3. Lit

1.9K 378 71
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

...

Haelen memeluk erat Jena sebelum wanita itu berangkat ke Bandung bersama Robin dan rekan satu komunitas lainnya. Berharap bisa menyalurkan semangat kepala Jena.

"Dua hari doang, El. Ya ampun.. nggak usah nangis gitu dong." Jena mengangkup kedua pipi Haelen gemas.

"Na, boleh minta tolong nggak?"

Jena melepaskan kedua tangannya dari pipi Haelen, kemudian menatap wanita itu tepat di mata. "Apa?"

"Tolong jagain Robin. Pokoknya lo harus bareng Robin terus. Ya?"

Dalam hati Jena tertawa. Karena tanpa diminta Haelen pun, dia selalu bersama Robin selama ini.

"Ck! Males ah! Bosen liat dia terus." Dustanya. Kemudian berlari menghampiri Joan yang berdiri di belakang Haelen.

Dengan sedikit berjinjit dia mengecup bibir Joan. Niatnya cuma mau ngecup sekilas, tapi siapa sangka kalo Joan malah menahannya sedikit lebih lama. Ngebuat Jena sedikit terkejut.

Joan melumat lembut bibir Jena sembari melirik Robin dari sudut matanya. Dia sengaja melakukannya di depan Robin yang kini melihatnya dengan pandangan sengit.

"Bi?"

"...."

Haelen menggoyangkan lengan Robin beberapa kali, "Biiii! Kenapa sih? Kebelet boker? Kaku gitu mukanya."

"Hhm? Enggak. Nggak papa." Kata Robin seraya menatap Haelen dengan senyuman manisnya. "Sini peluk dulu.." Robin merentangkan kedua tangannya. Dipeluknya Haelen dengan erat.




Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.






"Na?"

"Hhm?"

"Joan tau?"

Jena mengalihkan pandangannya dari ponselnya. Menoleh kearah Robin yang kini telah berada di balik kemudi. Mereka milih bawa mobil sendiri, nggak semobil bareng anak-anak lainnya.

"Gila lo! Mana mungkin."

"Siapa tau."

"Kalo dia tau, ya yaudah." Sahut Jena acuh. Seolah dia memang bener-bener nggak peduli.

A S U ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang