PART 5_LAST NIGHT WITH DAISY

68 19 8
                                    

Musim gugur, 2017

Daisy berdiri mematung di depan pintu rumahnya yang berwarna cokelat gelap cukup lama. Ia menenteng tas punggungnya dengan sebelah tangan. Sementara tangan yang menganggur nampak mengepal kuat. Sorot matanya nampak redup. Gadis itu mengembuskan napas beberapa kali sebelum akhirnya memutar gagang pintu.

Gadis itu masih berusaha untuk mengontrol gemuruh di dadanya. Menahan kuat air matanya yang mendesak untuk keluar. Dan, berusaha keras menghalau bayang-bayang kejadian sebelum bel pulang sekolah berbunyi. Usahanya tidak sia-sia. Lengkungan di bibir Daisy perlahan nampak.

"I'm home, Mommy!"

"Mommy di dapur, baby!" balas Rose dengan suara tak kalah kencang.

Gadis kecil itu meletakkan tasnya dengan sembarang ke atas sofa. Sebelum berlarian kecil ke dapur, tempat Mommy-nya sedang menghadap kompor dengan celemek terpasang. Ia tersenyum sebelum memeluk Rose erat. Terkekeh kecil begitu merasakan kecupan-kecupan di kepalanya.

"Bersihkan dirimu, Mommy membuatkanmu pie maple."

"Just for me?"

"And Daddy ... and Mommy?"

Daisy melepas pelukannya dengan wajah pura-pura memberengut. Sebelum sekian detik kemudian ia tertawa lepas manakala Rose bergerak. Menggelitiki perut putrinya itu dengan gemas. Tawa dua orang itu memenuhi dapur setelahnya. Sebelum kemudian Daisy menikmati satu potongan besar kue pie dengan isian sirup maple kesukannya.

"Kau ingin pergi, Mommy?" Daisy menaruh garpunya dan mengamati sang ibu yang kini menanggalkan celemek. Berusaha untuk tidak terlalu terkejut dengan hal yang sudah dilihatnya jauh-jauh hari sebelum ini. Well, ibunya memang sudah jarang berada di rumah.

"Mommy ada urusan dengan Uncle Jay sebentar, kau tidak apa, kan?"

Pertanyaan kosong. Daisy tahu pertanyaan itu tidak pernah membutuhkan jawab. Karena, jika ia mengatakan 'tidak' maka pada akhirnya sang ibu akan tetap pergi. Dan, bila ia mengatakan 'ya' pun, dirinya akan berakhir seorang diri di rumah ini. Mengamati ibunya keluar dari rumah seraya membawa buku-buku sketsanya dan tidak akan pulang sebelum malam menjelang. Lalu bertanya tentang apa yang sudah ia pelajari, apa yang ingin ia makan untuk makan malam, dan apakah Daddy-mu menelpon. Sungguh. Daisy sudah paham benar dengan skenario apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Tidak apa, Mommy, aku akan menelpon Eve dan mengajaknya ke mari," ucapnya kemudian.

Rumah ini terasa kosong selepas Daisy mendengar ibunya menutup pintu. Ia sendiri memutuskan untuk memakan habis kue pie-nya, menyuci piring bekas, dan kembali ke kamar. Tidak untuk menghampiri telepon dan menghubungi Eve, sahabatnya, untuk ke mari. Namun, hanya untuk berdiam di sana sampai kemudian mendengar suara ibunya kembali atau deru mobil sang ayah.

Ruang kamar Daisy nampak nyaman dengan ranjang terlalu besar untuk anak seusinya. Lantai kamarnya dilapisi oleh karpet bulu berwarna merah jambu, sebuah meja melajar dengan perlengkapan lengkap, dan rak besar yang penuh berisi buku-buku. Gadis kecil itu mengambil sebuah buku bersampul merah jambu. Warnanya tidak terlalu pekat seperti kebanyakan perwujudan dalam warna merah jambu, tetapi merah jambu lembut. Seperti ketika kau mencampurkan susu dengan jus stroberi. Ya, itulah warna kesukaan Daisy.

Namun, sudah lama sekali Daisy tidak pernah lagi mengagumi kamarnya dan seluruh isi di dalam tempat ini. Termasuk karpet bulu merah jambu yang ia sukai. Bagi Daisy, warna-warna itu sudah pudar. Tidak ada lagi yang menyenangkan. Terlebih karena memang tempat ini sudah jarang sekali didatangi orang lain. Termasuk kedua orangtuanya dan juga Eve, satu-satunya sahabat yang sudah lama tidak pernah berkunjung. Atau lebih tepatnya memang tidak pernah lagi menyapanya sebagai sahabat. Apalagi setelah kejadian belakangan ini.

[END] DAISY'S DIARYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang