"Pak Hasbi?" panggil Hasya dengan lirih.
'kok pak hasbi?' tanya Hasya sambil menatap Amira bingung.
Amira menggeleng sambil mengangkat bahunya tanda bahwa Ia pun tak tau.
"Oh iya, Hasya dan Mira belum tau ya, kalau sekarang saya yang menggantikan pak Rahmat sebagai dosen pembimbing kalian?" Tanya pak Hasbi begitu menyadari tatapan bingung yang Hasya berikan kepada Mira.
Mira dan Hasya kompak menggeleng.
"Hmm yaa, sekarang saya yang jadi dospem kalian. Karena pak Rahmat ada kepentingan lain yang mendesak sehingga tidak bisa menjadi dospem kalian"
Hasya dan Mira mengangguk " Baik pak"
"Oke, bisa kita mulai?" tanya pak Hasbi
"Bisa pak" jawab kami serentak.
****
Tak terasa sudah satu jam berlalu. Kini giliran skripsi nya Hasya yang di periksa.
Pak Hasbi memeriksa skripsi Hasya dengan seksama, kepalanya mengangguk-angguk, matanya menatap dengan jeli serentetan kata yang Hasya tuangkan dalam skripsi yang Ia buat.
Hasya menunggu dengan cemas, dia khawatir tidak mendapat Acc. Karena saat Ia perhatikan wajah Pak Hasbi, ia tidak dapat menebak apakah akan mendapat berita baik atau berita buruk. Wajah nya datar.
"Baik Hasya, skripsi kamu pada Bab ini saya rasa.. " ucapan Pak Hasbi tertunda karena ada suara lain yang mengintrupsi memanggil namanya, ditambah terdengar suara tangisan bayi yang memilukan.
"Bunda Hasya.." panggil suara itu
Kami semua serentak menoleh.
Hasya terkejut dengan kehadiran Misha dan Bunda Nina. Ia melihat Misha sudah sesenggukan menangis, wajahnya merah padam pertanda Misha sudah menangis cukup lama.
Ia reflek menatap Pak Hasbi, meminta izin. Yang ditatap menganggukkan kepala.
Hasya berdiri, "Misha kenapa Mba? Kok bisa nangis sampai kaya gini?" Tanya nya cemas. Ia lantas mengambil alih Misha dari Bunda Nina. Lalu menimangnya.
"Shhh, sayang, kenapa menangis nak? Umma disini sayang. Sudah yaaa menangis nya. Merah nih mukanya" ujar Hasya sambil menghapus jejak air mata Misha, dan menimang anak itu agar tenang.
"Misha haus Bun" jawab Bunda Nina.
"Loh. Kan tadi sudah saya masukkan susu nya kedalam tas Mba? Gak dikasih?" tanya Hasya heran.
"Sudah kami beri susunya Bun, tapi Misha menolak, dia gamau minum dari dot. Sudah kami timang-timang tapi tetap tidak berhenti menangis."
"Ya Allah, Misha haus nak?" tanyanya lembut, anaknya ini masih sesenggukan menangis. Tapi sudah lebih tenang didalam dekapan Hasya.
"Aduh Mba, gimana ya?"
Dalam kebingungannya tiba-tiba sang dosen memberi solusi.
"Bawa sini saja Sya, kalau memang dia tenang nya sama kamu. Gapapa dia ikut bimbingan"Hasya menoleh tak percaya. "Serius boleh pak?"
Pak Hasbi mengangguk.
Ia menatap Misha bergantian dengan menatap sang dosen, "Bener nih pak?Misha boleh ikut sama saya?" Tanya Hasya lagi, memastikan.
Yang ditanya mengangguk lagi, "Silahkan." jawab nya singkat.
Ah hati nya lega.
"Yaudah Mba, Misha sama saya aja. Tolong antar tas nya aja kesini ya"
KAMU SEDANG MEMBACA
To Be Mother? Can I?
Cerita PendekMenjadi Ibu di usia muda? Bahkan tanpa menikah dan tanpa pernah hamil. Tentu bukan suatu hal yang mudah. Harus menerima pandangan aneh dari masyarakat, cibiran yang silih berganti, dan harus menerima kenyataan bahwa akan banyak waktu di masa mu...