Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sena menatap Robin dengan pandangan sengit. Padahal dia sendiri tadi yang ngasih tau Robin, Haelen dibawa ke RS mana. Sena tau kalo seminggu ini Robin rada ngindar dari kakaknya.
Robin pun segera masuk ke ruangan yang ditunjuk Sena dengan perasaan kalut. Di dalam sana ada orang tua Haelen juga.
Dada Robin serasa ditusuk-tusuk. Melihat Haelen-nya terbaring lemah diatas brankar rumah sakit.
"Om sama Tante nunggu di luar. Kamu bisa ambil waktu kamu berdua sama Haelena." Ucap Jordi memberi izin Robin.
Menyadari kehadiran Robin, Haelen yang tampak setengah sadar itu pun tersenyum. Dia merindukan pria manis itu begitu banyak. "Robin..."
"Iya sayang... aku disini. Kamu harus segera pulih, ya." Kata Robin seraya mengusap pelipis Haelen, lalu memberikan kecupan di dahi wanita itu.
Haelen menggelengkan kepalanya dengan lemah. Perlahan tangan kanannya terulur meraih tangan Robin, dan digenggamnya dengan lembut.
"Wajah kamu kenapa?" Tanya Haelen dengan lirih.
"Hhm?" Ah, Robin baru ingat dia abis kena tonjok Joan sore tadi. "Bukan apa-apa. Aku nggak apa."
"Jangan berantem sama Joan.." kata Haelen barusan ngebuat Robin terkejut. Gimana bisa Haelen tau kalo bekas luka di sudut bibirnya itu berhubungan sama Joan.
"Ada cara lain untuk bersama, kenapa kamu sama Jena milih pake cara yang nggak baik??"
"M..maksud kamu?"
Oke. Kali ini Robin lebih terkejut. "Jena beneran sayang sama kamu. Jangan mainin dia, Bi."
Jadi, telah seberapa jauh Haelen mengetahui semua itu?
"Pas kamu bilang mau putus sama aku. Aku seneng. Seenggaknya kamu milih menggenggam satu hati, bukan lagi dua." Haelen tersenyum diakhir kalimatnya.
"Haelena..."
"Aku nggak akan lama lagi disini, Bi. Tolong lepas aku baik-baik."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
