kehidupan Nova berubah 360 derajat. Banyak orang mengira Nova adalah remaja yang sangat beruntung. Memiliki banyak teman, berasal dari keluarga berada, keluarga yang hangat, ibunya seorang penyanyi dan aktris terkenal, dan ayahnya seorang produser rekaman terkenal di jagad raya ini.
Siapa yang tidak mengira hidup Nova tanpa adanya masalah?
Hampir semua orang mengira kehidupan Nova adalah kehidupan yang paling banyak di idam-idamkan oleh remaja lainnya.
Namun, nyatanya?
Itu semua hanyalah kebahagiaan sesaat. Tawanya hanyalah topeng yang selalu ia gunakan untuk menutupi kesedihannya, menutup rapat-rapat masalah dalam hidupnya.
Setelah perselingkuhan ibunya dengan aktor ternama membuat keluarga Nova terpecah. Perceraian kedua orang tuanya tak dapat di hindari. Dan, saat itu juga Nova hidup berdua dengan ayahnya. Didikan keras dan penentangan dari ayahnya perihal dunia musik dan entertainment membuatnya merasa begitu tertekan dan kecewa.
Setiap orang memang bisa melakukan kesalahan. Tapi tak setiap orang melakukan kesalahan yang sama, bukan?
Nova berjongkok untuk mengambil potongan-potongan gitarnya. Ia bangkit berdiri dan berjalan menuju gudang. Tangannya meraba tembok mencari saklar untuk menyalakan lampu gudang.
Setelah lampu menyala, pemuda itu menaruh gitar rusak itu di dalam gudang bersama gitar-gitar sebelumnya yang telah rusak dan alat musik lainnya yang ingin ayahnya musnahkan.
Ia mendudukkan dirinya di kursi depan piano yang tertutup kain hitam. Punggungnya membungkuk, meraih kardus yang berisi beberapa frame foto, album, CD rekaman mamahnya, dan peninggalan yang menyangkut mamahnya.
Tangannya meraih foto mamahnya. Tangannya mengelus lembut foto itu. "Mah, Nova kangen mamah. Mamah kangen Nova juga ngga? Mama bahagia, kan, sama keluarga baru mamah?"
***
Selina duduk termenung di depan minimarket bersama seorang pemuda yang duduk tanpa minat di hadapannya. Gadis itu mengaduk-aduk minumannya tanpa berminat untuk meminumnya.
Adara berdecak setelah mengetahui siapa pemuda yang tengah duduk di hadapan Selina. Tangannya bersilang manis di depan dadanya. Kepalanya menggeleng takjub. "Dasar nenek sihir! Di sekolah aja belagaknya sok ngebully, di luar sekolah gini dia malah pacaran sama korban bullyng-nya sendiri, cih!" gumamnya pelan ketika melewati meja yang di tempati Selina dan pemuda itu.
Namun sialnya, gumamannya itu bukan terbilang cukup pelan. Karena 2 remaja itu dapat mendengarnya dengan begitu jelas.
"Lo nyindir gue?!" Selina bangkit berdiri. Secara otomatis pemuda di hadapan Selina juga ikutan berdiri.
Tangan Adara yang baru saja menyentuh gagang pintu minimarket, melepaskan genggaman tangannya. Kepalanya menoleh dengan tubuhnya yang menyerong. "Oh! Lo ngerasa kesindir? Baguslah, berarti lo tau diri!"
Nafas Selina naik turun. Langkah kakinya berjalan mendekati Adara. "Lo mau ngajak ribut gue, HAH?!"
Adara merotasikan kedua bola matanya. Tangannya bersilang di depan dadanya. "Otak lo ini ... emang di dalemnya itu isinya cuma ribut aja ya, Sel?"
"Ah! Gue lupa, bokap nyo--"
"Stop, ya, Ra!
"Oke, gue kelewatan. Sorry." Adara membalikkan tubuhnya, memasuki minimarket itu dengan senyuman tipis di bibirnya.
Biarpun gadis itu tidak dapat menenangkan Selina, sekiranya rasa sedih gadis itu telah berubah menjadi amarah kepada dirinya. Setidaknya itu sedikit membantu melupakan masalahnya. Dan sedikit pula meringankan bebannya dengan gadis itu meluapkan emosinya terhadap dirinya.
Adara tau masalah apa yang gadis itu hadapi dan Adara juga tau Selina tidak akan mudah bercerita kepada siapapun ataupun meluapkan emosinya kepada siapapun. Itu akan berakibat sangat buruk untuk psikis-nya, karena terlalu banyak memendam masalahnya sendiri. Oleh sebab itu Adara harus memancingnya agar gadis itu mau sedikit meluapkan emosinya.
Tak setiap hal buruk selalu meninggalkan hal yang negatif. Bahkan hal buruk sekalipun dapat memberikan energi positif kepada seseorang. Jadi, jangan terlalu mudah menilai seseorang. Kamu tidak mengetahui apa isi hati orang itu, niat baik atau niat buruk orang itu. Negatif dan positifnya tergantung dari sudut mana kamu menilainya.
****
Di bab ini ada pembelajaran hidup, loh! Ada yang bisa kasih sedikit pesan yang paling penting di bab ini?
See u next part♥️ jangan lupa untuk vote, komen, dan share ke temen kalian. Terlebih cerita ini bener bener banyak pengajaran yang bisa diambil:)
Salam ka es, stnrmh
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAETH
Teen Fiction(Jangan lupa untuk follow terlebih dahulu sebelum membaca) Ini kisah tentang 5 remaja dalam mencari jati diri dan menggapai mimpi mereka. Pahitnya kehidupan di usia remaja harus mereka telan. Satu persatu masalah selesai, dan satu persatu masalah ke...