Musim gugur, 2006
Kehadiran seorang bayi membuat kebahagiaan keluarga kecil Rose dan Tom kian sempurna. Daisy Louise Holland. Tom ingin menyematkan nama Park di belakang Holland, tetapi Rose mengatakan tidak perlu. Toh, nama keluarganya akan tetap diteruskan oleh Jisung jika suatu hari nanti adiknya itu berumah tangga dan juga memiliki putra. Selain itu, nama Park masih terdengar aneh di lingkungan ini. Lagipula tanpa mencantumkan nama marganya pun semua orang sudah tahu siapa itu Daisy, siapa ayah dan juga ibunya. Bagi Rose, hal itu sudah lebih dari cukup.
Bayi yang membuat panik sang ayah di tengah malam itu menjadi favorit semua orang. Mereka memujanya. Gadis kecil yang cantik dengan pipi merah, hidung mancung, dan mata almond-nya yang berwarna cokelat. Kulitnya sehalus sutra dan rambutnya sehitam malam. Perpaduan sempurna antara dirinya dengan Rose. Walaupun jika diamati lebih dekat, Daisy adalah centak sempurna sang ibu. Tom hampir-hampir tidak bisa bernapas ketika mendengar Rose menjerit keras di ruangan bersalin. Namun, semuanya terbayar begitu jerit kesakitan Rose berganti dengan tangis kencang Daisy. Yang tak lama kemudian berada di gendongannya.
"Daisy ... Daisy ... who's the pretty girl Daisy ... Daisy ...," dendang Rose lembut. Ia tengah berusaha menidurkan putri kecilnya yang nampak begitu tentram dalam buaian. Tersenyum ketika perlahan kelopak mata bocah itu menutup pelan. Tak lama kemudian, terdengar dengkuran halus Daisy.
Rose baru keluar dari kamar Daisy setelah cukup yakin bocah itu terlelap sempurna. Ia terkekeh geli mendapati Tom yang berbaring di sofa. Suaminya itu nampak kelelahan selepas membantunya mengganti popok Daisy, sementara ia melipir ke kamar mandi sejenak. Padahal Tom baru saja pulang dari tempat pemotretan seharian. Pekerjaan pria itu memang semakin menumpuk dan kian banyak. Selepas iklan wine tahun lalu mendapat respon positif, Tom kembali mencari peluang baru. Ia bahkan tertarik untuk belajar menjadi produser dengan lebih serius lagi. Tom bahkan sudah menandatangani kontrak dengan sebuah rumah produksi film untuk berpartisipasi di sana. Ia akan mendapat peran menjadi asisten produser terlebih dahulu. Juga ikut menginvestasikan sebagian uang yang dikumpulkan dengan taruhan film bergenre aksi yang sedang digandrungi di pasaran.
"Mandilah dulu, aku akan menyiapkan makan malam," ucap Rose lembut. Ia mendekat dan mengambil kejema Tom yang tergeletak di lantai.
Tom bangkit dan meregangkan ototnya. Suara gemeletuk terdengar ketika ia memutar leher dan juga melakukan peregangan di lengan. Ia menarik pelan Rose, membawa sang istri untuk turut duduk di sampingnya. Ada pancar kekaguman dari sorot mata Tom. Tatapan yang hanya ia berikan kepada satu orang saja, Rose. Istrinya dan juga ibu dari putri kecilnya yang kini tertidur pulas.
"Berbaringlah," ucap Tom seraya menepuk-nepuk paha.
"Hei, aku bukan anak kecil."
"Tentu saja, siapa yang bilang kau anak kecil?"
"Lalu, kenapa kau menyuruhku berbaring?"
"Kau perlu istirahat, merawat Daisy seorang diri pasti melelahkan." Tom kembali menepuk-nepuk pahanya. Tak berselang lama, Rose benar-benar berbaring.
Rose mengamati wajah sang suami yang dengan gerakan perlahan, tengah mengelus kepalanya. Mengagumi pahatan indah yang nampak memesona entah dari mana pun sudut ia memandang. Rahang kokoh, hidung mancung, dan bibir tipis yang kini menyenandungkan sebuah lagu dari Grover Washington, Just The Two of Us. Bait-bait penuh nuansa cinta yang juga disambung olehnya.
"I hear the crystal raindrops fall."
"On the window down the hall."
"And it becomes the morning dew."
"And darling when the morning comes."
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] DAISY'S DIARY
Fiksi PenggemarRoséanne Chaeyoung Holland-Park Ia selalu menyiapkan tiga piring di meja makan tiga kali sehari dalam seminggu. Selalu menyiapkan air hangat begitu senja tiba, berikut dengan sampo aroma lavender dan sabun mandi beraroma sama. Meskipun ia tahu kab...