4

28.3K 475 18
                                    

Gempita gelisah. Dulu orang yang selalu memperlakukan nya dengan sangat baik dan juga menyayanginya dengan sangat tulus adalah Mamanya dan juga Ayahnya. Mereka yang selalu ada untuk si Gempita yang cengeng ini. Mamanya dengan sifat lemah lembutnya  dan juga Ayahnya dengan sifat penuh ketegasan kasih sayangnya membuat Gempita sangat bersyukur mempunyai mereka berdua.

Disaat Gempita berumur 7 tahun, dia dipaksa menjadi dewasa karena Ayahnya yang menikah lagi setelah beberapa bulan perceraiannya dengan Mamanya. Jangan tanya bagaimana perasaan Gempita saat itu.

Tentu sedih.

Perlakuan Jessie dan juga Selena yang selalu semena-mena. Gempita di perlakukan layaknya sampah. Di jadikan pembantu. Di jadikan samsak. Tapi Gempita bersyukur Ayahnya masih memberikan perhatian serta kasih sayangnya pada Gempita. Ayahnya yang selalu menenangkan Gempita di kala Gempita sedang gelisah. Namun sayang, Gempita harus menerima kekecewaan ketika Ayahnya menyetujui usul Jessie dan Selena untuk menjadikan Gempita sebagai pelunas hutang.

Gempita menangis memikirkan itu semua. Sekecewa dan semarah apapun Gempita pada mereka, Gempita tidak pernah menaruh rasa benci apa lagi dendam. Gempita tau, takdir sedang mempermainkannya.

Gempita keluar dari kamar, merasa bosan terlalu lama merenungi semua hal yang telah terjadi.

"Kok sepi ya?" gumam Gempita. Tumben, batin Gempita.

Air yang berada di gelas putih itu telah habis Gempita teguk. Terlalu lama menangis dan merenung membuat bibir dan juga tenggorokan Gempita kering. Kemudian atensi nya beralih pada pintu besar yang berada di ujung lorong. 

"Besar banget pintunya. Kayak pintu mau masuk ke rumah ini aja," gumam Gempita. "Ini ruangan tuan ya?"

Gempita bertanya-tanya sendiri. Dia memandangi pintu besar dan mewah itu yang menjulang tinggi di depannya. Gempita meraih gagang pintu besar itu, mengelusnya. Merasakan sensasi dingin menjalar ke telapak tangannya. Lalu Gempita tersentak, pintu besar itu terbuka menampakkan wajah tampan Damian.

"T-tuan?" mata Gempita membulat, mundur beberapa langkah.

Damian menutup pintu itu dengan tenang, lalu menghampiri Gempita yang terlihat gelisah di depannya. Gempita tergagap di tempat.

"Maaf, tuan. Tadi Gempita gak sengaja kesini."

"It's okay. Tapi lain kali jangan mendekati ruangan ini jika tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk," kata Damian penuh makna membuat Gempita mau tidak mau mengangguk mendengar kata buruk.

"Iya, tuan. Maaf," sesal Gempita.

"Tidak apa. Kenapa turun ku bawah? Bukankah sudah ku bilang tunggu di kamar?" tanya Damian. Tangan kekarnya merangkul pinggang gadis itu sambil berjalan meninggalkan pintu besar itu.

"Tadi Gempita haus," jawabnya. "Tuan. Kok rumah tuan sepi? Yang lain sedang kemana?"

Damian mengecup bibir gadis itu dulu saat sudah sampai di ruang makan dan mendudukkan Gempita di pangkuannya.

"Ini jam mereka istirahat," jawab Damian singkat.

Bohong. Padahal mereka semua sedang di eksekusi oleh bawahan terpercaya Damian akibat kelalaian mereka dalam bekerja. Ini sudah menjadi konsekuensi nya jika ingin terus bekerja dengan Damian. 

"Ohh gitu," gumamnya kecil. Dia mengangguk sambil terus memainkan kedua tangannya karena merasa canggung.

"Besok aku akan ke sekolah mu."

Gempita langsung mendongak.

"Sekolah Gempita?!" tanya nya memastikan. Hampir saja Gempita lupa jika dia sudah membolos hampir seminggu. Gempita terlalu larut dalam permasalahannya sehingga melupakan kewajibannya sebagai murid.

PROTECTIVE BASTARDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang