Ia seperti sedang menghadiri pemakaman sendiri. Hadir di antara manusia dengan pakaian berkabung dan air mata, wajah berduka, dan kekosongan yang mendadak menyergap. Ya, itulah ungkapan yang pas untuk menggambarkan keadaan Rose sekarang. Wanita yang kini tidak lagi memedulikan apakah mantelnya sudah cukup tebal untuk menghalau musim dingin yang baru saja tiba, atau apakah kakinya masih menapak tanah, atau siapa yang sedang memeganginya sekarang. Ia tidak lagi peduli. Atau lebih tepatnya, tidak perlu memedulikan hal seperti itu. Toh, pada dasarnya ia sendiri yang sedang dibaringkan di dalam peti.
Wajahnya begitu pucat dengan rambut lurus tersemat pita berwarna merah muda. Gaun putihnya terpasang dengan pas. Menutupi seluruh tubuh yang sudah membeku semenjak ditemukan hari lalu. Lehernya juga tak luput ditutupi. Semata agar orang-orang yang datang tidak sibuk memasang wajah terkejut karena bekas luka di sana. Bekas luka yang akan segera menimbulkan beragam ekspresi dan ribuan pertanyaan, terutama 'kenapa ia bisa bunuh diri?'.
Rose masih terdiam di samping peti mati. Air matanya sudah tidak lagi mengalir. Mungkin sudah terkuras habis. Atau mungkin beginilah rupa orang mati itu, tidak lagi merasakan apapun. Kosong. Kekosongan abadi yang menyambutnya dengan tangan terbuka. Memeluk Rose perlahan semenjak menemukan putri tunggalnya sudah tak bernyawa pada suatu pagi. Atau bahkan ketika peti mati itu lantas ditutup untuk kemudian dimasukkan ke dalam tanah. Sempurna sudah mempersilakan Rose dalam kekosongan yang tak pernah ia kira akan hadir.
"Daisy selalu menyukai salju pertama," ucapnya lirih. Sorot matanya masih terus terarah ke bawah sana. Tempat yang kini menyembunyikan tubuh membeku Daisy dalam peti mati. Ia tidak mendengarkan seseorang menyahut. Hanya tangan yang kemudian merengkuhnya dalam dekapan. Membuyarkan pemikiran Rose tentang Daisy, tentang salju pertama, tentang kejadian pagi itu, dan tentang seseorang yang tengah memeluknya. Air matanya kembali berderai.
Keduanya baru kembali setelah malam lama menjelang. Sepasang orang tua yang sudah tidak mendapat sambutan ceria putri tunggal mereka. Separang orang tua yang kini sibuk menyapu dari satu sudut ke sudut yang lain dan tidak ada yang ditemui selain kekosongan. Hampa. Begitulah sekiranya yang tergambar.
Rose merasakan telapak tangannya menghangat. Ia menoleh dan melihat Tom, suaminya, mencoba tersenyum. Memasang wajah tegar walau ia sendiri paham, Tom mungkin jauh lebih hancur daripada dirinya sendiri. "Mandilah dulu, kusiapkan makan malam untukmu," ucap Rose lirih. Ia melepas genggaman tangan mereka dan berlalu.
Beberapa jam lalu, rumah ini ramai dihadiri oleh banyak orang. Orangtuanya yang terbang dari Korea, keluarga mertuanya dari Kent, dan beberapa petugas polisi yang datang bersama sirine ambulans. Entah siapa yang akhirnya membiarkan mereka hanya berdua di sini. Mungkin Tom, suaminya. Bahwa mereka berdua sudah cukup waktu untuk menerima ucapan bela sungkawa, wawancara dadakan, atau sekadar hiburan.
Ia memilih untuk menuju ke dapur. Mengeluarkan pasta dan juga beberapa bahan pelengkap dari kulkas. Terdengar darinya, Tom sudah mulai menyalakan air. Rose bisa mendengarnya lebih lama dibandingkan hari-hari biasa. Bahkan suaminya itu baru menghampiri ketika ia selesai menata makan malam mereka di meja. Kedatangannya menguarkan aroma lavender.
Tom mencengkeram kursi dengan kuat begitu mendapati tiga porsi pasta tersaji di meja makan. Sementara suara air dari wastafel masih terdengar. Rose sedang mencuci panci bekas memasaknya dengan khusyuk. Namun, Tom dapat dengan jelas melihat punggungnya yang bergetar hebat. Ia mendekat dan mendekap sang istri dari belakang.
Dekapan Tom semakin bertambah erat seiring dengan tangis Rose yang semakin kencang. Keduanya hanya saling terdiam. Membiarkan suara air beradu dengan isak tangis wanita itu. Sebelum kemudian, Tom bertindak terlebih dahulu. Mematikan air kran dan membenarkan posisi mereka. Ia memeluk Rose semakin erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] DAISY'S DIARY
FanfictionRoséanne Chaeyoung Holland-Park Ia selalu menyiapkan tiga piring di meja makan tiga kali sehari dalam seminggu. Selalu menyiapkan air hangat begitu senja tiba, berikut dengan sampo aroma lavender dan sabun mandi beraroma sama. Meskipun ia tahu kab...