Prolog

42.4K 508 18
                                    

Seorang gadis mengerutkan kening nya begitu melihat sebuah mobil mewah terparkir di halaman rumah nya. Malas menerka-nerka, ia terus berjalan memasuki rumah nya. Gempita, gadis berambut sepinggang dengan kulit putih yang mulus seperti susu itu terkejut begitu ada banyak orang berpakaian serba hitam. Juga kedua orang tua nya yang sedang berlutut.

"Ayah, ibu!" teriak Gempita menghampiri kedua nya. "Kenapa kalian berlutut begini? Mereka siapa?"

"Penuhi perintah tuan kami!" ujar salah satu dari orang itu. Gempita menoleh bergantian di buat nya.

"Ayah, ibu ini sebenarnya ada apa? Kakak, kenapa ada banyak orang di rumah kita?"

"Berisik, ini semua karena kamu! Coba saja kamu jadi anak yang lebih berguna, pasti kita tidak akan terjerat hutang," tukas Jessie, ibu nya.

"Hu-hutang?" tanya Gempita terbata.

"Kami mohon berikan kami keringanan. Beri kami sedikit waktu untuk membayar semua hutang kami," ucap Firma, ayah nya.

"Tuan kami sudah berbaik hati memberikan kalian keringanan selama satu minggu."

"Kalau begitu beri kami sedikit waktu lagi. Kami janji akan segera membayar nya. Atau bagaimana jika kami yang menemui tuan kalian dan meminta keringanan?" usul Jessie.

Salah satu orang berbaju hitam itu seperti sedang berkomunikasi oleh alat ear piece nya. Ia memandangi Gempita dan juga Selena, kakak Gempita secara bergantian.

"Tuan memberikan penawaran," ucap nya.

"Katakan. Akan kami penuhi," ucap Jessie bersemangat.

"Tuan akan menganggap hutang kalian lunas jika kalian mau."

"Tentu, kami mau!" Jessie semakin bersemangat.

"Cukup berikan anak mu, maka semua nya akan selesai."

Mata mereka membulat. Terutama Gempita dan Selena yang dibawa-bawa. Jessie bangkit, menyembunyikan Selena di belakang tubuh nya.

"Tidak, jangan anak ku yang ini," kata nya. Ia mendorong tubuh Gempita. "Biarkan di saja yang ikut dengan tuan mu."

"I-ibu?" Gempita memandang tidak percaya.

"Ikutlah dengan nya agar hutang kamu lunas," tukas Jessie.

"Kenapa Gempita ibu?" Mata Gempita nampak berkaca-kaca.

"Gempita! Ikutlah dengan mereka. Apa kau mau ayah dan ibu mu ini di penjara?" Gempita menggeleng ke arah ayah nya.

"Jangan cengeng!" sentak Selena.

"T-tapi Gempita..."

Jessie menggeram bergerak ke arah Gempita dan menjambak rambut gadis itu. Tidak peduli jika Gempita sudah berteriak kesakitan.

"S-sakit ibu...," rintih Gempita.

"Dasar anak tidak tahu di untung! Apa susah nya ikut dengan mereka, dengan begitu kami akan terbebas!" Jessie menghempaskan tubuh Gempita hingga terduduk. Gempita terisak. Rasa sakit di kepala nya tidak seberapa dengan rasa sakit di hati nya. Apalagi begitu melihat ayah nya yang juga turut tidak membela nya.

"Lama sekali," ujar seseorang. Bunyi ketukan sepatu nya itu menggema, langkah dan tubuh nya yang berwiba. Orang berpakaian serba hitam itu membentuk barisan, memberikan jalan untuk orang itu. 

"Maaf tuan," ujar salah satu nya.

Damian menatap satu persatu anggota keluarga itu. Terakhir memandangi seorang gadis yang sedang terisak di lantai. Damian berjongkok, mengamati gadis itu dengan seksama. Tangan nya terulur memegang dagu Gempita. Sejenak tatapan mereka terkunci. Gempita menatap bingung orang di depan nya. Pria itu menyeringai.

"Rendy," panggil nya. Pria itu berdiri, memasukkan kedua tangan nya ke dalam saku celana nya.

"Iya tuan?" Rendy menunduk sopan.

"Apa gadis ini yang akan menjadi istri ku?"

"Benar tuan."

"I-istri?" Jessie tergagap, memandang takjub Damian. Ia fikir tuan yang mereka maksud adalah pria tua bangkotan yang berkeriput dan juga gendut. Nyata nya Jessie salah. Damian sangat tampan dan berwibawa. Pria itu terlihat sempurna di mata mereka. Belum lagi Damian juga terlihat kaya.

"Urusan kita sudah selesai. Hutang mu sudah ku anggap lunas," kata Damian pada Firma dan Jessie.

"Rendy, bawa gadis ini ke dalam mobil ku," ujar nya lagi yang di angguki Rendy. Pria berpakaian serba hitam itu mendekati Gempita.

"Gempita tidak mau," ujar Gempita terisak.

"Anda tidak bisa menolak, nona."

"Tolong kasih Gempita kesempatan untuk membayar hutang ayah dan ibu. Gempita mohon." Gadis itu beralih menatap Damian dengan mata berkaca-kaca.

"Nona, ti--" Rendy terdiam begitu Damian mengangkat tangan nya.

"Pilihan mu hanya dua. Menikah dengan ku atau orang tua mu ku penjarakan. Mudah bagiku untuk memasuki kedua orang tua mu ke dalam jeruji besi itu."

Gempita tidak menjawab. Ia semakin terisak di tempat nya. Gempita bimbang sekarang. Disatu sisi ia tidak mau menikahi orang yang baru ia kenali dan juga Gempita masih sekolah. Tapi Gempita juga tidak mau kedua orang tua nya di penjara.

"Pilihan kedua? Oke. Rendy, suruh anak buah mu tangkap mereka," perintah Damian.

Rendy memberikan kode pada anak buah nya. Mereka bergerak menangkap Firma dan Jessie tapi terhenti.

"Stop! Gempita pilih yang pertama. Tolong jangan apa-apakan ayah dan ibu Gempita," lirih nya.

Damian menyeringai. "Good girl. Rendy bawa dia."

"Mari nona ikuti saya."

Gempita menoleh ke arah keluarga nya. "Ayah, ibu... Gempita sayang kalian."

Perlahan kaki mungil itu mengikuti Rendy yang membawa nya keluar menuju mobil mewah dan elegan itu. Gempita mencengkram rok nya begitu duduk bersebelahan dengan Damian. Pria itu menyeringai. Gempita masih terisak.

"Berhentilah menangis," ujar Damian. Buru-buru Gempita menghapus air mata nya walau ia tau itu sia-sia.

"Bawa kami ke gereja," perintah Damian pada Rendy yang sedang duduk di kursi pemudi. "Hari ini kita akan menikah. Bersikap baik lah," bisik Damian.


PROTECTIVE BASTARDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang